Bab 1 : Pertemuan Klasik

4.7K 397 16
                                    

Kala itu, aku sedang terjebak di dalam perpustakaan. Tidak dalam artian yang sebenarnya, sih. Yang ku maksud terjebak di sini adalah aku harus merelakan separuh malamku untuk mengerjakan tugas dari dosen yang harus dikumpulkan tiga hari lagi.

Memang cukup menyebalkan, lagi pun sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam dan tugasku masih tersisa seperempat lagi untuk tahap revisi.

Niatnya ingin mengambil satu buku lagi untuk referensi yang sempat terlupakan olehku. Tapi, belum sempat aku mengambil langkah ketujuh, aku menabrak sesuatu yang ada di depan ku. Atau mungkin seseorang?

"Ah, maaf."

Aku mengangkat kepalaku dan menemukan sesosok pria bersurai oranye dengan beberapa earrings di telinganya.

Tidak yakin juga, sih. 'Kan aku yang menabraknya lebih dulu. Kenapa juga ia yang meminta maaf?

"Tidak. Maksudku, bukan. Harusnya aku yang bilang begitu. Maaf sudah menabrakmu."
Ujarku seraya membungkukkan badan.

Ia tersenyum sampai matanya membentuk garis lurus yang, ugh manis sekali.

"Tidak masalah," Ia mengangguk sekilas lalu melihat keadaan sekitar. "sudah larut, kau tidak pulang?"

Aku mengerjap. Agak kaget juga diberikan pertanyaan seperti itu oleh orang asing yang sayangnya cukup tampan.

"Eh? Ah anu itu, aku sedang mengerjakan tugas."

Ia terkekeh dan matanya hilang lagi. "Hei, jangan gugup seperti itu," Pria bersurai oranye itu kemudian menjulurkan tangannya, menatapku penuh minat lalu berujar, "aku Park Jimin. Kurasa kita sama-sama harus menginap di sini karena tugas."

"Dan, ya, kurasa aku pernah melihatmu. Apa kita satu jurusan?"

Canggung. Itu yang aku rasakan saat ini. Jujur saja, aku tak pernah diajak berkenalan dengan pria seperti ini sebelumnya. Aku bahkan tidak memiliki teman pria. Jangankan teman pria, teman wanita saja aku hanya punya satu.

Cukup ragu aku menerima uluran tangannya itu. Rasanya lembut dan ibu jariku dapat merasakan urat-urat yang ada di balik punggung tangannya.

"Ahn Yeseul. Ya, aku juga sering melihat mu bersama Si Surai Cokelat itu."

Lagi dan lagi, ia kembali tersenyum manis padaku. Dia ini senang tebar pesona atau bagaimana, sih?

"Namamu cantik."

Sedang merayu, ya?

Aku bingung. Apa yang harus aku katakan padanya? Aku belum pernah mendapatkan kalimat seperti itu sebelumnya dari pria. Salahku juga, sih yang tidak pandai bergaul.

"Terima kasih, tapi maaf aku harus melanjutkan tugasku. Permisi."

Aku melenggang pergi begitu saja, mengambil buku referensi tebal di rak paling bawah lalu kembali duduk di kursiku untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan. Tidak kuat juga rasanya kalau berlama-lama dengan seorang pria.

Jimin masih geming pada posisinya. Entah hal apa yang ia pikirkan, aku berusaha untuk mengabaikannya.

Manis, tampan, tapi agak aneh. Tidak mungkin aku tertarik pada pria seperti itu, 'kan? <>

BETOVEREN | √ |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang