Virga:
n (Geo)
Hujan yang turun sedikit sekali dan menguap sebelum sampai ke bumi.Masih dengan engkau yang selalu memperlakukanku tak ubahnya perempuan bodoh tak berguna.
Di tahun 2019 ini, 8 tahun setelah engkau menghilang begitu saja. Aku melihatmu duduk di plasa sebuah perusahaan, penyedia jasa internet ternama.
Aku tak menyangka bertemu denganmu di tempat yang tak dinyana. Beginikah perasaan bertemu mantan perdana?
Ingin rasanya menyapa dan bertanya kabarmu duhai mantan perdana. Tetapi terlalu lucu menyapamu yang pergi berlalu.
Entah tersentuh Abrasi atau Ablasi. Aku masih ingat bagaimana baitmu sebelum menghilang tanpa tahu kapan kembali.
Ke masa lalu, tahun 2011, masih dengan lara atas mulut berbisa. Engkau yang telah berpindah jenjang meninggalkan aku dengan segala harap yang begitu panjang.
Kau menghilang begitu saja, berbulan-bulan hingga menyentuh 1 November 2011 ketika aku memutuskan mendua. Sebab engkau pergi tanpa pamit, engkau pergi tanpa memisah.
Engkau layaknya Virga, hujan yang datang sedikit tetapi menguap. Tak sampai tersentuh olehku yang selalu penuh harap, melihatmu dengan lekat sebuah tatap.
Sempat aku mencarimu, berharap ada jawab sebelum aku mendua dengan cara yang kurang beradab.
"Aku harus fokus ke sekolahku, sekolah di sini pulang sore dan harus belajar rajin."
Katamu waktu itu ketika aku menemukanmu dan aku, apa aku pernah menuntut waktu berlebih? Sekedar dengar suaramu saja membuatku lupakan pedih. Tetapi kau pilih menancapkan perih.
Tak masalah bagiku meski aku ingin selalu mencarimu. Tetapi maafkan, kepergianmu yang tanpa kepastian itu cukup menyakitkan. Aku selalu ingin lari, tidak lagi mempertahankan hati.
Sepanjang kau menghilang sebelum aku mendua, terkadang kudengar bait menyakitkan tentang engkau yang lebih dulu mendua. Tetapi ketika kutanya, hanya ada laporan tunda di balik layar kuning si Nokia.
Hingga muncul gebu ingin menyusulmu, sekolah di tempatmu usai menghadapi segala ujianku nanti di ujung waktu putih biru. Aku berjanji akan mencarimu, mencari apa yang sebenarnya membuatmu hilang tak bermutu.
Bahkan meski aku mendua, bukan, aku tidak mendua, hanya mengulang kisah yang sempat kau penggal dengan Sang Ketua. Sejujurnya aku anggap dirimu telah tiada, uapnya saja tidak pernah kurasa jika engkau benar-benar Virga.
Aku hanya ingin tahu apa alasanmu menghilang tanpa berpamitan. Kau datang mengetuk, pergi tanpa pamit.
Setidaknya jika engkau pergi dengan memutus, dengan mengatakan bahwa cinta telah pupus, mungkin aku berjalan lurus. Tak ada kata mendua, sebab engkau telah meninggalkanku sebelumnya.
"RNR, dia punya cewek lain, anak Paskibra. Kamu yakin masih pacarnya?"
Sudah sekian kali manusia yang mengaku peduli tetapi esok ia diselimuti iri hati, hingga setiap waktu mencederai. Dia selalu menceritakan tentang buruknya dirimu yang sebenarnya semakin membuatku terlihat bodoh untuk mempertahankanmu.
RNR itu engkau, si kepala berkapasitas besar, mulut bervirus dan nol tata krama dalam bertamu. Laporan tentang silat lidahmu, hilangnya dirimu, liciknya taktikmu, semua masih kudengar bahkan ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak lagi menjabat.
Di tahun politik yang penuh intrik, aku sungguh benci bagaimana caramu menghilang. Sesekali kau muncul dan seolah ingin mengulang. Sayangnya, aku tak ingin kembali pada kebodohan seorang petualang.
Meninggalkan tanpa pamit pun tanpa sebuah tatap ialah kesalahanmu yang kuratap. Meski sejujurnya lebih pilu mendengar bisa dari mulutmu.
Sekarang, kisah bodoh itu hanya kenangan lucu bagiku. Tidak akan lagi ada pengharapan untuk kembali. Sebab kebodohan tidak untuk diulang beberapa kali.
Karanganyar, Januari 2019
Aku yang bertemu di hari yang lalu
.
.
.
Artilery Chandrassa Agni
KAMU SEDANG MEMBACA
Disgrafia
Non-FictionSebab lara yang kau beri tak mudah pergi, maka meski sulit izinkan aku untuk berbagi, berharap kering luka hati. Sebab lara yang kau beri begitu pekat, maka izinkan aku bercerita laksana babad luka yang melekat. Sebab lara yang kau beri begitu dal...