Prolog.

129 27 0
                                    

Aku menatap matamu lamat-lamat yang tampak kesedihan. Perlahan air mata mengalir dari matamu. Aku menyeka air matamu itu. Kukecup keningmu dan ku peluk hangat tubuhmu. Kau masih terdiam. Hanya isak yang terdengar dari bibir manismu. Juga suara jangkrik yang bersahut-sahutan direrumputan.

Hujan masih saja membasahi tubuh kami. Membasahi rerumputan di taman. Kuucapkan kata didekat telingamu 'MAAF'. Hanya satu kata yang bisa terucap dari bibirku yang semakin bergetar, menggigil kedinginan. Kau tidak menjawabnya. Tak apa. Aku mengerti.

Kulepas pelukanku. Menatap matamu sekali lagi. Penuh kesedihan dan kekecewaan yang mendalam. Isak masih terdengar samar-samar. Tak lama bibirmu mengucapkan kalimat untuk menyudahi pertemuan kita.

"Maaf, aku tidak bisa. Kamu boleh pergi sekarang."

Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis dibibirku. Ini adalah titik akhir dari hubungan kita. Mungkin. Jika saja waktu bisa kuulang. Kejadian ini tidak akan pernah terjadi di hadapanku. Aku menyesalinya.

Kuraih tali ranselku. Menggendongnya pada pundak. Lalu pergi meninggalkanmu bersama hujan. Melangkah dengan penuh ketidakpastian. Kamu masih memandangiku, hingga aku tidak terlihat - tertutupi oleh kabut tebal setelah hujan reda.

---------------------------------------

Hai, teman-teman. Follow saya untuk terus mendapatkan notifikasi mengenai kisah 'Merpati yang Terbang, Tak Kembali Pulang'.
Jangan lupa untuk memberi vote dan komentar ya. :-)
Terima kasih.

Merpati yang Terbang, Tak Kembali Pulang [SUDAH TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang