Aku sudah benar-benar tidak tahan melihat pemandangan memuakan ini. Selama lebih dari sebulan ini, aku berusaha membujuk tubuhku untuk tidak menyiram ke dua makhluk tak berperasaan itu dengan air. Aku menahan tanganku untuk tidak menjambak setiap wanita baru yang dibawa John dan melemparkan mereka keluar gedung kafe milikku ini.
Namun John telah benar-benar menguji kesabaranku hingga ke garis batas kemampuan. Aku sudah tidak tahan dan muak melihat tingkah mesra yang selalu mereka tampilkan didepan mataku. Masih banyak tempat lain yang bisa dijadikan panggung kemesraan mereka. Mengapa harus selalu di kafeku?
"Hai, Len. Kopi dan cake-nya selalu enak seperti biasanya," puji John sambil memberikan uang.
Aku hanya tersenyum datar sambil menatap jijik wanita yang sedang bergelayut manja dilengan mantan kekasihku itu. "Kamu gak ada tempat lain ya? Ke kafe aku mulu..." sindir Lena.
"Lho emang kenapa? Aku cuma mau bantu ramein bisnis kamu ini kok. Gak ada maksud lain," jawab John dengan senyum angkuhnya.
"Kafe aku udah cukup ramai kok. Jadi gak perlu dibantuin," jawabku dengan nada ketus.
John tampak terdiam sambil menatapku dengan lekat. Entah kenapa seketika suasana menjadi canggung. Tatapan John seolah sedang menelusuri kedalaman jiwaku. Ia seperti sedang melacak isi hatiku yang tersembunyi.
"Kamu cemburu? Masih belum move on?" tanya John.
Aku tertawa sinis. Ini kalimat paling tak masuk akal yang terlontar dari mulut mantan kekasihnya itu. "Aku?! Hahaha... yah enggak lah. Kita udah putus cukup lama. Gak mungkinlah. Aku cuma gak mau kamu melakukan hal yang gak perlu. Jarak kantor kamu ke kafe aku itu cukup jauh. Kalo niat kamu cuma mau bantuin pemasukan kafe aku. itu sama sekali gak perlu. Income aku udah cukup banyak. Sesekali sih gak papa. Kalo tiga kali seminggu, aku rasa itu berlebihan."
"Aku sekalian anter Melly ke rumahnya. Lokasinya gak jauh dari sini. Kebetulan cewek yang deket sama aku itu rumahnya selalu disekitar sini. Aku juga heran. Yah mending ke sini aja, daripada aku habiskan uang ke tempat lain," ucap John.
Aku menghela nafas dan berusaha meredam api amarah yang sekarang sedang berkobar. John memang terlalu pandai bersilat lidah, hingga aku kehabisan peluru untuk membalasnya. Jika aku melemparkan argumen yang tak masuk akal, pria itu tentu akan mengira jika ia masih menyimpan rasa padanya.
"Nih kembaliannya. Terima kasih atas kedatangannya," ucapku dengan senyum datar.
"Oh ya. Sama-sama, Len. Aku pasti datang lagi kok. Sukses terus ya kafenya. Bye..." ujar John sambil melambaikan tangannya dan tersenyum.
Aku membalasnya dengan senyuman datar dan menatap mereka hingga menghilang dari pandangan. Setelah pintu tertutup rapat kembali, aku langsung melempar serbet ke lantai bawah untuk melampiaskan rasa kesal yang sejak tadi tertahan. Untung sudah tak ada lagi pelanggan di sini. Jadi aku bisa dengan bebas meluapkan seluruh amarahku, tanpa ada mata yang menatapku dengan aneh.
CONTINUED
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think... ✔
Short StoryLena Clarina memutuskan membuka toko cake & coffee selepas kandasnya hubungannya dengan John Benhard. Berharap manisnya cake dan harumnya coffee dapat membantu menyembuhkan luka hatinya yang masih membekas. Lena mengakhiri hubungannya yang terasa h...