Bagian Tujuh

20 20 0
                                    

"

Sungguh, betapa bersyukurnya aku bisa berkesempatan menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan bersama dengan sahabat dan orang terkasih.

Terima kasih Tuhan.

"

...

Aku, Amdal dan Arya memutuskan akan menghabiskan waktu liburan untuk mendaki gunung. Salah satu gunung yang akan kami daki ialah Gunung Prau, yang berlokasi di Wonosobo, Jawa Tengah. Gunung setinggi 2.565 mdpl (meter di atas permukaan laut) ini adalah gunung pertama yang akan kudaki, termasuk juga dengan Arya, tetapi tidak untuk Amdal. Sebab, tempat itu adalah kampung halamannya yang katanya sejak libur SMA dulu, dia sering mendaki gunung tersebut. Bahkan bukan hanya Prau: Kembang, Sindoro, Sumbing, Merapi serta Merbabu juga pernah dia tapaki.

Pasalnya, keenam gunung tersebut masih dekat dengan rumahnya. Gunung tersebut aku menyebutnya sebagai 'Gunung Satu Komplek' karena ya memang saling berdekatan. Jika gunung-gunung tersebut dilihat dari ketinggian Prau: Sindoro berada diposisi terdepan, di bawahnya terdapat gunung Kembang (anak gunung Sindoro), di belakang Sindoro terdapat gunung Sumbing, di belakangnya dan agak jauh yang posisinya hampir menyerong terdapat gunung Merapi dan Merbabu.

Ide perjalanan ini bermula dari keisengan Arya yang sedang melihat-lihat postingan instagram mengenai gunung yang indah dipandang mata.

"Bagus nih, kapan ya bisa naik gunung kayak mereka.." Arya menggulir layar ponselnya pada postingan yang dilihatnya. Amdal yang mendengar gumaman Arya, menyahut.

"Setelah UTS, gimana..?" sontak aku menoleh ke arahnya yang sedang duduk mengerjakan tugas, begitu pun dengan Arya dan diabaikannya ponsel yang masih digenggam.

"Serius..?" Arya memastikan. Amdal mengangguk. Aku melihat mereka berdua dari kasurku.

"Prau. Dua ribu lima ratus enam puluh lima mpdl. Nggak terlalu tinggi, tapi pemandangannya.... wah.. subhanallah..." jalasnya sambil membayangkan gunung tersebut.

"Boleh sih Dal, tapi untuk biaya di sana..."

"Tenang." Amdal menimpali perkataanku.

"Di sana kampung halamanku. Masalah perut, biar keluargaku yang tanggung.." katanya mantap.

"Oke, sepakat. Kita berangkat!" kata Arya bersemangat.

"Tunggu-tunggu..." mereka menatapku.

"Kalo aku ajak Ella, boleh?" Arya dan Amdal saling tatap lalu menyengir.

"Boleh. Asal jangan mesum!" tukas Amdal, lalu mereka terbahak.

...

Diskusi Hangat,

Tepat pada bulan November, kami bertiga serta Ella akan berkumpul di salah satu warung makan dekat kampus. Awalnya, kami ingin berkumpul di indekos, namun karena peraturan dari Pak Auf tidak boleh membawa wanita ke dalam indekos, maka kami urungkan. Kebetulan juga, Ella mengajak kedua temannya turut ikut pada pendakian Prau ini. Tidak apalah, hitung-hitung untuk menemaninya agar tidak wanita seorang diri.

Secangkir kopi milik Amdal hampir habis. Diseruputnya kembali kopi itu setelah dia berhenti mengetik tugasnya. Mungkin melepas lelah. Arya yang masih saja tenggelam oleh dunia maya, tak sadar jika es jeruknya baru saja kuhabiskan.

"Loh, kok minumanku habis. Bocor ya..?" dia melihat gelas minumannya yang telah kering dan menyisakan es batu saja. Di raba-rabanya meja tersebut.

"Iya bocor. Tapi bocornya ke sini..." aku mengelus-elus leherku. Amdal hanya menyengir.

Merpati yang Terbang, Tak Kembali Pulang [SUDAH TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang