Lelah karena terlalu lama menunggu, akhirnya Astero berjalan di pinggir jalan. Memang benar kata Alino tadi, jika angkutan umum akan sangat sulit di dapatkan saat sore seperti ini. Apalagi langit sudah sangat mendung. Mungkin tak lama kemudian hujan akan turun membasahi bumi.
Sambil mengusap keringat yang menetes di dahinya, Astero terus saja berjalan di pinggir jalan. Beberapa kali juga gadis itu berhenti karena merasa lelah. Tapi tetap saja, rasa lelahnya tak kunjung mereda.
Dengan map yang Astero tenteng di tangan kanannya, gadis iru terus berjalan menyusuri jalan.
Sepi.
Tak ada angkutan umum sama sekali. Astero menghela napas. Mungkin ia akan berjalan lagi ke rumahnya.
Saat berada di depan sebuah gang, tak jauh dari posisinya sekarang, gadis itu mendapati seorang siswa yang dikeroyok beberapa siswa.
Gadis itu menyipitkan matanya. Kalau dilihat dari seragamnya, Astero tahu kalau siswa yang tengah dikeroyok itu adalah anak satu sekolahnya. Tapi gadis itu tak bisa melihat dengan jelas siapa orang tersebut.
Perlahan tanpa gadis itu sadari, ia semakin melangkah mendekat. Hingga kemudian mata gadis itu melebar saat mendapati seseorang yang kini sudah babak belur dan terkapar di tengah jalan itu.
Astero buru-buru mendekat. Benar dugaannya kalau korban pengeroyokan itu adalah---mantannya sendiri. Diego.
Astero berjongkok di dekat cowok itu. Wajah Diego dipenuhi dengan memar dan luka. Bahkan, sudut bibir cowok itu juga berdarah.
Astero menutup mulutnya tidak percaya. Rasa kemanusiaan yang ia miliki muncul saat melihat orang yang pernah singgah di hatinya itu tengah terluka. Meskipun cowok yang ada di hadapannya ini tengah melukai hati dan menggoreskan luka yang entah kapan bisa hilang, tapi Astero tetap tidak tega melihat kondisi Diego sekarang.
Astero menatap sekitar. Lagi-pagi pemandangan sepi yang ia dapatkan. Duh, gadis itu jadi kebingungan sendiri.
Perlahan ia memegang bahu Diego dan mengguncangnya pelan. Tak ada respon apapun dari Diego. Hingga kemudian cowok itu membuka salah satu matanya yang membiru.
"Ma-n-tan," ujarnya dengan suara yang tertatih. Cowok itu mengangkat salah satu sudut bibirnya, lalu tersenyum ke arah Astero.
Bukannya bahagia mendapat senyuman dari Diego, Astero malah semakin kebingungan. Apalagi saat melihat kondisi tubuh cowok itu yang kian detik kian melemah.
Akhirnya, Astero memutuskan untuk membawa cowok itu ke rumah sakit. Dengan kekuatan yang ia punya, Astero memapah Diego dengan sangat pelan. Gadis itu agak sedikit kerepotan karena beban tubuh Diego yang lebih berat dari tubuhnya.
"Man-tan" Astero tak menggubris perkataan Diego. Gadis itu juga acuh saat dirinya menjadi bahan tatapan mata cowok itu.
"Man-tan, gue sa--yang sama lo!"
Deg.
Mendengar ucapan Diego, Astero langsung menoleh. Iris mata gadis itu langsung bertemu dengan iris mata Diego.
Tapi sedetik kemudian, Astero langsung memutuskan kontak matanya dengan Diego. Gara-gara menatap mata cowok itu, Astero kembali merasa tidak karuan.
Tidak. Gadis itu tak boleh merasa suka dengan Diego. Dia harus move on. Astero hanya berempati karena melihat keadaan Diego yang dilihatnya cukup tragis.
Ya. Astero sudah bertekad tidak akan menyukai Diego lagi. Ia harus melupakan rasa sukanya karena ulah cowok itu sendirilah yang sudah melukai hatinya begitu dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Asteroica Mulatta
Roman pour AdolescentsBiarkan aku mencintaimu dengan caraku sendiri. Mungkin hubungan kita sudah berakhir dan ditelan oleh waktu, tapi di setiap celah di hatiku, di setiap alirah darah yang mengalir di organ tubuh dan sistem peredaran darahku, juga di setiap helaan nafas...