Misi Baru

18 1 0
                                    

    Maria dan Sandi baru sampai di pangkalan saat Sherly keluar dari kamarnya. Sedangkan Sadam mungkin belum bangkit dari mimpi panjangnya. Sadam baru tertidur setelah merapihkan meja makan yang tadi malam Sherly biarkan berantakan. 

“Sadam belum bangun Sher?” tanya Maria sembari meletakan barang bawaannya.

“Seperltinya belum kapten, biar aku bangunkan dulu” kata Sherly yang langsung beranjak menuju kamar Sadam.

Belum sempat Sherly mengetuk pintu, Sandi sudah terlebih dulu memanggilnya.
“Biar gue aja yang bangunin Sadam, lo bantuin kapten” katanya yang sudah mulai mengetuk pintu kamar Sadam.

   Sherly mengangguk kemudian meninggalkan Sandi dan membantu Maria menyiapkan perlengkapan rancangan strategi, mulai dari dokumen, laptop, proyektor, kertas, pulpen, surat laporan dan beberapa camilan untuk sekedar mengisi perut yang kosonng. Dan tak menunggu waktu yang lama semua telah disiapkan. Sandi dan Sadam juga sudah berada di ruangan.

  “Hoaaam... Aduh... masih ngantuk banget nih” ucap sadam yang meregangkan badannya.

  “Lebay lo!” Sherly melemparkan pisang yang tepat mengenai dada bidang Sadam, sedangkan yang dilempar hanya meringis sembari megucek mata.

   Setelah semua mengambil posisi dan memegang peralatan masing-masing, Maria langsung memulai topik pembicaraan mereka. Topik yang akan menjadi misi terakhir bagi Maria. Maria membaca laporan satu-persatu dengan teliti, begitupun Sandi dan Sherly. Sedangkan  Sadam masih duduk termenung dengan muka memelas -menahan kantuk andalannya-.

    Ada lebih dari duapuluh laporan permohonan kerjasama dari berbagai daerah yang saat ini mereka amati.

‘’Hey Sandi, pilihlah misi yang paling mudah, supaya kita bisa beristirahat kembali. Istirahat satu minggu masih belum cukup tau!” gerutu Sadam yang setengah sadar setengah tidak. Sandi hanya melengos melihat tingkah kekanakan Sadam.

“Bukan misinya yang mudah Sadam, tapi bekerja  dengan benar. Percuma kalau misi yang kita kerjakan sangat mudah jika yang bekerja malas-malasan sepertimu” ujar Maria yang terkesan memojokkan Sadam.

“Betul kapten! Sesulit apapun misi, jika kita mengerjakannya dengan bersungguh-sungguh dan teliti, maka semua akan terselesaikan dengan mudahnya” timpal Sandi.

“Iya deh iya. Abang Sandi memang selalu benar. You’re is the best lah pokokknya mah!” Sadam memilih merebahkan badannya diatas sofa, membiarkan ketiga rekannya memilih misi yang akan mereka kerjakan selanjutnya. Setelah mereka menemukan misi yang tepat, barulah Sadam beraksi untuk merancang strategi.

“Sepertinya misi ini cocok kapten, misi rahasia dari pemerintah Jepang. Lagipula kita bisa sembari liburan setelah menyelesaikan misi ini” ucap Sandi sambil menyodorkan salah satu kertas laporan pada Maria.

“Misi rahasia?” Maria menautkan alisnya saat membaca misi dari Jepang tersebut, untuk kemudian menimbang-nimbang keputusan. “Aku rasa ini kurang cocok, bukankah negara Jepang memiliki agen rahasia yang jauh lebih baik dari kita? Lantas untuk apa mereka mengirimkan laporan kejasama ini?lebih baik kita pilih yang ada di negara kita dulu. Lagipula ini adalah misi terakhirku. Misi pertama aku menjalankannya di Indonesia, maka misi terakhirpun aku ingin di Indonesia” Sandi mengangguk mengerti maksud Maria.

   Meskipun Maria bukanlah keturunan asli Indonesia, namun jiwa mudanya berkobar mengepak serupa sayap garuda. Dia sangat mencintai tanah air yang telah ia pijak puluhan tahun tehrakhir ini. Saat itu maria masih berusia tujuh tahun, namun ingatannya tak luput dari kenangan kelam di negara tempat ia dilahirkan. Dimana saat itu minoritas dibumi hanguskan. Yang kuat semakin berkuasa, sedangkan yang lemah tak bisa berbuat apa-apa. Orang-orang miskin tak diberikebebasan dalam menentukan pilihan, dalam beragama, dalam menjalani hidup. Saat itulah dia menyadari bahwa sebuah negara bisa menjadi pengkhianat.

   Saat bom meledak untuk yang terakhir kalinya, Maria kecil tengah mengambang di lautan pasifik yang menghanyutkannya sampai ke sebuah negara kecil bernama Indonesia. Beruntung fisik dan mentalnya sangat kuat sehingga dia mampu bertahan meski berada diambang kematian. Kala itu dia tak takut mati sama sekali, kalaupun dia hidup, tak ada yang akan menjadi penopangnya; selain Tuhan.
  
   Maria yang sebatang kara dari negeri nun jauh disana. Tanpa ayah tanpa ibu tanpa sanak saudara, terdampar di pesisir selatan Indonesia. Kemudian sepasang tangan renta membopongnya menuju gubuk reot yang bahkan tak layak disebut rumah. Namun tempat itulah yang membuatnya tetap hidup sampai sekarang. Meski tangan renta itu tak lagi ada, baktinya akan terus tercurah untuk negara pemilik raga yang tua.

   “Bagaimana kalau misi yang ini kapten? Dua kasus pembunuhan yang sama, tapi berbeda lokasi. Yang satu terjadi di Malang, dan satunya lagi di Kalimantan. Sudah lebih dari dua tahun kepolisian setempat tidak bisa menemukan pembunuh ini. Bukti-bukti tidak ada, bahkan jejaknya tidak di temukan sama sekali” Sandi menyandingkan dua lapran yang dimaksud.

   Maria menyadari sesuatu dan langsung mencari beberapa laporan yang barusan dia baca, ditumpukan paling bawah “Lihatlah disini juga ada laporan serupa, pembunuhan yang terjadi di Bengkulu sudah tujuh tahun tidak ditemukan pelakunya” Maria meletakan laporan itu bersebelahan dengan dua laporan yang tadi diletakkan oleh Sandi, menggaris bawahi inti dan motif dari pembunuhan itu. “Dia membunuh korbannya dengan sangat sadis. Dan hanya memberikan satu jejak”.

   “Shadow!” ucap Sherly memutus pembicaraan Maria. Semua menoleh kearah Sherly, bahkan Sadam yang semula tiduran kini bangkit dari posisinya.

   “Bagaimana kamu tau? Bahkan sejak tadi kamu sibuk dengan laporanmu dan tidak memperhatikan kami sama sekali” selidik Sandi.

   Sherly meletakkan ketujuh laporan yang ada ditangannya, menjejerkannya satu persatu. “Bogor, Denpasar, Jambi, Surabaya, Cirebon, Tasikmalaya, Makassar. Bagaimana bisa ketujuh laporan yang berada ditanganku memiliki permasalahan yang sama”.

   “Tujuh?” Sadam terperanjat dan mengambil ketujuh laporan yang dimaksud Sherly. Menggeleng tidak percaya dengan apa yang di lihatnya saat ini. Semua laporan itu benar-benar memiliki motif yang sama. Pembunuhan sadis yang dilakukan oleh seseorang bernama Shadow.

   Sandi meneguk habis air minumnya kemudian menangkupkan kedua tangan dan meremas jarinya dengan pikiran yang penuh tanda tanya. “Saat aku masih menjadi mahasiswa psikolog, aku mendengar pembunuhan serupa di desa sebelah tempat aku tinggal. Dia menggantungkan tubuh korban itu di salah satu pemakaman desa, hingga sebagian kepalanya habis dipatuk oleh burung pemakan bangkai. Meskipun begitu, penuduk setempat masih mengenali sosok mayat tersebut. Dia adalah kepala mafia beberapa tahun yang lalu, untuk kemudian bertaubat dan menjadi penjual nasi rames di simpang jalan raya. Aku dengar pembunuh itu bernama Shadow, yang kupikir mereka telah menangkapnya” Sandi mengacak-acak rambutnya penuh frustasi.

   “Itu berarti sudah lebih dari sepuluh tahun dan mereka belum bisa menguak kasus ini. Mereka menutupnya dari awak media.  Dan aku yakin, Shadow masih berkeliaran di bumi ini. Dia ada dimana saja, bisa ada disini atau disana. Bahkan memungkinkan sebenarnya dia berada di sekitar kita, entah menjadi pedagang, pemulung, petani, atau bahkan polisi” sambungnya lagi.

   Maria dan kedua rekan lainnya menyimak fakta yang dituturkan oleh Sandi, dengan penuh ketidak percayaan. “Bagaimana bisa, seorang manusia biasa memiliki kemampuan sehebat itu. Benarkah dia hanya manusia biasa? Atau dia bersekongkol dengan sejenis makhluk gaib?” Sherly mulai berpikir ke hal yang mustahil.

    “Kita tidak bisa memutuskan sesuatu sebelum benar-benar mengetahuinya. Sepertinya orang yang satu ini tidak bisa kita anggap biasa” Maria mulai angkat suara “Kita ambil kasus ini, Sadam mulailah merancang strategi, mengingat lawan yang kita hadapi adalah orang yang cerdik, pastikan langkah yang kita ambil tidak terbaca olehnya.

    "Sherly hubungi pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus ini, gali informasi sebanyak mungkin dan suruh mereka menyiapkan beberapa agen terpercaya untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu. Dan Sandi, ikut denganku menemui keluarga mantan mafia yang tewas itu. Meski sudah lewat bertahun-tahun yang lalu, tidak ada salahnya kita mencari sedikit informasi disana. Dan jika kamu melihat seuatu yang ganjil saat menjalankan tugas ini, jangan sungkan-sungkan untuk mengutarakannya. Memang di era modern seperti ini sudah tidak jaman mempercayai hl-hal semacam itu, tapi kita tidak bisa menyangkal jika tenyata hal seperti itu memang nyata adanya.

   “Baiklah kita bertemu lagi dua belas jam dari sekarang!” Maria menutup diskusi perdana misi ini. Tidak perlu diucapkan dua kali, semua bergegas menjalankan tugas masing-masing.

                                             ***

Jangan lupa vote, komen dan kasih masukannya ya.
Salam hangat.

Ky

SHADOW Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang