15. John Sakit?

348 50 7
                                    

Lena menyeruput orange juice-nya sambil melihat ke arah pintu. Sekilas ia melihat ke arah jam dinding yang ada di kafe itu. Tasya sudah terlambat lebih dari sepuluh menit dari waktu yang telah disepakati.  Temannya itu memang tak pernah mengubah kebiasaannya sejak dulu. Selalu datang terlambat tanpa mengabari posisinya saat ini ada dimana.

Lena lalu memutuskan mendengarkan musik lewat earphone sambil asik memperhatikan Instagram dari layar ponselnya. Ia berusaha menikmati waktu menunggunya dan juga berusaha melupakan fakta jika sesungguhnya ia benci dengan orang yang tak tepat waktu. 

"Hai, Len!" Tasya tiba-tiba duduk dihadapannya dengan wajah riang dan tanpa berdosa.

Lena menatap Tasya dengan wajah kesal. "Lo tau gak sekarang jam berapa?" tanya Lena dengan kegeraman yang tertahan.

"Jam setengah sebelas siang. Itu ada jam. Lo kaga liat, Len?" jawab Tasya dengan muka polosnya.

Lena menghela nafas kesal. Ia mencoba untuk bersabar dan tak meluapkan amarahnya. "Gue udah nunggu lo setengah jam tau gak di sini!" keluh Lena.

"Yah maap. Jalanan macet, Len. Gue tadi kesiangan juga. Maap yak hehehe," ucap Tasya sambil cengengesan.

"Kalo bukan karena gue udah lama gak ketemu lo, udah dari tadi gue cabut."

"Udah. Jangan marah-marah. Gue mau pesen makanan dulu yak." Tasya langsung memberikan kode ke pelayan dan meminta buku menu. Setelah datang, ia langsung memesan segelas milkshake dan sepiring beef teriyaki

"Gue juga mau pesen spagheti dong." Lena menambahkan pesanan dan langsung dicatat oleh pelayan tersebut.

"Lo gimana kabarnya?" tanya Tasya selepas pelayan itu pergi.

"Baik. Gue baru aja buka kafe. Lo sendiri gimana?" tanya Lena balik.

"Gue bantu usaha ortu. Mereka baru buka  bisnis restoran di sini."

"Gimana di sini? Hidup di Bandung enak?" 

"Cukup enak. Gue paling suka udaranya sih. Sejuk banget. Lo masih sama John?" 

Tasya cukup mengenal John dengan baik, karena mereka berasal dari SMP yang sama. Tasya lah yang mengenalkan pria itu pada Lena. Namun Lena jarang berbincang dan bertemu dengan Tasya sejak tahun lalu, sejak temannya itu memutuskan pindah ke Bandung.

"Gue udah putus dari enam bulan yang lalu," jawab Lena sambil menyeruput minumannya.

"What?! Why?!" seru Tasya dengan mulut menganga.

"Dia udah gak sayang sama gue lagi. Jadi gue minta putus." Lena menyunggingkan senyum sinisnya.

"Ah gak mungkin, Len. Setau gue John sayang banget sama lo. Kenapa lo justru mikir gitu?

"gue gak percaya dia sayang sama gue. Gak ada sikap dari dia yang nunjukin hal itu," jawab Lena dengan nada dingin.

Tiba-tiba seorang pelayang menghampiri mereka dengan nampan berisi makanan ditangannya. Ia mendekati Lena dan Tasya yang tampak masih berbincang dengan serius. "Ini pesanannya, Mbak." Pelayan itu menaruh makanan dan minuman yang tadi mereka pesan di atas meja.

"Iya. Terima kasih ya, Mbak." Lena tersenyum manis ke pelayan itu. 

"Oke... kita balik bahas ke topik tadi." Tasya kembali memasang wajah serius.

"Sambil makan kali. Kalo udah dingin, jadi gak enak," timpal Lena sambil mengaduk spaghetinya.

"Yah terserah lah. Pokoknya lo harus jawab. John kenapa? Kenapa lo mikir dia gak sayang lo? Gue masih belum nangkep daritadi," ucap Tasya dengan kening berkerut,

"Lo tau kan orang tua gue wafat?" tanya Lena sambil mengunyah makanan.

"Iya. Gue tau. Terus?"

"John gak datang ngelayat. Dia  juga susah dihubungi. Chat gue jarang dibalas dengan cepet, bahkan suka sering gak dibales. Apa cowok kayak gitu yang disebut sayang?" tanya Lisa dengan senyum sinis.

Tasya mengerutkan keningnya. Ekspresinya menunjukan ada yang janggal dari cerita temannya itu. "Sebentar... ini ada yang aneh."

"Apa yang aneh?" Lena tampak bingung dengan reaksi Tasya.

"Bukannya wajar ya dia kayak gitu? John kan lagi di rawat pas orang tua lo wafat."

Lena menatap Tasya dengan mata terbelalak. Ia cukup terkejut dengan informasi yang baru saja didengarnya. "Di rawat? Dia sakit? Kok gue gak tau?!" seru Lena.

"Justru itu yang gue bingung sama lo. Kok lo bisa gak tau? Kan lo pacarnya," ucap Tasya heran.

"Dia sakit apa emangnya?" tanya Lena.

"Dia kena petasan pas nyalain kembang api di pesta ultah temennya. Gue tau juga karna waktu itu telpon ke nomor dia, terus yang angkat adeknya, Mila. Nah si Mila cerita dah tuh si John lagi sakit dan gak bisa ngomong dulu," tutur Tasya.

"Kena kembang api? Terus apa yang luka?" tanya Lena lagi, masih dengan wajah penuh keterkejutan.

"Tangannya kena api petasan, sama di deket mata juga. Untung gak kena bola matanya, cuma pinggir-pinggirnya aja. Luka bakarnya juga gak parah, meski ada sedikit bekas luka sih. Luka bakar di deket matanya juga untung bisa sembuh dan diperbaiki dengan operasi plastik, karena cuma sedikit kan yang kena. Lebih parah di tangannya," ujar Tasya.

Lena terdiam. Ia tampak syok dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia menarik nafas dan memegang keningnya. Ia masih tampak tak mengerti mengapa hal ini tak pernah diketahuinya. John saat itu masih kekasihnya dan ia  seharusnya tau jika pacarnya sedang sakit. 

CONTINUED

CONTINUED

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Think... ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang