Our Plan VS God's Plan

294 25 6
                                    

Chaewon Pov

Orang bilang seorang anak akan datang kepada orang tuanya dengan caranya sendiri. Tetapi sungguh, aku tak pernah menyangka akan mendapatkannya dengan cara yang sedramatis ini.

"Cha.. lihatlah" ucap seorang dokter wanita yang berdiri disamping ranjang tidurku.

Dokter Shin namanya, dokter yang merawatku sejak semalam kata Seunggi. Ia lalu mengarahkan kami untuk melihat layar hitam putih yang diletakkan didekat kepalaku.

Bak tentara yang patuh terhadap perintah komandannya, aku yang kini masih terbaring di ranjang kamar rawatku ini langsung mendongakkan kepalaku, melihat arah yang dimaksud.

Kulihat, seunggi yang berada di sisiku pun tak kalah patuhnya dan langsung ikut mendongakkan kepalanya, melihat ke arah yang ditunjuk dr. Shin.

"Lihatlah titik kecil itu.." ucap dr. Shin lagi.

Aku dan Seunggi serempak mengerjap-ngerjapkan mata kami berdua, berusaha memfokuskan pada objek yang dimaksud.

"Itu calon bayi kalian. Kalian patut bersyukur pada Tuhan, diberikan si kecil yang sehebat itu. Lihatlah, betapa kuatnya ia menempel dirahim ibunya" ucapnya dengan suara yang amat menenangkan ditelingaku, melebihi tenangnya dendangan musik klasik manapun di dunia ini.

Demi Tuhan, aku tak bisa berkata apa-apa. Mulutku terdiam, tak mampu merapalkan barang satu kata saja. Otakku mendadak kehilangan seluruh perbendaharaan kata yang telah kuhafal seumur hidupku.

Hanya mataku..

Matakulah yang mengatakan segalanya.

Tanpa suara, tanpa perlu bantuan mulut untuk terbuka, segala kata yang ku sebut dengan rasa syukur, bahagia, rasa takjub, haru biru, cinta kasih, kerinduan, atau segala macam perbendaharaan kata lainnya, seolah terlontar dengan caranya sendiri. Menguntai dengan pasti bersama lelehan air mata yang meluncur begitu saja membasahi wajahku.

Akupun langsung melirik kearah suamiku, yang sejak tadi tak bosan mengusap kepalaku, dan menciumi keningku berulang kali.

Mulut lelaki itu melengkungkan kurva senyumnya kearahku. Lee Seung Gi tersenyum, dengan lelehan air mata yang menggenang dimatanya, persis seperti milikku.

Sungguh, bisa melihat ekspresi wajahnya sekarang, menjadi berkat yang tak terkira dan tak akan mampu kubeli dengan apapun di dunia ini.

Seperti orang gila, kami berdua tergugu bersama memandang takjub titik kecil yang sesungguhnya bahkan nyaris tak terlihat oleh mata. Satu titik kecil yang hanya berukuran 1.5 mm.

Kalau aku tak salah dengar, dokter tadi menyebutnya sebagai embrio. Entahlah, mendadak aku lupa apa arti kata itu, padahal kurasa kata itu sudah di jejali guruku dulu sejak aku duduk di bangku di sekolah dasar. Biar saja, aku berjanji akan mencari artinya lain waktu.

Saat ini aku benar-benar hanya ingin menikmati titik kecil itu. Ia terlihat begitu hebat. Seperti bintang di kegelapan malam, ia berkelap-kelip disana. Menjadi satu-satunya warna putih diantara legamnya layar hitam ini.

Dialah calon bayi kami. Usianya baru 3 minggu dalam kandungan, masih begitu kecil. Hatiku begitu riuh oleh rasa bahagia yang tak terkira saat melihatnya yang terlihat menempel sempurna dirahimku.

"Saranghae.." bisikku dalam hati.

Satu-satunya kata yang akhirnya berhasil muncul diotakku. Satu kata yang begitu tulus kuucapkan untuk seseorang yang bahkan belum pernah kukenal.

.....

Suara isakan kecil seorang wanita membuatku tersadar bahwa kebahagiaan ini bukan semata milik aku dan Seunggi saja.

When I Meet Your MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang