FfH_3

173 13 0
                                    



.
Aleysia terkejut saat mendapati tangan kokoh yang memegang pot besar di hadapannya.

Dia menoleh. Dan..
.
.
.
.
Terpana ~~

Dia terpana pada mata yang menyorot matanya dengan tajam. Lalu rahangnya yang kokoh lalu bau harum yang menguar dari tubuh laki-laki itu.

Laki-laki itu dengan mudahnya memindahkan pot besar yang sebelumnya Aleysia kesulitan hanya untuk menggesernya saja.

Aleysia bahkan tak menyadari jika pot besar di depannya telah berpindah tempat.

Saat laki-laki itu akan berbalik, Aleysia pun cepat-cepat menyadarkan dirinya akan keterpanaannya pada sosok laki-laki itu.

"Terimakasih Tuan."
Ucap Aleysia kemudian dengan membungkukkan sedikit tubuhnya.

Laki-laki itu tak menjawab dan juga tak berbalik. Berjalan lurus tanpa melihat kearah Aleysia yang tengah menatap punggung tegap itu.

.
Aleysia sampai rumah pukul lima Sore. Dia memasuki rumahnya yang sepi.

Berjalan menuju dapur untuk meletakkan beberapa roti yang dia beli.

Saat dia akan berbalik, dia dikejutkan oleh Leo yang berdiri di ambang pintu menatap kearahnya.

Abangnya masih memakai pakaian yang sama pagi tadi. Matanya yang merah menatap tajam kearahnya.

Leo berjalan melewatinya. Aleysia bahkan harus menahan nafas sejenak saat Leo melewatinya.

Aura Leo sedang tidak baik sore ini. Aleysia dapat merasakannya.

Saat Leo memeriksa kantong plastik yang Aleysia letakkan, tiba-tiba kantong berisikan roti melayang kewajah Aleysia.

"Sampah.!! Apa cuma sampah ini yang bisa lo beli HA..!!!"

Roti-rotinya pun berhamburan di lantai. Aleysia hanya mampu diam dan memejamkan matanya.

Dia ketakutan.

"Lo mau liat gue mati karena makan makanan sampah ini HA..!!!"

Kali ini Leo menjambak rambut Aleysia.

Aleysia memekik karena terkejut.

"Abang sakiittt.."

Rintih Aleysia tak dihiraukan Leo.

"Gue laper. Lo harusnya masakin gue makanan bukannya bawa  sampah ini kerumah. Bego.!!"

Jambakan di rambut Aleysia semakin kuat. Aleysia pun semakin merintih kesakitan namun tak dihiraukan oleh Leo.

"Aley gak bisa masak abang..."
Jawab Aleysia menahan sakit di  kepalanya.

"Bodoh."

Dihempasnya tubuh Aleysia hingga jatuh tersungkur di lantai.

Lalu Leo pun berjalan melewati Aleysia. Tepat saat sampai si samping Aleysia, Leo pun meludahi Aleysia dan menatapnya dengan sinis.

"Sampah kayak lo seharusnya gak hidup."

Setelah mengatakan kalimat itu Leo pun keluar dari dapur meninggalkan Aleysia yang menangis menatap roti yang dia beli bertebaran di lantai.

Aleysia pun ingin bisa memasak.
Memberikan makanan yang layak untuk Leo.

Dan juga bisa memasak makanan kesukaan Leo. Hanya saja saat Aleysia melihat api, dia akan termor. Bergetar ketakutan dan kilatan ingatan tentang kebakaran itu kembali berlarian di benaknya menarinya kekejadian itu lagi.

Dadanya kembali sesak.
Dia akan merasa jika ruangan disekitarnya seolah menghimpit dadanya.

Aleysia tak ingin kembali pada kejadian itu.
Itulah yang membuatnya tak bisa memasak. Dia tak ingin merasa kesakitan.

Dengan sisa tangisnya, Aleysia pun memunguti kembali roti-rotinya lalu di letakkan di kantong plastik kembali.

Dia tau Leo pasti akan tetap memakannya nanti saat laki-laki itu sudah kembali sadar dari pengaruh minuman laknat itu.

Aleysia berjalan tertatih menuju kamarnya. Kakinya semakin sakit saat tadi Leo menghempaskan tubuhnya di lantai.

Masuk kekamarnya, lalu Aleysia pun jatuh terduduk di depan pintu kamarnya yang tertutup.

Masuk kekamarnya, lalu Aleysia pun jatuh terduduk di depan pintu kamarnya yang tertutup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia kembali menangis. Meratapi abangnya yang telah berubah. Dia tak mengenali Leo yang sekarang.

Dia merindukan tatapan hangat seorang Leo.

"Sampah kayak lo seharusnya gak hidup."

Ucapan Leo beberapa saat lalu kembali terngiang di benak Aleysia.

Benar. Jika saja dia tak hidup dan selamat dari kebakaran itu mungkin abangnya tidak semenderita ini. Mungkin dia tidak  akan membebani abangnya.

Lelah di tubuhnya pun semakin menggelayuti dirinya. Dengan tertatih Aleysia pun merebahkan tubuhnya keranjang kecilnya yang teramat nyaman untuk tubuhnya. Dia bahkan tak memiliki minat untuk membersihkan tubuhnya, mengganti pakaiannya. Dia sudah lelah.

Perlahan mata sayunya pun mulai menutup seiring kantuk yang menyerangnya.

Aleysia terlelap dalam damainya. Berharap dia akan bertemu dengan kadua orang tuanya di alam mimpinya. Dia ingin melepaskan rindu yang membebaninya setiap waktu. Rindu yang hari semakin hari semakin membesar. Menumpuk menjadi punukan-punukan gunung kerinduannya.

Dia merindukan kehangatan pelukan kedua orang tuanya. Sapuan lembut dari tangan meeeka yang membelai puncak kepalanya. Ahhh... dia rindu semuanya. Bahkan dengan mata tertutup itu Aleysia meneteskan titik air matanya.

.
Sayup-sayup Aleysia dapat merasakan tangan seseorang yang tengah membelai lembut rambutnya.

Tangan ini. Dia tau siapa pemiliknya.

Aleysia tetap menutup matanya membiarkan seseorang itu tetap melakukan kegiatan mengelus rambutnya.

Dia ingin menangis.

"Maaf..."
Ucap suara itu dengan lirih.

"Apa abang sudah menyakitimu Aley..."
Kini suara itu terdengar semakin lirih.

Dalam keremangan kamarnya, Aleysia membuka sedikit matanya hanya untuk melihat sosok yang kini tengah duduk disamping ranjangnya.

Dia Leo. Abangnya yang teramat dia sayangi.

Selalu seperti ini. Jika Leo sudah kembali sadar dari pengaruh alkohol itu Leo akan mendatanginya, dan meminta maaf padanya.

Leo menyelimuti tubuh Aleysia ditatapnya wajah sang adik yang tengah terlelap.

"Abang menyayangimu."
Setelah mengatakan kalimat itu Leo pun meninggalkan kamar Aleysia.

Sepergian Leo, Aleysia pun membuka dengan penuh kedua matanya.

Perlahan mata itu kembali meneteskan air matanya.

Dia terisak.

Ada perasaan bahagia dan juga terluka yang Aleysia rasakan.

Dia bahagia karena Leo tetap menyayanginya. Dan terluka karena Leo tak memberikan kesempatan untuk dirinya sendiri bangkit dari keterpurukan masalah mereka.

.









Fight for HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang