Bab 9 - Cangkang Telur

1.8K 106 8
                                    

NOONA-ku cantik sekali. Ah, sebenarnya gadis itu apa? Putri dari negeri dongeng mana?

Gio tak bisa berhenti mengagumi Freya dari tembok di samping kulkas. Ia suka sekali memandangi kaki Freya yang jenjang bergerak lincah melintasi dapur. Lagaknya seperti koki profesional, padahal cuma masak mi. Mengasah pisau sampai tajam untuk memotong cabai, menyicip kuah di pangkal telapak tangannya, membelah cangkang telur dengan satu tangan dan berakhir histeris karena setengah cangkang telurnya terjun bebas ke kuah mi. "AAAAKKK!"

Gemas. Bahkan bertingkah bodoh sekalipun cewek itu begitu menggemaskan.

"Stop, stop!" Cepat-cepat Gio merentangkan tangan di depan Freya, mencegah gadis itu mengobok-obok kuah mi instan untuk mengambil si cangkang yang terjatuh tadi dengan tangannya sendiri. Dia memang terlihat menggemaskan kalau bertingkah bodoh, tapi bodoh itu juga ada batasnya.

"Aku bisa kok! Aku bisa!"

Freya bersikeras. Tangannya berontak, tapi Gio akhirnya berhasil menangkap tangan Freya. Jari-jari tangan gadis itu yang begitu lentik dan kulit tangannya yang begitu lembut, mana rela Gio membiarkan jari-jari itu menyentuh air mendidih. "Hati-hati panas, Noona...." Gio memperingatkan setengah berbisik. Kalau Gio tak ingat mereka sedang dalam proses evakuasi si cangkang telur, Gio sudah menggenggam tangan Freya selama yang ia bisa.

"Ada yang namanya sendok," Gio mengambil sebuah sendok sayur dari sebelah kompor. Perlahan Gio menggeser tubuh Freya menyingkir dari depan kompor. Dengan sendok sayur, dia mencoba menyendok serpihan cangkang yang mengambang di kuah mi. Serpihan paling besar bisa ia angkat, tinggal serpihan kecil-kecil yang sudah tergulung gelembung didih. Satu, dua, tiga... "Ouch!" giliran Gio memekik, terkena cipratan dari gelembung kuah yang mendidih. Entah apa yang ada di pikiran Freya, gadis itu tiba-tiba menarik tangan Gio lalu—

Shit!

Gio mati suri selama beberapa detik ketika Freya tiba-tiba mengisap punggung tangan Gio yang terkena cipratan. Darah Gio mengalir deras, memanasi seluruh tubuh. Sedikit lagi Gio pasti sudah lepas kendali dan memindahkan isapan gadis itu ke bibirnya. Oh, Gio hampir gila dibuatnya!

"Eh... bukannya... seharusnya ditaruh di bawah air mengalir?"

Terdengar suara seorang gadis dari arah meja makan. Ah iya, Kina. Gio hampir lupa ada perempuan itu di sana. Selalu begitu. Tiap kali Gio bersama Freya, rasanya mereka berdua dilindungi dari kontak dengan dunia luar oleh sebuah kubah tak kasatmata. Apa Freya merasakannya juga?

Freya langsung melepas tangan Gio. Dari wajahnya, tidak ada rasa malu sedikit pun, artinya Freya benar-benar tidak tahu apa yang sudah ia lakukan. "Oh, ya? Biasanya kuisap...."

Tuh, kan! Noona-ku sepolos itu.

"Noona, ini luka bakar. Bukan kena patuk ular," ledek Gio sembari menjulurkan tangan ke bawah keran dan membuka katupnya sesuai saran Kina.

"Mana aku tahu! Aku kan bukan mantri!" Raut wajah Freya berubah cemberut. Gadis itu langsung membuang wajah, kembali pada mi instan di kompor.

Mantri? Dia bilang mantri? Gio mengulum senyum mendengar istilah jadul yang Freya ucapkan barusan. Freya sebenarnya lahir tahun berapa, sih?

"Eh? Mana mi buatku?" Kening Gio mengernyit mendapati mangkuknya hanya berisi kuah dan beberapa serpihan cangkang telur.

"Kamu dihukum," desis Freya dengan mata memelotot sambil membagi jatah mi Gio ke mangkuknya juga mangkuk Kina.

Hahaha, dia ngambek. Gio menggigit bibir bawah, menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar. Salah-salah nanti ngambeknya Freya berkepanjangan. Freya pernah tidak mau bicara selama seminggu hanya karena Gio meledek warna rambut barunya. Gio hampir gila. Harinya selalu kacau tanpa Freya. Waktu itu dia sudah berpikir menyuap teknisi apartemen untuk membobol pintu apartemen Freya. Untung saja Freya luluh dengan akting sakit Gio.

My NoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang