Chapter 5

17 1 0
                                    

Di novel-novel yang kubaca, setelah tokoh utama patah hati ditinggal kekasihnya, sering tertulis "Tiga bulan kemudian...", lalu kisah dilanjutkan dengan adegan tokoh utama berkenalan dengan orang baru atau lama-lama jatuh cinta pada sahabatnya, atau malah kekasihnya yang sudah pergi datang kembali. Aku tak mengerti bagaimana seseorang bisa menulis "Tiga bulan kemudian..." dengan entengnya. Malah ada yang "Dua tahun kemudian". Apa yang dilakukan tokoh itu selama tiga bulan? Bagaimana cara Ia bertahan hidup menjalani dua tahun ini?.

Mika tak pernah menghubungiku lagi. Berjam-jam kuhabiskan dengan memelototi layar ponselku, Tapi tak ada satupun telpon atau pesan darinya. Lalu tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Jantungku berdetak lebih cepat dan aku langsung meraih ponselku. Tapi bukan nama Mika yang muncul dilayar ponselku melainkan Rico.

"Hei Nat". Terdengar suara Rico diujung sana.

"Hei Co". Aku bertanya-tanya dalam hati apa maunya Rico menelponku. Sudah hampir tiga tahun aku dan Rico tidak saling mengontak. Kabar terakhir yang kudengar, Setelah lulus kuliah, Rico bekerja di Surabaya.

"Gak apa-apa, Cuma mau ngucapain selamat aja. Bentar lagi kamu mau lulus kan?". Aku memejamkan mata, berusaha membayangkan Rico di Surabaya, tapi tak berhasil. Mungkin aku telah total melupakannya.

Iya nih. Kamu masih di Surabaya?". Tanyaku.

"Iya dong". Rico terdiam sejenak. "kamu... masih sama Mika?". Rico tahu betul kalau aku begitu menyayangi Mika. Mungkin Rico berpikir kalau sekarang aku berpacaran dengan Mika. Aku hanya diam, tak tahu harus menjawab apa.

"Gak apa-apa kok Nat. Aku juga udah pacaran sama orang lain". Kata Rico seakan tahu kegundahanku.

"Wah, bagus deh Co", Aku berkata lega. "Aku ikut seneng kalo kamu seneng". Dan itu memang benar. Rico cowo yang baik. Ia patut mendapatkan kebahagiaan.

"Yaudah kamu jaga diri baik-baik ya. Take care Nat". Aku melamun beberapa saat setelah menutup telpon. Aku dan Rico melanjutkan jalan hidup kami masing-masing. Dulu aku selalu bersama dengannya, tetapi kini aku sudah nyaris melupakannya. Hal itukah yang akan terjadi padaku dan Mika nanti? Mungkinkah suatu hari nanti aku benar-benar bisa mencintai orang lain dan total lmelupakan Mika?.

Ditengah kesepian dan rasa rinduku pada Mika yang menggunung, sempat beberapa kali aku terpikir ide gila. Kalau aku kecelakaan dan masuk rumah sakit, masa sih Mika tidak akan datang menjengukku? Atau sekalian saja aku kena penyakit mematikan seperti di film-film. Mungkin kalau aku mati, Mika baru menyesal dan menyadari bahwa aku adalah cinta sejatinya. Oke, aku jadi takut sendiri. Mulai gilakah aku?. Lalu tiba-tiba saja ponselku berbunyi lagi. Mika, please Mika! Aku memohon dalam hati. Tapi ternyata Ghali.

"Hallo nat". Sapa Ghali dengan hangat.

"Hai Ghal". Aku membalas hangat sapaan Ghali.

"Nat gue didepan rumah lo nih, keluar dong". Sejujurnya aku sedikit males untuk menemui siapapun saat ini selain Mika, Ya! pikiranku hanya dipenuhi Mika. Tapi jarak rumah Ghali dengan rumahku sangat jauh dan rasanya tidak tega kalo membiarknannya pulang begitu saja. Jadi kuputuskan untuk menemuinya.

"Lo kenapa? Lagi mumet ya?". Rupanya sejak tadi Ghali memperhatikanku. Aku tak bisa menyembunyikan raut wajahku yang kusut dan kantung mataku yang membengkak.

"iya nih, gak tau kenapa". Jawabku seadanya.

"Nat malem ini lo ada acara gak? Ikut gue aja yuk! Ke Evergreen Night". Ajak Ghali.

"Evergreen Night apaan sih?". Tanyaku.

"Live music, lagu-lagunya jadul gitu, trus ada tempat narinya juga. Wuih! Seru deh Nat ngeliatin om-omo dan tante-tante nari. Kalo lagi mumet dateng aja ke Evergreen Night dijamin plong deh." Jelas Ghali.

Sampai Kapan? [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang