02

6.9K 974 284
                                    

Jantungku ini berdetak untukmu. Kau dengar itu kekasih?
Setiap degupnya meneriakkan namamu.
Setiap detaknya memanggil-manggil dirimu.
Aku merindukanmu.
Dimanakah kau, kekasih?
Aku rindu menikmati helaan napas dan irama jantung yang berpadu.
Kau dan aku. Satu.

[ M e n g h i t u n g  H u j a n ]

[2]

"Namanya Lucas." Haechan tersenyum mengenang. "Dan aku akan selalu mencintainya."

Mereka duduk di sudut warung kopi yang biasa, hujan di luar tidak deras, hanya rintik-rintik yang menyenangkan untuk dipandang. Haechan merenung sambil memandangi tetes demi tetes hujan yang membentuk gumpalan serupa air mata di kaca, menghitungnya dengan seksama.

Hari itu Haechan bercerita tentang masa lalunya, tentang Lucas, kekasih sejatinya yang direnggut sehari sebelum pernikahannya.

Mark mengamati Haechan, "Aku ikut sedih atas kehilanganmu, Chan."

"Tidak apa-apa. Lucas akan selalu hidup di sini.” Disentuhnya rongga dadanya, tempat jantungnya berada. Lucas memang sudah meninggal, jantungnya sudah tak berdetak lagi untuk Haechan seperti janjinya.

Tetapi, jantung Haechan masih berdetak untuk Lucas, semoga selamanya.

[•]

"Lihat itu siapa yang menunggumu." Renjun tersenyum sambil menunjuk ke depan pintu gerbang kampus.

Beberapa orang tampak berkumpul, dan beberapa mahasiswi tampak berbisik-bisik dengan penuh semangat, menatap ke arah gerbang, dimana ada sosok yang menarik perhatian mereka.

Itu Mark. Sang pangeran hedonis itu berdiri di sana, seolah-olah tidak sadar kalau dia menimbulkan kehebohan karena penampilannya yang mencolok.

Lelaki itu memakai cardigan cokelat tua dan celana jeans yang tampak pas membungkus tubuhnya, berdiri sambil bersandar di mobilnya yang berwarna orange cerah.

Penampilannya luar biasa tampan, apalagi untuk standar di kampus Haechan yang dipenuhi para kutu buku dan mahasiswa-mahasiswa lugu. Mark tampak begitu modern dan berkelas.

"Kenapa dia ada di sini?" Haechan bergumam, lebih kepada dirinya sendiri.

"Bukannya kau memberitahukan kampusmu kepadanya?" Renjun tersenyum.

"Ya, dia bertanya, jadi aku beritahu." Haechan mengernyit, "Tetapi aku tidak pernah menduga kalau dia akan menyusul ke kampus."

"Mungkin Mark memutuskan bahwa dia ingin lebih mengenalmu, bukan hanya dari pertemuan-pertemuan singkat di warung kopi, yang sudah berapa kali, Chan? Aku pikir sudah hampir tiga bulan kalian rutin bertemu di warung kopi."

Tepatnya Tiga bulan tiga belas hari. Gumam Haechan dalam hati. Dan dua kali seminggu, mereka bertemu di suatu sore yang singkat, kebanyakan sambil diiringi hujan, membahas segala hal, membuat mereka semakin dekat.

Ya, Haechan dan Mark semakin dekat seiring dengan semakin seringnya pertemuan mereka, tetapi Haechan tidak berani melangkah lebih jauh. Di dalam hatinya selalu ada Lucas. Kekasihnya itu sudah mengambil sebuah tempat permanen di hatinya, tak akan tergantikan oleh lelaki manapun.

Dan meskipun Haechan merasa nyaman dan hangat bersama Mark, dia menahan hatinya, tak mau melangkah lebih.

"Kau tidak mau mengenalkan aku kepada Mark? dilihat dari penampilannya, dia memang sesuai dengan apa yang kau deskripsikan, Chan, seorang pangeran Hedonis."

Menghitung Hujan (Markhyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang