Kau dan aku lebih murni dari petikan sastra romantis,meski kisah kita tak seindah cinta dalam sejarah.Kita dan dua cangkir kopi, lalu menghitung hujan sambil mendengarkan debaran sendiri
Dua cangkir kopi berteman hujan
Dua cangkir kopi lebih indah dari simfoni
Jadi tetaplah ada.
Kau dan aku, dan dua cangkir kopi.
[ Menghitung Hujan ]
[14]
"Ini adalah kakak lelakimu."
Ibu Kim menunjuk ke anak lelaki kurus di foto itu, yang dirangkul oleh ayahnya, kemudian menatap Jaemin dengan sedih, "Seandainya saya punya kesempatan untuk memberitahu tentangnya sejak awal, Jaemin, tetapi kau telah hidup dalam kehidupan baru yang bahagia, dan orangtuamu memutuskan untuk menjagamu dengan tidak memberitahukan informasi apapun, hal itu menahan saya untuk mengganggu kehidupanmu dengan informasi ini."
Ibu Kim menghela napas panjang lalu melanjutkan, "Kakak lelakimu berumur tiga tahun ketika kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuamu terjadi, kalian berdua diserahkan di panti asuhan ini bersama-sama. Sayangnya, kakakmu terlalu besar usianya dan anak yang sudah terlalu besar biasanya jarang sekali diminati untuk diadopsi. Pada akhirnya kakakmu harus berpisah denganmu karena orangtua angkatmu memilihmu untuk diadopsi."
Ibu Kim menatap Jaemin lembut, "Meskipun terpisah, saya tahu kakakmu selalu mencintaimu. Dia tumbuh dan besar di sini, kami menyekolahkannya karena dia sangat pandai, di pagi hari dia bersekolah dan setelahnya dia membantu di panti asuhan ini, bekerja apapun yang bisa dilakukan untuk membantu kami. Dan ketika usianya 17 tahun, dia memutuskan bahwa dia sudah dewasa sehingga meninggalkan panti asuhan ini dan menjalani hidupnya sendiri. Dia sukses dalam kehidupannya, dan walaupun begitu kakakmu tidak pernah lupa mengunjungi kami, katanya dia menganggap panti asuhan ini adalah rumahnya, Saya ingat dia selalu datang di hari Natal, membawakan makanan dan hadiah yang begitu banyak untuk anak-anak panti di sini." Mata ibu Kim menerawang.
Jaemin menatap perempuan setengah baya di depannya itu dengan penuh harap, informasi ini benar-benar mengejutkannya sekaligus membuatnya bertekad. Dia memiliki seorang kakak kandung, lelaki yang sukses kalau menurut kisah ibu Kim ini. Jadi dimana dia bisa menemukan kakak lelakinya itu?
"Di mana saya bisa menemukan kakak saya, ibu?” Jaemin menyuarakan pertanyaan di benaknya, menatap ibu Kim sepenuh rasa penasarannya.
Tetapi seketika itu juga ada mendung menggumpal di wajah ibu Kim, mata perempuan itu tampak berkaca-kaca.
"Karena itulah tanpa mempedulikan semua aturan, waktu itu saya menghubungi orangtuamu, Jaemin. Karena menurut saya kau harus tahu." Ibu Kim menatap Jaemin dalam-dalam.
"Lucas, kakak lelakimu sudah meninggal karena kecelakaan yang menimpanya."
Seketika itu juga Jaemin dan Jeno berpandangan, mata mereka menyuarakan pertanyaan yang sama. Lucas??
[•]
Haechan turun dari taxi di depan rumahnya dan langsung menghambur masuk, dia hampir saja bertabrakan dengan mamanya yang menyambutnya di depan, diikuti oleh Renjun yang masih menunggu di sana.
"Mark di sini?"
Haechan bertanya dengan suara serak, ketakutan. Apakah ketakutannya benar-benar akan menjadi kenyataan? Apakah kata-kata Mark sebelum pergi tadi menunjukkan bahwa dia akan melakukan sesuatu yang nekat seperti bunuh diri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghitung Hujan (Markhyuck)
FanfictionBagaimana jika jantungmu berdetak hanya untuk satu pemuda? Bagaimana jika jantungmu tetap setia bahkan ketika raga berganti? Mark tidak pernah menduga bahwa Haechan akan hadir dalam kehidupannya, bahwa dia akan mencintai Haechan sedalam itu, bahwa j...