Apartemen

380 42 6
                                    




Karena terlalu dingin, rasanya aku akan mati saja. Bibirku bergetar. Aku meremat tangan kak Taehyung kuat tak peduli hal itu menyakitinya atau tidak. Aku benar-benar kedinginan.

Lantai 6. Kak Taehyung memencet angka 6. Dan lift pun membawa kami kesana. Untuk pertama kalinya aku merasa bahwa lift ini seperti tidak berfungsi—terlalu lama.

"Kenapa lama sekali." Omelku tidak jelas.

"Sabarlah. 3 lantai lagi."

Ting

Pintu lift pun terbuka. Dia kembali menarik tanganku, tubuhku terhuyung mengikuti arahnya. Kamar nomor 623. Dia memasukan beberapa digit angka lalu membuka pintu itu dengan cepat.

"Cepat buka bajumu." Pintahnya.

Aku bengong. "Hah?"

"Kau tidak mau ganti? Mau basah-basahan terus?"

"Yah tapi...,"

"Duh lama." Dia menarikku sambil mengomel. "Kau itu kalau ditanya jawabnya kayak orang cacat mental. Jawabpun setengah-setangah, kau pikir aku peramal yang bisa baca isi otakmu?"

"Kenapa dia jadi cerewet sekali." Gumamku pelan.

"Aku mendengarmu."

Entah ini sudah yang keberapa kalinya dia menarik tanganku, akupun kembali mengikutinya. Lantai yang kami pijak basah. Dia membuka salah satu pintu, dan..., oh sepertinya ini kamarnya. Tunggu, apa yang mau dia lakukan, kenapa kami ke kamarnya? Persaanku mengantakan, sesuatu yang lain bakal terjadi. Gila, bulu kudukku meremang.

Dia melepaskan genggamannya. Dibukanya lemari jumbo itu lantas mengobrak-abrik isinya. Aku hanya memperhatikan aksinya itu. Terlihat dia sedikit frustasi mengeluarkan beberapa baju lalu ia masukan kembali. Lantas dia bergumam pelan tapi masih bisa kudengar.

"Kemeja? Emmm sepertinya bukan pilihan yang pas. Bagusnya apa, ya?"

Dia berbalik menatapku. Lebih tepatnya memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

"AHA! Aku tahu."

Masih kuperhatikan. Dia membuatku sedikit bingung.

Tak lama kemudian, ia menyodorkan sepotong baju dan handuk putih.

"Ini."

"Untuk?"

"Dibuang."

"Hah?"

"Yah untuk dipakailah, masa aku menyuruhmu untuk buang." Dia meraih tanganku lantas dia letakan hoodie berwarna abu-abu itu dan handuk putih itu disana. "Ini handuk baru dan ukuran hoodie ini sedikit lebih besar dari yang kau pakai. Mandi lalu ganti dengan itu."

"Pakaian dalam?" tanyaku seadanya.

"Oh iya, tunggu."

Dia berbalik lagi. Dilihatnya lemari itu lamat-lamat.


Dan,


"Ini. Pakailah, itu masih baru juga. Kau lihat, ini masih ada labelnya.!" Bahkan dia menunjukan labelnya. Wajahnya berseri penuh semangat.

Aku terdecak. "Ck. Kau menyuruhku memakai boxer itu? Kau gila! Pakaian dalam perempuan bukan hanya itu saja."

"Yaaaak! Sekarang kau berani berbicara tidak formal dengan ku? Dan, kau mengataiku gila? Aku ini dosenmu, kalau kau lupa."

My Happiness |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang