05

181 22 0
                                    

Jungkook menunduk hormat satu kali lagi sebelum menutup pintu ruangan Profesor Jung. Dia baru saja mengumpulkan hasil karyanya yang ia kerjakan sejak tiga hari lalu. Jungkook terus mengukir senyum pada wajahnya saat ia mendengar pujian Profesor Jung terkait karyanya. Jungkook berjalan di lorong sambil menyembunyikan tangannya di saku celananya. Melewati beberapa kelas yang sudah gelap−aktivitas kuliah memang sudah berhenti sejak pukul tujuh malam. Saat dia ingin berjalan mendekati lift, ia melirik sedikit pada salah satu ruangan yang lampunya masih menyala. Pintunya terbuka, cahaya lampunya mengintip dari sela-sela pintu. Jungkook meliriknya. Jimin menggerakkan tubuhnya di sana sendirian. Berteman dengan refleksi dirinya pada cermin besar di depannya, Jimin tidak acuh saat Jungkook mengendap-endap memasuki runangan itu.

Jungkook menyenderkan tubuhnya di tembok dekat pintu. Menutup pintu pelan-pelan agar tidak ketahuan keberadaannya. Jimin berhenti dan melirik ke arah pergerakkan pintu. Dia mengangkat satu alisnya diiringi napas yang memburu. "Sejak kapan kamu di sana?" Jimin terengah setengah mati, namun masih berusaha mengatur napasnya. "Baru saja," Jungkook menjawabnya singkat. Jimin mengangguk lalu menarik napas dalam-dalam. "Lanjutkan. Aku ingin melihat lagi."

Jimin menarik ujung bibirnya untuk tersenyum kecil. Lalu memutar ulang lagu Drake-Own It pada telepon genggamnya yang ia letakkan di depan cermin. Jungkook menikmatinya dan Jimin tidak terusik atas pengamatan Jungkook. Diam-diam Jungkook mengambil kertas dan pensil yang biasa ia gunakan untuk menarik garis sketsa dari dalam tasnya. Ia duduk bersila di tempat ia berdiri tadi sambil mulai mengarsir dan menggambar Jimin yang menjadi objek matanya dari tadi.

Jimin mematikan lagunya tiba-tiba. Jungkook yang sedang sibuk dengan dunianya juga menghentikan aktivitasnya dan mendongak mencari-cari sosok Jimin. "Sedang apa?" Jimin berjalan mendekat dengan peluh yang sudah bercucuran di dahinya. "Menggambar dirimu." Jawab Jungkook santai. Jimin tersenyum tipis dan duduk berhadapan dengan Jungkook. Dia meraih hasil gambarannya dari tangan Jungkook. Pria itu bergeming saat Jimin sedang mengamati gambarannya. "Jadi, aku harus bayar untuk ini?" Jimin terkekeh dan mengembalikan kertasnya. "Tidak perlu. Ambil saja kalau kamu suka," Jawab Jungkook. Jimin menganggukkan kepalanya, "Terima kasih, ya. Simpan saja." Balas Jimin sambil berdiri mengambil telepon genggam dan ranselnya di dekat cermin tadi. Jungkook memasukkan kertasnya ke dalam ransel dan mengikuti pergerakan Jimin.

Mereka berjalan berdampingan menuju lift. Tanpa berkata apa pun hanya suara napas Jimin yang masih terdengar sedikit kasar sebab kelelahan menari tadi. "Aku baru saja mengumpulkan lukisanku," Suara Jungkook memecah keheningan dalam lift. Jimin mengangguk untuk membalasnya. "Mereka suka dengan hasilnya," Jungkook menyenderkan tubuhnya pada dinding belakang lift dan melihat ujung sepatunya−Jungkook merasa Jimin tidak tertarik atas ceritanya.

"Berarti kamu memang berbakat, Kook."

Bel lift berdentang. Pintu terbuka dan mereka melangkahkan kakinya bersamaan. Jungkook tidak menjawab apa pun atas perkataan Jimin barusan.

Bukan aku, itu karena tubuhmu sangat indah, batin Jungkook.

"Kamu ke mana malam ini?" Jungkook bertanya mencari topik baru.

"Bekerja." Jawab Jimin singkat.

"Boleh aku ikut?"

•••

Semerbak aroma kopi menguap ke setiap sudut ruangan. Jumlah pengunjung untuk malam ini tidak ramai. Suara orang berbicara juga minim terdengar seiring alunan musik pop sendu yang mengalun dari pengeras suara pada kedai itu. Dua barista−termasuk Jimin−sedang sibuk dengan coffee grinder­ di masing-masing tangannya untuk menggiling biji-biji kopi yang akan disajikan untuk pengunjung−salah satunya Jungkook. Jungkook tidak melakukan apa-apa selain mengamati Jimin dari bangkunya. Jimin menoleh dari balik meja untuk memastikan Jungkook masih di sana. Dia takut Jungkook meninggalkannya sejak ia bekerja terlalu lama. Jimin tidak paham alasan mengapa dia takut jika Jungkook pergi tanpa pamit. Dia juga tidak paham alasan mengapa dia selalu menyambut kedatangan Jungkook pada tiap kesempatan. Jimin tersenyum tipis di sana, Jungkook juga melakukannya untuk membalas. Kemudian Jimin berkutat dengan alat itu lagi dan melanjutkan racikan secangkir kopi hitam untuk Jungkook.

Art of TemptationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang