Chapter 2

3.5K 390 29
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita


"Jadi, di sini tempat kosmu?" Dean dan Tessa berdiri memandang sebuah rumah tingkat dua yang berada di sebuah gang tidak jauh dari tempat mereka bekerja.

Tessa mengangguk kecil. Suasana di sekitar tempat tinggalnya cukup ramai kala sore hari. Beberapa remaja terlihat duduk-duduk si trotoar menggunakan kursi plastik dan sibuk menyantap sate ayam. Suara percakapan disertai gelak tawa terdengar riuh rendah.

Dean menoleh ke kiri kanan untuk mengawasi sekeliling dan tersenyum kecil. "Sepertinya menyenangkan tinggal di sini."

Jantung Tessa berdetak sedikit lebih cepat. Gadis itu melengos agar tidak bertatapan dan membuka pagar besi yang sebelumnya tertutup.

"Sepertinya masih ada kamar kosong …," ucap Tessa sambil melangkah masuk lebih dulu. "Di sini belum pernah ada kasus pencurian, tapi lebih baik motornya dikunci stang."

Dean menurut. Pria itu mendorong masuk motor Yamaha Mio miliknya, lalu memarkirkan kendaraannya di dekat pohon besar yang berada di dalam halaman rumah yang sudah dilapisi batako.

"Apa banyak penghuni kosnya?" tanya Dean sambil membuka jaket dan helm hitamnya. Dia memasukkan kedua benda itu ke dalam motor sebelum mengeluarkan kunci stang.

"Ada sekitar dua belas kamar. Setauku sudah hampir penuh …."

Pria itu berjalan mendekat dan berkata, "Ayo …."

Tessa menunduk, lalu memimpin di depan untuk membuka pintu rumah.

****

Dean menyeringai lebar ketika berdiri di depan pintu kamar yang berada di lantai dua. Pria itu menoleh ke arah Tessa yang terlihat salah tingkah. "Sepertinya selain kita menjadi rekan kerja, kita juga akan menjadi tetangga."

Pipi Tessa terasa panas. Dia tidak menyangka bahwa satu-satunya kamar kosong yang ada hanya berada di sebelah kamarnya. Wanita paruh baya yang mengantar mereka tersenyum ramah ke arah Dean, lalu berkata, "Kapan, Mas, akan pindah?"

"Secepatnya, Bu," balas Dean sopan. Pria itu membuka pintu kamar untuk mengamati isinya.

Tanpa sadar, Tessa ikut mengintip. Ruangan itu sama persis seperti kamarnya. Satu ranjang single bed yang berseberangan dengan lemari kayu dua pintu dan sebuah cermin panjang yang terpaku pada dinding bercat putih.

"Nanti Mas bisa bawa kipas angin sendiri." Bu Diah menjelaskan sambil berdiri di dekat pintu yang terbuka lebar. "Ada kamar mandi bersama di luar, bisa dipakai bergantian dengan lima penghuni lantai dua."

Dean mendengarkan sambil mendongak menatap langit-langit bercat putih. Dia lalu menoleh ke arah mereka dengan tersenyum puas. "Saya akan membayar uang kosnya sekarang. Besok saya akan memindahkan barang-barang."

Pria itu menoleh ke arah Tessa dan bertanya, "Di mana ATM BCA?"

"Oh, ATM terdekat ada di Indomaret," jawab Tessa tersipu. Gadis itu benar-benar harus mengatur debar jantungnya yang semakin sering berpacu.

Dean memasukkan kedua tangan pada saku celana dan menatap Tessa yang kembali menunduk sambil menyelipkan rambut ke balik telinga. "Apa sudah waktunya kamu berangkat kuliah? Biar aku antarkan sekalian mengambil uang."

Tessa mengangkat wajah dan menunjukkan ekspresi terkejut. "Ti-tidak usah. Aku kuliah di Universitas Pamulang …. Bisa satu jam di jalan kalau macet."

"Tapi kalau naik motor bisa hanya setengah jam," balas Dean menyeringai. "Aku juga baru mulai kerja besok …, anggap saja sebagai bayaran karena sudah menunjukkan tempat kos yang bagus."

"Mbak Tessa, Mas Dean, saya tinggal dulu, ya," ucap Bu Diah memutuskan percakapan yang sedang berlangsung.

"Oh, iya, Bu …." Sepasang muda mudi itu mengangguk sopan dan membiarkan ibu kos mereka pergi nenuruni tangga.

Tessa melirik ke arah Dean, lalu tersenyum salah tingkah. Gadis itu kembali menyelipkan rambut hitam sebahunya ke balik kuping. "Aku mandi dulu, ya."

Dean menutup pintu yang terbuka kemudian menguncinya. "Aku tunggu di bawah."

Tessa menunggu pria itu menuruni tangga sebelum merogoh kunci dari dalam tas selempang yang dia pakai, lalu membuka pintu kamar dan masuk ke dalam.

*****

Tessa melangkah ke ruang tamu yang berada di lantai dasar dengan terburu-buru. Rambut sebahunya masih lembab setelah keramas. Dia memakai kaos putih, celana jins biru, dan sudah memanggul tas ransel berisi buku kuliah.

"Maaf, lama …."

Dean yang sebelumnya sedang  bercakap-cakap dengan Bu Diah bangkit berdiri dari sofa cokelat yang mereka duduki. Pria itu memiringkan kepala. Sejenak terlihat kilat tertarik pada matanya sebelum dia tersenyum ramah. "Ayo, berangkat."

"Hati-hati kalian," ucap Bu Diah ketika mereka berjalan keluar rumah.

Tessa berdiri di sebelah Dean ketika pria itu membuka stang motor. "Apa kamu punya he-…"

"Ular!"

Jeritan seorang perempuan membuat Dean dan Tessa menoleh ke arah kumpulan remaja yang berada di depan pagar rumah. Mereka yang sebelumnya sedang menikmati sate spontan berdiri dan berlari ke arah suara.

"Anak kobra!"

Teriakan lain terdengar. Dean yang sebelumnya berjongkok di sisi motor refleks ikut menuju kerumunan dengan Tessa mengekor.

"Bunuh! Mana kayu!" Seorang pria paruh baya yang sepertinya baru pulang kerja terlihat pada kerumunan paling depan dengan wajah jijik.

Mata Tessa terbelalak ketika dia melihat ular hitam yang hanya sepanjang tiga puluh sentimeter menggeliat panik akibat para manusia yang mengelilinginya. Gumam yang menginginkan binatang itu segera tewas terdengar mengerikan.

"Ja-jangan …," ucap Tessa. Gadis itu berusaha menyeruak kerumunan. "Dia tidak berbahaya!"

Namun, seseorang mendorong tubuhnya agar menyingkir. Pria lain yang bertubuh gempal terlihat sudah membawa sebatang bambu. Tessa refleks menutup mata ketika laki-laki itu mulai mengangkat tangan dan berniat memukul kepala ular kecil yang mendesis ke arah mereka.

Namun, setelah beberapa menit berlalu suasana mendadak hening. Tessa membuka mata dengan perasaan takut. Napas gadis itu terhenti saat dia melihat Dean sudah berdiri berhadapan dengan pria yang membawa bambu dan menahan tangannya.

"Jangan bunuh, biar aku yang mengusirnya," ucap Dean dengan nada dingin.

"Ular itu beracun." Salah satu ibu-ibu yang menonton memprotes.

"Dia hanya akan menyerang apabila merasa terancam," bantah Dean. Pria itu menoleh dan menunjukkan ekspresi tidak suka. "Jangan bunuh dia. Aku yang akan mengurusnya."

Pria yang sedari tadi tangannya dicengkeram mengibaskan lengan. Dean melepaskannya. Dia menoleh ke arah anak kobra yang sudah berdiri tegak dan lehernya memipih membentuk sendok.

Dean merunduk menatap binatang itu dengan santai, lalu tiba-tiba tangannya bergerak cepat menangkap kepala sang ular. Gumam tertahan terdengar di sekeliling mereka.

Dean tersenyum lebar sambil menoleh ke arah Tessa. "Aku akan membawanya pergi dulu, tunggu aku, ya."

Pria itu segera melewati kerumunan yang memberikan jalan dan pergi menjauh.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang. ^^

Tessa - Terjebak Pesona Siluman UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang