... Itu untukku..itu bukan untukku...Dia untukku... dia bukan untukku...
[ Menghitung Hujan ]
[12]
"Aku mengetahuinya tanpa sengaja. Beberapa waktu yang lalu." Jeno menatap Jaemin lembut, setelah lama akhirnya Jaemin bisa sedikit tenang dan mendengarkan Jeno."Waktu itu ayah dan ibumu sedang berbicara dengan nenek di dalam, mereka membicarakan tentang adopsimu dan sebuah kabar dari panti asuhan tempatmu dulu di adopsi.... mereka tampak cemas." Jeno menghela napas panjang, "Tentu saja aku terkejut luar biasa, aku kemudian diam-diam pergi sehingga sampai sekarangpun, mereka tidak tahu bahwa aku tahu."
Jaemin terdiam menatap Jeno, tiba-tiba merasa ingin tahu. Laki-laki ini, yang seumur hidupnya dianggap sebagai kakak kesayangannya, sepupunya yang paling dekat.... menciumnya. Apakah yang ada di benak Jeno?
Jeno rupanya sadar bahwa Jaemin sedang menebak-nebak perasaannya, dia tersenyum dengan rasa bersalah yang kental, "Maafkan aku, sejak aku mengetahui kenyataan itu, aku.... aku melihatmu dengan cara berbeda, perasaanku tidak sama lagi, terlebih aku melihat betapa setianya kau merawat Mark. Betapa kau akan menjadi pasangan yang sempurna dan betapa irinya aku kepada Mark."
Mata Jeno bersinar redup, "Aku mencintaimu Jaemin. Mungkin aku terlambat menyadarinya, mungkin keadaan kita rumit karena bagaimanapun juga, secara hukum dan dalam pandangan masyarakat, kau adalah saudara sepupuku. Tetapi aku bahkan sudah berjanji dalam hati, waktu Mark masih sakit keras itu, dan waktu aku yakin bahwa usia Mark tidak akan lama lagi, aku berjanji dalam hatiku, ketika Mark meninggal nanti, aku bersedia menjadi penopangmu, akan kuserahkan diriku untuk membahagiakanmu."
Kali ini Jeno tidak menutup-nutupi perasaannya lagi, dia menatap Jaemin dengan tatapan yang lembut, penuh cinta yang meluap-luap, membuat Jaemin merona dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Ah. Apakah yang diharapkan Jeno darinya? Jaemin masih merasa canggung, masih merasa bingung, Dia tidak mungkin menumbuhkan perasaan itu, ini terlalu mendadak apalagi seumur hidupnya dia tumbuh dengan menganggap Jeno sebagai saudaranya, meskipun apa yang akan terjadi nanti, Jaemin tentu saja tidak mengetahuinya.
"Aku tidak mengharapkan apapun darimu Jaemin, aku tidak akan memaksamu membalas cintaku." Jeno sekali lagi, seolah bisa membaca apa yang berkecamuk di benak Jaemin. ",Sudah cukup bagiku bisa mencintai dan menyayangimu."
Lelaki itu lalu menghela napas panjang, "Kurasa itulah yang mendorongku untuk menemui Haechan dan menjelaskan semuanya tanpa seizinmu. Ketika kau menceritakan semuanya aku merasa begitu marah kepada Mark, dia menyia-nyiakanmu, dia sungguh tidak menyadari betapa beruntungnya dirinya itu, maafkan aku atas sikap impulsifku."
Jaemin menatap Jeno ingin tahu, "Bagaimana reaksi Haechan ketika kau menjelaskan semuanya?"
Jeno mengangkat bahunya, "Dia terkejut luar biasa tentu saja, kurasa dia bahkan tidak pernah menduganya sama sekali, dan dia juga tidak tahu kalau kekasihnya mendonorkan jantungnya. Kurasa aku sedikit merasa kasihan kepadanya, Mark sama sekali tidak mengatakan apapun kepadanya, dia juga tidak tahu tentang dirimu."
Tatapan mata Jaemin menerawang, rasanya sakit ketika mengingat betapa Mark marah kepadanya tadi. Haechan pergi, entah kemana.
Jaemin menghela napas panjang. Mungkin ini yang seharusnya terjadi, mungkin ini sudah diatur Yang di Atas sebelumnya, bahwa Haechan harus mengetahui kenyataan yang sebenarnya, bahwa Mark tidak bisa lama menyimpan seluruh kebenaran itu dari Haechan.
Pikiran Jaemin tiba-tiba teralihkan oleh sesuatu, "Jeno, kau bilang pada waktu kau tahu bahwa aku anak angkat, kau mendengar mereka membicarakan tentang panti asuhanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghitung Hujan (Markhyuck)
FanficBagaimana jika jantungmu berdetak hanya untuk satu pemuda? Bagaimana jika jantungmu tetap setia bahkan ketika raga berganti? Mark tidak pernah menduga bahwa Haechan akan hadir dalam kehidupannya, bahwa dia akan mencintai Haechan sedalam itu, bahwa j...