[Lucid Dream]

216 3 0
                                    

Ini jam satu siang. Kuhidupkan motorku dan berangkat. Tak lupa aku mampir di laundry untuk menaruh pakaian kotorku. Kunyalakan HP ku untuk sekedar mengecek notifikasi dan arah jalan. Jalan belakang kampusku sangat macet. Jalan dipenuhi oleh kendaraan yang dikendarai oleh orang-orang yang memiliki tujuan. Aku juga mengendarai motorku karena aku memiliki tujuan. Bahkan panas matahari yang menyengat ini tidak menyurutkan tekad mereka, begitu juga denganku. Ketika aku melewati perempatan aku melihat bapak-bapak yang meski tidak sedang mengendarai kendaraan, rela kepanasan berdiri di tengah perempatan. Bulan kemarin aku sempat dimarahi olehnya, meskipun tidak seharusnya dia marah.

Aku sampai di sebuah gang kecil. Aku sempat kesulitan untuk masuk gang tersebut, karena tentu saja gangnya ada di kanan jalan dan jalan sedang macet. Aku lalu memasuki sebuah sekolah yang di pagarnya terdapat sebuah tanda, yaitu bendera merah yang tidak terlalu besar. Karena di dalam gang ternyata sekolah ini tidak terlalu lebar tapi bisa dikatakan juga tidak kecil. Kuparkirkan motorku dan disambut oleh beberapa temanku.

"Wah, mengapa baru datang?", sambut salah satu temanku berjaket merah keluar dari salah satu ruangan dengan nyeker.

"Maaf ya, kemarin aku ada kunjungan keluarga", kujawab sambil meletakkan helm di spion motor lalu kurapikan rambutku sementara dia menghampiriku.

"Hmm, kunjungan apa kunjungan...".

candanya sambil menepuk bahuku dan kubalas dengan tertawa. Bisa kulihat dia mengenakan jas hitam yang di bagian dada sebelah kanan ada lambang yang sama seperti di bendera merah di pagar tadi. Aku juga.

Lalu dia memintaku untuk menaruh tasku di suatu ruangan yang di ruangan tersebut ada beberapa orang yang sedang ngobrol. Aku masuk sambil mengucapkan salam dan dijawab oleh mereka yang sedang bermain catur. Setelah kuletakkan tasku, temanku tadi mengajakku ke suatu ruangan samping. Ketika aku masuk ruangan tersebut aku juga disambut oleh orang-orang yang sedang melakukan musyawarah.

"Wah ini dia, Gentho-nya datang..." Sambut salah satu anggota musyawarah dan memintaku untuk duduk di sebelahnya. Dia memberiku sebuah tumpukan kertas yang bertuliskan "Laporan Pertanggung Jawaban".

Lalu musyawarah pertanggung jawaban atau lebih disebut sebagai LPJ-an dilanjutkan kembali. Salah satu anggota yang melakukan LPJ-an membacakan sebuah laporan dari tumpukan kertas yang mirip dengan yang diberikan kepadaku. Aku bertanya kepada temanku tadi pada bagian mana yang sedang dibahas di depan. Dia memberitahu halaman yang sedang dibahas. Baru kusadari ternyata di tumpukan kertas LPJ-an ini terdapat nomor halamannya.

Setelah anggota yang membacakan laporan, salah satu anggota yang memegang sebuah palu (yang biasa bisa digunakan di persidangan) kemudian bertanya kepada hadirin musyawarah apakah ada pertanyaan dan saran. Seketika aku mengangkat tanganku sambil mengucapkan kata "Question".

"Mengapa bisa dalam program ini bisa tidak terlaksana?", Tanyaku sambil menunjuk pada sebuah bagian yang ada di tumpukan kertas laporan tersebut.

Orangyang membacakan laporan tadi menjawab pertanyaanku dan mengutarakan alasannya. Namun, aku masih belum puas dan kembali bertanya. Salah satu teman yang dibelakangnya gantian mengutarakan alasannya. Aku masih belum puas, lalu orang yang memegang palu tadi mengetahui ketidakpuasanku dan gantian dia yang membantu menjawab karena sepertinya dia juga paham dengan masalah yang kupertanyakan. kuakhiri kemudian dengan mengkritik dan memberikan saran.

"Yaah, kau seperti biasanya" ucap salah satu teman yang duduk didepanku.

Musyawarah kembali dilanjutkan. Ketika setelah dibacakan laporan aku selalu bertanya dan meminta alasan pada suatu program kerja yang tidak terlaksana. Tidak hanya aku, banyak anggota musyawarah yang juga bertanya. Tak sekedar bertanya, mereka juga melakukan apa yang kulakukan. Yaitu mengkritik dan memberikan saran, juga ada yang hanya mengkritik. LPJ-an ini begitu hidup dan seru tanpa ada perdebatan dan niat menghakimi.

Yang Tak TerjelaskanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang