10. Basket

214 22 7
                                    

Sama seperti hari-hari sebelumnya, Astero tengah berjalan menuju sekolah. Gadis itu memang lebih suka berjalan ketimbang naik angkutan umum saat berangkat sekolah. Karena menurutnya hal itu lebih menyenangkan ketimbang berdesak-desakan dalam kendaraan roda empat tersebut.

Dengan membawa dua buah buku paket, Astero berjalan santai menuju pelataran SMA. Lingkungan SMA yang sepi membuat oksigen secara leluasa bisa Astero hirup.

"Jangan dihirup semua, ntar seisi sekolah cuman kebagian karbon dioksidanya." Astero menoleh saat mendengar suara khas dari seseorang.

Gadis itu tersenyum saat iris matanya mendapati Alino tengah memasuki gerbang sambil menenteng sepatu olahraganya.

Cowok yang kini tengah memakai jersey kebanggaan milik anak basket SMA itu berjalan mendekati Astero.

"Kok pakai jersey bakset, kak? Mau tanding?" Alino mengangguk. "Iya. Gue disuruh gantiin salah satu anak basket yang tergabung dalam grup inti."

Alino mengalihkan tatapannya, "Kalau gue tanding nanti, lo harus lihat ya! Gue tunggu pokoknya."

Astero mengangguk, "Iya, kak. Pasti."

"Gue duluan ya, Ter. Gue tunggu kehadiran lo di lapangan nanti siang" ucapnya sebelum akhirnya sosok Alino menghilang di balik gedung tiga.

Astero tersenyum. Gadis itu menatap sejenak gedung tiga tempat kelas Alino berada, sebelum akhirnya ia melanjutkan langkahnya menuju ke gedungnya.

***

"Semoga kita kita bisa menang. Taktik yang udah kita susun semoga bisa berhasil."

Diego mengangguk. Cowok itu menyetujui ucapan Ezo. Cowok berperawakan tinggi itu menoleh ke arah Diego, "Kita percaya sama lo. Sukses kapten!" Diego mengangguk.

Setelahnya cowok itu meminta semua anggota untuk berkumpul. "Udah datang semua?!"

"Belum. Tinggal Alino doang."

Diego mengernyit, "Alino? Alino siapa?"

"Dia yang ngegantiin Aleevo buat tanding hari ini." Diego terdiam. Cowok itu baru teringat bahwa salah satu anggotanya tengah mengalami patah tulang karena cidera saat tanding beberapa hari yang lalu di SMA sebelah.

"Kita tinggal----"

Belum selesai Diego berbicara, Alino sudah memotong ucapannya. "Enggak perlu. Gue udah dateng."

Diego menoleh. Tatapan tajam Diego bertambah apalagi saat matanya mendapati seorang gadis yang tengah berjalan di sampingnya.

Dia, kan----.  Kenapa dia berada di sebelah Alino? Apa hubungannya gadis itu dengan Alino?

Diego menghela napasnya kasar. Cowok itu mendekat ke arah Alino, "Gue enggak suka cowok yang enggak konsekuen. " Diego menjeda kalimatnya sejenak, "---dan gue menyesal karena ngasih kebebasan buat Aleevo untuk  mencari penggantinya. Karena sejatinya penggantinya itu------sama sekali bukan orang yang tepat." Diego melirik ke arah Astero sebentar, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan kedua orang tersebut.

Astero menghela napas. Ada sedikit rasa penyesalan dalam hatinya karena sudah menyukai cowok seperti Diego. Cowok itu sama seperti dulu. Suka menghina orang, dan suka seenaknya sendiri.

Termasuk juga---dengan tanpa perasaan dia menyakiti Astero. Dan meninggalkan jejak mendalam di hati gadis itu.

Karena sejatinya Diego sama sekali tidak tahu bahwa rasa sakit yang di alami orang yang baru saja berpacaran akan lebih sulit hilang ketimbang ditinggal puluhan mantan.

Dan Diego juga tidak tahu bahwa penyesalan tak akan menarik kembali waktu yang pernah hadir dalam hidup seseorang.


Malang, 27 Januari 2019

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asteroica MulattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang