Chapter 7 [End]

30 0 0
                                    

Kalau dulu aku bilang aku tak mengerti bagaimana seorang pengarang penulis dapat menulis "tiga bulan kemudian", kini aku memahami maksudnya. Sejak Mika meninggalkanku, tak ada hal penting dalam hidupku untuk yang bisa diceritakan. Hari-hari kujalani tanpa benar-benar merasakan apapun. Aku seperti selongsong tubuh kosong tak bernyawa. Seakan jiwaku ikut pergi bersama kepergiannya.

Aku menjalani setiap hariku dengan berat. Setiap jam bahkan detik terasa menyiksa, karena tak ada satu pun tarikan napas yang terlewatkan tanpa membuatku teringat Mika. Perkuliahanku sudah selesai, tinggal menunggu wisudaku satu minggu lagi. Setelah hampir empat bulan aku menyusun skripsi dan revisi beberapa kali akhirnya aku dinyatakan lulus dengan nilai yang baik.

Malam-malam kulewati dengan menangis sampai tertidur. Lalu pukul dua pagi terbangun lagi, karena dulu setiap hari Mika menelponku hingga subuh. Aku menatap layar ponselku yang kosong membisu, dan menyadari bahwa Mika tak akan menelpon. Tak akan pernah lagi. Tangisan itu pecah kembali, menusuk dadaku begitu dalam sampai kupikir aku tak akan kuat menanggungnya.

Aku boleh menangisinya sampai kelelahan, tapi Mika tak perlu tahu tentang hal itu. Aku takkan membiarkannya mengetahui betapa aku kehilangannya, betapa aku merindukannya. Aku masih punya harga diri. Jadi aku pura-pura sudah melupakannya. Di Instagram, aku sengaja mengunggah foto-foto ceria dan menulis caption riang seperti orang sedang jatuh cinta. Aku juga sengaja mengunggah fotoku dengan Ghali. Dalam hati aku tahu siasatku bodoh dan kekanak-kanakan, tapi aku ingin Mika menyadari bahwa aku bisa bahagia tanpanya.

Aku masih rutin pergi ke Evergreen Night dengan Ghali. Hanya di situ aku bisa meluapkan semua kekecewaan, semua kemarahan, dan rasa muak akibat penantian. Bersama Ghali aku melompat-lompat, merai, berputar-putar, dan bernyanyi keras-keras. Aku sudah lumayan bisa menari sekarang. Setidaknya sekarang gerakan tarianku lebih enak dilihat, tidak Cuma asal-asalan melompat. Setiap kali lagu Are You Lonesome Tonight? Dimainkan, aku memilih duduk. Tapi kali ini Ghali memaksaku untuk ikut berdansa dengannya. Dalam benakku muncul angan-angan, mungkinkah suatu hari nanti aku bisa berdansa dengan Mika seperti ini?. Tapi buru-buru kulepaskan beban yang menggayuti pikiranku. Tiga jam Evergreen Night adalah waktu-waktu yang langka, saat aku bisa mengenyahkan Mika dari benakku. Tapi sebagian besar waktu tetap kuhabiskan dengan memikirkannya.

Saat lagu are you lonesome tonight? Mengalun, para Om dan Tante menggandeng pasangan masing-masing dan mulai melangkah. Aku berbalik, hendak kembali ke tempat duduk. Tapi Ghali menahanku. Lalu ada seorang pelayan membawakan sebuket bunga merah yang kemudian Ghali menyerahkan buket bunga itu kepadaku.

Ghali adalah cowok yang baik, bahkan Ia bersedia menungguiku saat aku bilang mau potong rambut di salon. Aku merasa tak enak memanfaatkan kebaikannya, padahal tak ada yang bisa kujanjikan padanya.

"Ghal...". Entah apa yang harus ku katakan padanya.

"Gak apa-apa, Nat". Lalu Ghali menaruh tanganku dibahunya dan kami mulai berdansa. Seluruh pengunjung Evergreen Night mulai bertepuk tangan. Semua orang membicarakan betapa beruntungnya aku punya Ghali yang begitu romantis.

Tak ada yang tahu bahwa sosok lain yang terbayang di benakku saat berdansa dengan Ghali. Tapi aku tahu dan rasanya menyakitkan. Aku hanya mendesah, menyesali ironi kehidupan. Aku menyakiti orang yang mencintaiku dan mencintai orang yang menyakitku. Aku hanya berharap, suatu hari nanti aku dapat sungguh-sungguh melupakan Mika dan bisa mencintai Ghali seutuhnya.

**********

Akhirnya 14 Agustus tiba juga, hari dimana aku wisuda. Sekitar lima ratus dua puluh mahasiswa dan mahasiswi Universitas Permata Negara dari segala jurusan sudah berkumpul dia Aula lengkap dengan pakaian toga. MC mengucapkan selamat datang kepada kami semua. Serangkaian upacara wisuda siap dilakukan, dari mulai para Senat yang mamasuki aula, berbagai sambutan dan disusul dengan persembahan lagu Indonesia Raya dan Mars Universitas Permata Negara. Yang terakhir penyerahan penghargaan wisuda yang dilakukan oleh rektor.

Acara hari ini sukses! Dengan perasaan campur aduk aku berpelukan dengan Fanny dan teman-temanku yang lain. Kami berfoto-foto, berteriak-teriak, berjanji akan tetap saling mengontak.

Mama menghampiriku dan memelukku erat, "Selamat ya sayang, Mama bangga sama kamu".

"Makasih ya Ma". ku balas dengan lembut pelukan Mama, tak lupa dikecupnya kedua pipiku serta keningku. Disusul dengan Papa yang ikut memelukku. Sepertinya Beliau sempat menangis karena terlihat jelas matanya yang memerah dan agak bengap. Dan Ka Rendy yang memberikan ku sebuket bunga. Kali ini Ia tidak berani mengacak-acak rambutku karena rambutku disanggul.

"Hai.. Nat selamat ya". Sapaan hangat Ghali yang tiba-tiba Ia ada disini juga. Membawa sebuket bunga dan boneka Teddy Bear kecil lalu memberikannya kepadaku.

"Thanks ya Ghal". Aku membalasnya dengan senyuman.

Aku memandang sekelilingku. Siapa tahu tiba-tiba terjadi keajaiban dan Mika muncul disini juga, tampak ganteng dengan kemejanya yang digulung ke siku dan senyum khasnya mereka diwajahnya. Tapi tidak, Ia tidak disini. Ketidakhadirannya di hari terpenting dalam hidupku telah menjawab semua keraguanku tentangnya. Ia memang tidak perduli padaku. Mengucapkan selamat pun Ia tidak. Padahal aku sudah memberitahunya.

Aku menarik napas sedalam mungkin "Ma Pa Ka Rendy, kenalin ini Ghali pacar Natya". Semoga aku membuat keputusan yang tepat...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sampai Kapan? [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang