Perihal cinta

408 40 5
                                    



CINTA.

Semua orang memiliki hak untuk mencintai dan dicintai. Tak peduli siap kamu, dari mana asalmu, warna kulitmu, atau apapun itu. Rasakan dan nikmatilah. Sebab semakin kamu berusaha untuk menghilangkan rasa, semakin dalam juga rasa itu menguak didalam dada. Karena itu, kamu hanya perlu menerima. Jangan tolak, jika itu bukan cinta maka akan melebur dengan sendirinya.

Aku pernah berusaha untuk menyakal rasa. Bahwa perasaan yang timbul itu hanyalah rasa menganggumi. Aku mencoba untuk tak mempedulikannya. Hari berganti hari, aku berusaha untuk menyakalnya hingga sampailah batas kemampuanku. Dihari itu, aku menyerah, aku berkata kepada diriku sendiri bahwa ini cinta, jangan egois dan menyiksa hatimu sendiri. Biarkan cinta ini bebas tumbuh didalam hatimu. Jika jodoh maka tubuh akan saling bertemu dan hati pun saling menyapa dengan degupan yang seirama.

Barangkali kita ditakdirkan untuk bersama. Kita pernah bertemu lalu berpisah karena jarak. Meski jauh, hatiku tetap sama—masih untukmu. Kamu kembali lagi, kamu masih tetap tampan seperti satu tahun lalu. Tak banyak yang berubah, hanya saja warna rambut mu berbeda. Kamu pernah bilang, mengganti warna rambut artinya hatimu terlalu bahagia sampai tak terbendung. Bolehkah aku berharap bahwa kamu terlalu senang untuk kembali bertemu?

Mungkin, nasipku sedang sial. Kamu kembali dengan embel-embel seolah mengalami lupa ingatan jangka pendek. Anehnya, itu hanya berlaku untukku. Apa kamu sedang memainkan drama? Apa motifmu melakukan itu? Aku bertanya-tanya seperti orang idiot. Sampai-sampai aku kembali memaksakan diri untuk melebur rasa ini. Dan lagi, aku gagal.

Menerima adalah satu-satunya jalan keluar. Tidak apa-apa. Itu resikoku sebagai seorang pengaggum rahasia. Meski demikian, aku akan tetap percaya bahwa kita akan sama-sama bergandengan tangan berjalan menuju pelaminan lalu megucapkan janji suci. Aseeeeeek!!!

.

.

.

.

Kegiatanku masih sama; memperhatikannya dari radius tertentu.

Siang ini, aku melihatnya di kantin fakultas. Si tampanku tersenyum manis disana. Selagi aku mengantri, kesempatan ini aku gunakan untuk memperhatikannya. Menikmati karya Tuhan yang begitu sempurna hingga tak ada cacat sedikit pun. Hari ini dia mengenakan hoodie berwarna putih. Barangkali dia hanya datang kampus, maksudku kalau dia ada bimbingan tugas akhir pasti dia akan mengenakan kemeja. Begitupun dengan mengajar. Mungkin dia datang untuk mencari literatul di perpustakaan atau menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Semoga saja tebakanku benar.

Drrrrt drrrrrrt

Tanda pesan masuk. Aku membuka isi pesan itu.

"Jangan cuman fokus di Kak Taehyung saja, lihat didepannya juga. Cepatlah, bergabung dengan kami."

Akupun langsung melihat ke arah meja Kak Taehyung. Pantas saja aku tidak menyadari keberadaan Soo Hyung, ia duduk membelakangiku dan berhadapan dengan Im Jaebum pacarnya. Perempuan sial itu berbalik lantas melambaikan tangan isyarat menyuruhku untuk bergabung. Aku dan Kak Taehyung? Mata kami bertemu. Selang beberapa detik dia tersenyum. Karena gugup, aku langsung memutuskan pandangan. Aku mengacak poni tipis ini beberapa kali mencoba menenangkan degupan. Pun aku tak berani menatap ke arahnya lagi. Meski begitu, aku merasa bahwa ada yang memperhatikanku. Tidak-tidak. Aku terlalu percaya diri.

Sehabis mengambil makanan, aku menghampiri mereka.

"Annyeonghaseyo sunbae-nim, annyeong Jaebum-ah." Sapaku sambil memberi hormat seadanya. Hanya anggukan kecil.

"Kau tidak memberi salam kepadaku? Aku juga masih warna bumi." Protes perempuan sial itu dengan cepat. Karenanya, aku tidak fokus mendengar jawaban Kak Taehyung. Siapa taukan dia menyebut namaku.

"Yang bilang kau warga Pluto siapa." Jawabku sinis.

"Ahahah. Lucu."

Baiklah, percakapan antara dua orang stupid ini selesai. Tanpa pikir panjang, aku duduk disebelah Kak Taehyung. Bagaimana tidak, setiap meja hanya memiliki 4 kursi. Tidak munafik. Aku senang juga gugup. Selalu seperti ini dari dulu.

Aku menjadi sedikit cerewet. Perempuan sial itu benar-benar tau bagaimana membuatku menjadi orang yang banyak bicara. Ya, hanya dengan mengungkit sedikit mengenai boy grup kesayanganku. Aku semakin liar membahas mereka tanpa peduli lagi dengan orang yag begitu aku sukai.

Terkadang aku risih. Sebab dia menatapku tanpa berkedip. Aku memakluminya, itu hal wajar karena disini aku menjadi titik fokusnya. Aku yang paling banyak bercerita disini. Entah itu mengganggu mereka atau tidak, biasanya aku tak peduli.

Sesekali kami tertawa bersama-sama. Jaebum juga tipe cowok yang humoris, tak kalah jauh dari Taehyung. Karena kebanyakan bercanda, waktu makan kami menjadi begitu lama.

"Kalau kalian tidak sibuk, sebentar sore kita bisa bimbingan project UAS kalian." Ucapnya.

Soo Hyun langsung mengangguk. "Boleh."

Kak Taehyung melirikku. "Kalau sibuk, ki...,"

"Bisa sunbae-nim. Aku bisa. Aku free kok sebentar sore." Jawabku kilat.

Mereka sama-sama tertawa. Kompak sekali. Aku bingung, apa yang mereka tertawakan.

"Yoo Jung nunna lucu. Imut sekali, aku jadi ge..., Aow! Sakit!"

"Jangan menggoda temanku. Akan kubunuh kau kalau sampai berani. Carilah cewek lain jika mau."

"Uwu uwu. Gomawo Jaebum-ah. Setidaknya kau sudah berkata jujur."

Soo Hyun melotot sampai-sampai bola matanya hampir lari keluar. Aku semakin senang melihat reaksinya hingga aku menjulurkan lidah.

Dan terjadilah aksi tatap menatap antara kami berdua. Rasa ingin menjahilinya semakin tinggi. Tanpa memutuskan tatapan kami, aku berkata lagi. "Jaebum­-ah, aku ingin mentraktirmu. Katakan jika kau ada waktu nanti."

"YAAAAAAAK! Kau..," teriak perempuan sial itu histeris. Beberapa pasang mata langsung tertuju kepada kami.

"Boleh nunna. Besok aku tidak ada jadwal kuliah. Kira-kira tempat makan yang en...,"

"YAAAAAAAAAAAAK! Kalian berdua mau cari mati?"

Sontak kami bertiga tertawa bersama, tentu saja selain Soo Hyun. Mukanya sudah merah padam. Aku ramal, sebentar akan ada perang dunia antara pasangan labil ini.

Masih dengan sisa tawa, Kak Taehyung berkata. "Kalian kenapa lucu sekali. Aku seperti sedang menonton film komedi."

Aku salah tingkah. Ini kenapa dia berkomentar seolah hanya ada aku saja disana. Dia hanya melihatku. Aduh bagaimana ini, sepertinya pipiku sudah merah.





-00-

TBC

My Happiness |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang