Kalimat-kalimatmu seindah hujan di pagi hari, sehalus ungkapan hati yang tak bertepi.Dan hatiku hanyalah setetes embun sisa hujan di malam hari, menggayutkan mimpi bisu, menunggu matahari mengeringkannya.
Hanya.....
Ragaku sendiri bukan raga yang sama, dan cintaku sendiri bukan cinta yang mudah.
Akankah aku bisa membuatmu bertahan.
Atau haruskah aku memendam perih lagi?
Menatap punggungmu yang berlalu dan kemudian pergi?
[ Menghitung Hujan ]
[13]"Mungkin saya akan menjelaskan tentang orangtuamu sebelumnya, Jaemin." Ibu Kim tersenyum lembut, meminta Jaemin untuk bersabar. "Saya harap itu bisa membantumu menerima semuanya nanti."
Jaemin hanya bisa menganggukkan kepalanya menunggu, meskipun hatinya penasaran setengah mati.
"Tidak seperti anak-anak lain kebanyakan di sini, sebenarnya kau cukup beruntung. Sebagian besar yang ada di sini merupakan anak buangan, tidak bisa melacak asal usulnya lagi, benar-benar tidak bisa menemukan asalnya. Tetapi aku bisa memastikan asal-usulmu." Ibu Kim melanjutkan, "Orangtuamu sebenarnya sangat menyayangimu, mereka memang tidak kaya tetapi mereka berusaha mencukupimu, itulah yang kutangkap dari petugas dinas sosial ketika mengantarkan bayimu kemari, sayangnya umur mereka tidak panjang dan mereka tidak punya sanak keluarga, sama-sama sebatang kara. Karena kejadian itu, para tetangga menemui dinas sosial dan diputuskan untuk menitipkanmu di sini."
"Orang tua saya sudah meninggal?" Jaemin merasakan dadanya ditonjok keras-keras.
Meskipun sudah menduga hal ini sebagai
kenyataan yang paling buruk, tetap saja informasi ini menghentak batinnya."Ya Jaemin, maafkan saya harus menceritakan kenyataan ini kepadamu. Tetapi setidaknya kau bisa merunut asal-usulmu, kau bukan anak buangan yang tidak jelas siapa asal usulnya. Mereka mengalami kecelakaan dan meninggal, saat itu usiamu tiga bulan, dan kau selamat dari kecelakaan itu."
Ibu Kim lalu berdiri, dan melangkah ke laci besi besar yang ada di sudut ruangan. "Sebentar, sepertinya arsip lamapun masih tersimpan dengan rapi di sini."
Perempuan setengah baya itu tersenyum, "Saya selalu menjaga setiap arsip sebaik mungkin supaya ketika ada yang datang dan bertanya saya bisa membantu."
Jaemin dan Jeno saling bertukar pandang, Jeno yang mengetahui kesedihan yang menohok hati Jaemin mengulurkan jemarinya dan meremas jemari Jaemin dengan lembut, Jaemin mendongakkan kepalanya dan menatap Jeno, lalu tersenyum. Meskipun pahit, Jaemin bersyukur ada Jeno yang mendampingi dan menopangnya di sini.
Memerlukan beberapa menit untuk mencari arsip lama itu, sampai kemudian Ibu Kim mengeluarkan sebuah map yang berwarna biru dan membawanya ke meja.
"Ini arsip tentangmu Jaemin, di sana ada foto dan nama orang tua kandungmu."
Jemari Jaemin bergetar ketika menerima map itu, dan kemudian dia membukanya. Matanya terpaku pada copy akte kelahiran lamanya, yang kertasnya sudah menguning dimakan usia.
Namanya Jaemin, sama seperti namanya sekarang, rupanya orangtuanya, orangtua angkatnya memutuskan untuk tidak mengganti namanya.
Kemudian matanya menatap foto itu, foto yang tak kalah tuanya. Di sana ada ibu kandungnya yang sedang menggendongnya dalam senyuman, juga ayahnya yang merangkul ibunya. Kemudian Jaemin mengernyit, di dalam foto itu, ayahnya merangkul anak lain. Jaemin mengangkat matanya dan menatap ke arah Ibu Kim dengan berlumur pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghitung Hujan (Markhyuck)
FanfictionBagaimana jika jantungmu berdetak hanya untuk satu pemuda? Bagaimana jika jantungmu tetap setia bahkan ketika raga berganti? Mark tidak pernah menduga bahwa Haechan akan hadir dalam kehidupannya, bahwa dia akan mencintai Haechan sedalam itu, bahwa j...