33. Rindu dan Cemburu

804 32 0
                                    

"Dia merubahmu. Kau merubahku. Kita berubah meninggalkan satu hal yang tetap sama. Rasaku padamu, rasamu padaku. Ini semua tentang perjalanannya, Cinta Kita"

Randi Wijaya

"Apa gw udah bisa masuk?"

Randi melipat tangannya di dada sambil menatap datar sepasang manusia di depannya.

Diva yang masih mematung hanya bisa mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia masih shock akan kedatangan Randi yang tiba-tiba.

Faiz melirik Diva yang terlihat menggemaskan dengan wajah bingungnya. Dia tersenyum tipis kemudian menoleh pada Randi.

"Sebenarnya kita masih butuh waktu berdua. Masih banyak yang mau kita bicarain" Faiz berbicara dengan nada tenang sambil sesekali melirik Diva yang masih bengong.

"Ya udah, kalo gitu gw pergi" Randi melihat Faiz sebentar kemudian mengalihkan perhatian pada Diva yang masih bengong. Kalau bukan karena gengsi mungkin dia akan dengan senang hati berlama-lama menikmati ekspresi Diva yang seperti itu.

"Hmm... " Faiz berdehem melihat Randi yang masih berdiri di tempatnya. 'Katanya mau pergi, ck' batin Faiz.

Randi tidak sadar sejak tadi dia memperhatikan Diva dan mengabaikan Faiz. Deheman Faiz membuatnya harus menahan malu. Tapi bukan Randi namanya kalau tidak bisa menutup semua itu dengan wajah datarnya.

"Kayaknya urusan lo lebih mendesak. Ya udah gw yang ngalah" Faiz berdiri. Dia mengulum senyumnya.

"Woii.. sadar! lo bengong ampe ngeces " Faiz menepuk jidat Diva. Diva kaget melirik kesal Faiz tapi sedetik berikutnya mulai salah tingkah. Faiz terkekeh melihat ekspresi gelagapan Diva. Kemudian dia berjalan keluar kamar tapi berhenti sebentar disebelah Randi.

"Jangan egois. Denger dan pikirin dengan baik-baik. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya" Faiz menepuk pundak Randi, tersenyum tipis kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

Randi mengerti maksud dari ucapan Faiz. Dia sempat mengangguk sebelum Faiz berlalu.

'Sepertinya mulai sekarang gw benar-benar harus move on' Faiz menghela napas berkali-kali sepanjang perjalanan ke ruang keluarga.

.

"Ga usah panik gitu" Randi berjalan mendekati Diva.

"Lo kok bisa disitu? sejak kapan?" Diva berusaha berbicara setenang mungkin. Tapi ekspresi wajahnya tetap tidak bisa berbohong kalau dia sedang panik.

"Bisalah, gw punya kaki. Dan gw udah dateng dari mulai adegan nangis-nangis" Randi tetap berbicara tenang dengan tatapan tak pernah beralih dari wajah Diva.

"Ohh.. tapi... lo bisakah ga natap gw kayak gitu?" Diva menunduk untuk menghindari tatapan Randi. Wajahnya merona ditatap intens seperti itu.

"Kenapa? Grogi?" Randi tersenyum tipis.

"Siapa yang grogi?!!" Diva sedikit berteriak tertahan. Dia makin malu dengan reaksinya yang sangat terlihat grogi.
"Gw cuma ga nyaman" Diva menambahkan.

"Ya udah, kalau gitu jangan nunduk. Gw mau ngomong serius, sekarang tatap gw" Randi menarik dagu Diva untuk menghadapkan wajah Diva kepadanya.

"Masalah waktu itu?" Diva bertanya pelan

"Bukan. Gw udah dapat jawabannya kalau yang itu" Ucapan Randi membuat Diva menatapnya dengan wajah bertanya.

"Gw dengar omongan kalian tadi. Lumayan banyak informasi baru yang gw dapat dan semuanya udah ngejawab pertanyaan itu"

Diva's Love Story (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang