Alvin Pov
Sudah lebih dari setengah jam aku dan gadis itu berdiri di dalam kereta. Penumpang yang benar-benar padat, membuat kami tidak memiliki kesempatan untuk duduk. Untung saja gadis tadi bilang tinggal beberapa menit lagi, kereta akan tiba di Kebayoran. Jadi setidaknya aku masih bisa bertahan.
Aku memalingkan wajahku, menatap wajah gadis itu. Dia terlihat sangat menikmati perjalanannya. Meski bisa kubaca, dia juga merasakan pegal yang sama denganku.Dia menghentakkan kakinya beberapa kali. Kemudian menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
Gadis itu menatapku, dengan tatapan teduh namun tidak mengurangi ketajaman matanya, sedikitpun. Inilah yang kusuka dari dirinya. Gadis bermata indah, siapa namamu?.
"Ayo!".
Lamunanku buyar saat dia menepuk pundakku dan berjalan menjauhiku. Kami sudah sampai di stasiun yang kami tuju.
Ternyata melakukan perjalanan sembari melihat gadis cantik, jauh lebih menyenangkan ketimbang mendengarkan musik.
Penumpang kereta mulai berhamburan, termasuk dia, si gadis bermata indah. Aku mengikutinya dari belakang. Dia terus berjalan sampai akhirnya berhenti di dekat kursi ruang tunggu.
"Mau naik apa?" tanyanya singkat.
Ini terlihat jauh berbeda, dari gadis ramah sewaktu di Bogor tadi. Dia memegangi bahunya, sambil memijat-mijatnya pelan.
Sepertinya eia sangat kelelahan. Apa sebaiknya kami berpisah disini?. Aku kasihan melihat dia seperti itu. Bagaimanapun juga dia telah banyak membantuku, tidak seharusnya aku merepotkannya lagi.
"Em.. Kamu..."-Alvin.
Pukk
"Ghi!".
Belum sampai sebait aku bicara, seorang gadis berpakaian serba lebar menyentuh pundak gadis yang bersamaku tadi. Dan tentunya membuat gadis itu memalingkan wajahnya; menengok ke belakang.
"Ghinar.. Bener kan, Ghinar?".
"N... Nisa?".
"Aaa... Beneran Ghinar, ya ampun apa kabar?" gadis yang mengenakan baju serba lebar tadi memeluk gadis yang baru kuketahui namanya. Ghinar.
Aku hanya bisa diam, melihat kedua gadis yang saling berpelukan. Sepertinya mereka adalah sahabat karib yang sudah lama tidak berjumpa.
Dan ada satu lagi. Gadis itu bersama dengan laki-laki yang menurutku cukup aneh.Dia memang terlihat menentramkan. Tapi ada sesuatu yang menakutkan dari dirinya. Ya karena bagaimanapun, aku tidak terlalu bodoh untuk menilai seseorang. Sepertinya dia seorang indigo.
🍃🍃🍃Author Pov
Sungguh tidak disangka, Ghinar bertemu dengan sahabat yang sudah lebih dari 5 tahun tidak saling memberi kabar. Selain karena kesibukan masing-masing, jaraklah yang menjadi pemisah antara mereka berdua. Nisa yang mengambil S2 di London, berjauhan dengan Ghinar yang memilih tetap tinggal di Jakarta.
"Alhamdulillah gue sehat Nis, lo gimana?"-Ghinar.
"Sehat juga Ghi, alhamdulillah" jawab Nisa sembari melepaskan pelukannya.
"Udah lama banget ya nggak ketemu. Oh iya, gimana di London? Enak nggak?"-Ghinar.
"Ya gitu deh Ghi. Banyak banget rintangannya. Apalagi pakaian gue kaya gini. Pokoknya sedih deh kalau di ceritain"-Nisa.
"Ehm.. Gitu ya Nis. Sabar ya, inshaallah kesabaran lo pasti membuahkan hasil"-Ghinar.
"Iya Ghi, aamiin"-Nisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHADOW
General Fiction"Jika pembunuh dan penyelamat saling jatuh hati, mungkin mereka bisa saling berkompromi. Atau mungkin menulis takdir mereka sendiri. Kamu, mau, menulis takdir itu bersamaku?". Sedikit aneh mungkin jika seorang psikopat memiliki rasa kasih dan sayang...