Buah mangga buah kedondong,
Vote dulu dwong~-01-
Sudah sepuluh menit Saelen berdiri di depan halte, menunggu bis yang akan membawanya menuju sekolah barunya, SMA Atlantas. Saelen tidak menyangka dia akan bersekolah di SMA bergengsi yang terkenal elit di Jakarta. Hanya orang-orang terpilih saja yang bisa masuk ke sana. Kalau tidak pintar, setidaknya banyak uang. Namun Saelen tidak memiliki keduanya. Dia tidak kaya raya juga tidak terlalu pintar, tapi dia mampu mengalahkan ratusan pesaing dengan nilai ujian masuk yang memuaskan. Saelen sendiri tidak tahu mengapa ujian yang dia jawab asal-asalan nilainya bisa di luar perkiraan. Maka dari itu ia menambahkan satu kategori orang yang bisa masuk ke SMA Atlantas, yaitu orang yang hoki alias beruntung seperti dirinya.
Sambil mengusap-usap tangannya yang kedinginan, ia berdecak, bis tidak kunjung datang. Kebetulan semalam hujan sangat deras sehingga suasana pagi terasa lebih dingin dan jalanan berlubang dipenuhi kubangan air. Dalam hati ia berdo'a semoga saja saat masa orientasi berlangsung hari ini hujan turun sehingga ia tidak perlu dijemur panas-panasan.
Tiba-tiba saja sebuah mobil melaju cepat melewati Saelen menyebabkan cipratan genangan air yang kotor membasahi seragamnya. Saelen mengangakan mulutnya, mengamati tubuh serta seragam putih birunya yang basah kuyup dari puncak kepala hingga ke ujung kaki. Matanya beralih memandang tajam ke arah sport merah yang jaraknya belum terlalu jauh.
"WEY BERHENTI LO!" teriak Saelen berharap mobil itu berhenti dan menghampirinya untuk meminta maaf. Namun dugaannya meleset, mobil itu terus melaju seolah tidak terjadi apa-apa.
Saelen menggeram kesal, matanya mencari-cari sesuatu apa saja di jalanan yang bisa menghentikan mobil itu sebelum semakin jauh. Dan pandangannya berhenti pada sebuah batu besar yang tergeletak di dekat sepatunya.
Tanpa pikir panjang ia langsung mengambil batu tersebut dan melemparnya sekuat tenaga ke arah kaca belakang mobil mahal itu. Bibirnya tersenyum miring ketika lemparannya tepat sasaran membuat mobil itu berhenti.
Seorang laki-laki yang dibalut seragam putih abu-abu turun dari mobil tersebut mengecek apakah mobilnya lecet atau ada yang lebih parah. Emosinya memuncak melihat kondisi kaca belakang mobilnya sedikit retak, walau hanya setitik namun biayanya tak terhitung jari. Bola matanya yang membara langsung menunjuk Saelen lantas berjalan cepat menghampiri si pelaku.
"Heh, lo yang ngelempar batu itu ke mobil gue kan?!" tanyanya dengan nada membentak begitu langkahnya sampai di depan Saelen membuat perempuan itu agak bergidik ketakutan. Melihat bagaimana mata tajam laki-laki itu menusuk manik mata cokelatnya.
"Iya!" jawab Saelen lantang sambil berusaha menutupi getaran pada nadanya. Mau bagaimana pun Saelen akui nyalinya menciut, namun ada alasan jelas mengapa ia sedikit merusak mobil milik laki-laki bernama Darren Nathaniel Valen itu. Jadi dia tidak perlu takut untuk disalahkan. Ngomong-ngomong, Saelen tidak sengaja membaca name tag yang menempel pada seragam laki-laki itu tadi.
"Lo harus ganti rugi atas kerusakan yang lo buat pada mobil gue!" katanya sambil menunjuk wajah Saelen menggunakan jari telunjuknya.
Mata Saelen memelotot tidak terima. Mengapa di sini seolah-olah Saelen yang bersalah?
"Lo juga harus ganti rugi karena baju seragam gue basah kecipratan air hujan! Mana kotor lagi!" Persetan dengan sopan santun. Saelen tahu Darren lebih tua darinya, terlihat jelas dari perbedaan warna seragam mereka.
"Itu salah lo sendiri malah berdiri di pinggir jalan!"
"Ya terus gue harus berdiri di tengah jalan apa? Lo pikir gue hidup buat cari mati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SADAR
Teen FictionGalak, angkuh, licik, egois, menyebalkan, tukang mengancam. Itulah enam kata yang terbit di benak Saelen begitu mendengar nama Darren. Bagi Saelen, Darren bukan sekedar kakak kelasnya, melainkan benalu pertama yang mengacaukan hari-hari Saelen di se...