Pemuda tinggi itu berbalik, lalu melangkah pergi. Bibirnya tidak lagi berucap, ataupun mengucapkan ribuan salam perpisahan.
Mereka tahu, ini yang terbaik untuk mereka.
Ara menatap nanar punggung tegap yang dulu miliknya, tempatnya ia bersandar. Ia mati-matian menahan diri untuk tidak memeluk si pemuda.
"Maafin gue ..."
Lirihnya, begitu lirih, hingga mustahil bagi pemuda yang sudah berbelok di lorong berikutnya untuk mendengar suaranya.
Ia menjatuhkan dirinya di sofa ruang tengahnya, men-dial nomor yang berada di urutan kedua. Tubuhnya bergetar hebat.
"Ara?"
"Y-yuta ..."
"Ra? Gue ke sana! Jangan macem-macem!"
ㅡ
Ara memeluk Yuta, erat sekali. Keduanya sama-sama bungkam, sama-sama tidak mengucapkan satu patah katapun, membiarkan kehenigan menyelimuti mereka.
"Salah gue mau dia bahagia?"
"Engga, Ra. Kamu gabisa maksain perasaan lo juga." Yuta melonggarkan dekapannya, kemudian mendorong pelan tubuh ara menjauh, menangkup kedua pipi tirus gadis itu dan menghapus jejak-jejak air matanya yang perlahan mengering, "lo juga harus bahagia. Itu bukan egois, lo cuma ga mau dia sakit juga kan?"
Ara menggeleng. Yuta beranjak berdiri kemudian mengambil sekotak tissue dan memberikannya pada gadis yang menatap kosong ubin kayu apartemen-nya.
Yuta menghela napas, "sekarang gue tahu kenapa Kak Yukhei nelpon gue tadi,"
Ara mendongak, "dia bilang apa?"
"Jadikan bahagianya Ara prioritas lo, gitu." Yuta terkekeh, kemudian berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan Ara yang terduduk di sofa, "katanya, kalo lo lagi seneng, rasanya lebih bahagia dari musim panas. Dan ga perlu harus 'menderita' synethesia dulu buat mengalaminya,"
Senyum tipis terukir pada belah bibir keduanya. "Udah malem, lo ga pulang?"
"Iya, pasti bokap gue nyariin, hahah." Yuta terkekeh. "Ga nyangka, Ra, gue balikan sama lo."
"Rumit, ya?"
"Apa?"
"Cerita kita? Ga cuma gue sama lo, tapi juga Lucas ... Jihye," Ara ketawa lepas.
Yuta mengacak surai Ara, "hahah, yang penting lo bahagia sekarang kan? Gue percaya, Kak Yukhei juga bakal nemu pendamping hidupnya nanti, yang bisa bikin dia bahagia kek lo sekarang. Kalo lo sedih, ntar gue yang di smackdown sama dia, lho. Jangan nangis mulu makannya! Kak Lucas ga bakal suka nanti. Lo mau pacar lo babak belur?" omel Yuta yang kembali membuat Ara tertawa begitu lepas, seolah semua beban pada pundaknya terangkat, seolah hari ini dilaluinya seperti hari-hari biasanya.
"Makasih, Ta." Ara senyum, manis sekali, memeluk Yuta terakhir kali, sebelum di pemuda Jepang itu pamit.
Ara kembali tersenyum. Ia memandangi langit-langit kamarnya. Ia bahagia, dan terima kasih kepada Lucas, cintanya yang telah melepasnya sepenuhnya, membiarkannya memilih kebahagiaannya sendiri.
"Ah, aku harus belajar banyak darinya,"
She is
the true definition of Art;
the yellowish pallete,
and happiness that
surrounds her artworks.She is
his best love story;
the reason why his tears fell
the reason his steps won't ever stop
For she is his happiness,His synesthesia,
His biggest euphoria.ㅡ
END
[ YuRa Ver. End ]
Lucas ver?? Soon!
KAMU SEDANG MEMBACA
synesthesia +lucas.
Fanfic[ COMPLETED/END ] ❝ lo ... sakit, Cas. ❞ ; he sees colors, and called them pretty exactly like her, who stole all of his love, and torn him apart. #53ㅡIMAGINES 190627 baca dulu lah, biar ga salah paham sama descriptionnya hehehe bahasa indonesia! w...