Part. 4 Janji

34 12 0
                                    

Beberapa menit kemudian Nara masih saja mengecek akun sosial medianya, tetapi tak ada satu notifikasi pun yang masuk. Padahal Nara sangat berharap akun *mstrs* itu dapat membalas komentar yang sejak siang tadi ia tuliskan. Akhirnya Nara memutuskan untuk mematikan data selulernya. Ia mulai membuka buku untuk menghafalkan beberapa test yang akan ia hadapi saat ujian praktek nanti.

Waktu telah menunjukkan pukul 22.00 WIB, Nara sudah tak dapat menahan kantuknya lagi. Ia pun segera memutuskan untuk tidur.

Drrttt ... drrtttt ...

Dering handphone nya berbunyi, Nara mulai membuka matanya,

"Aduhh siapa sih udah malem juga." ucapnya.

Tiba-tiba saja raut wajah Nara berubah menjadi kaget. Ternyata ada satu notifikasi masuk yaitu balasan komentar dari akun *mstrs* dilayar handphone nya tertera,
"Jangan sok kenal deh!" begitulah balasan komentarnya.
"Euhh nyebelin banget sih! Tapi aku gak akan nyerah, aku harus tahu siapa pemilik akun itu." ketus Nara.

Ia sudah tak berpikir panjang lagi, mungkin karena kantuknya yang semakin menjadi-jadi. Segera Nara kembali merebahkan tubuhnya untuk tidur.

**

Cuaca pagi ini terlihat cerah sekali. Seolah memberi semangat pada Nara untuk bangun lebih awal karena harus menjalankan rutinitas seperti biasanya.

"Selamat pagi, Bu!"
"Selamat pagi juga anak gadis Ibu yang cantik."
"Mmm ko belum berangkat Bu?"
"Iya bentar lagi Ibu berangkat. Ibu cuman mau bilang sama kamu maaf gara-gara kejadian malam itu Ibu melarangmu bertemu dengan ayah, sebetulnya Ibu terlalu khawatir nak."
"Oh iya Bu gakpapa, Nara mengerti. Jadi sekarang gimana apakah Nara boleh mencari ayah?"
"Iya sayang, Ibu izinkan. Asalkan kamu harus ditemani oleh seseorang yang benar-benar bisa Ibu percaya juga orang itu harus bertanggung jawab."
"Mmm siapa Bu?"
"Sama Pak Ujang yaa!"
"Gak mau Bu, pak Ujang kan supir Ibu. Nanti Ibu sulit kemana-mana lho. Sama teman Nara aja ya Bu?"
"Ya sudah tapi kamu harus kenalkan dulu ke Ibu."
"Siap Bos! Nara berangkat dulu Bu."
"Iya sayang hati-hati."

Di perjalanan saat Nara mulai menaiki angkot, ia merasa bingung, siapa orang yang busa dipercaya dan mampu menjaganya. Mana mungkin jika harus bersama Azka, dia kan manja melebihi dirinya sendiri.

"Atau aku harus mengajak Surya? Ahh tapi mana mungkin orang dia cuek banget mana mau aku ajak keliling dunia." batinnya.

Tiba-tiba saja lamunannya terpecah saat supir angkot yang ia naiki membunyikan klakson. Nara pun bertanya pada seorang Ibu yang duduk disebelahnya,

"Ini ada apa Bu?"
"Gak tahu neng, tuh didepan macet sekali kayaknya ada yang tabrakan."

Seketika Nara mulai turun dari angkat tersebut dan berjalan ke arah depan melihat kerumunan yang membuat jalan menjadi macet. Benar saja, rupanya terjadi kecelakaan yang melibatkan motor sport berwarna hitam dengan mobil berwarna silver. Sepertinya Nara kenal dengan motor itu. Terlihat seorang lelaki tak sadarkan diri dengan baju SMA yang dikenakannya. Tak salah lagi lelaki itu adalah Surya.

"Tolong bawa ke rumah sakit, lelaki ini teman saya." ucap Nara dengan penuh kepanikan.

Setibanya di rumah sakit, Surya langsung dibawa ke UGD dan ditangani dokter dengan segera. Nara mencoba memberitahu Azka tetapi handphone Azka tidak aktif. Ia semakin kebingungan harus berbuat apa, sementara tak ada satu orang pun yang ia ketahui tentang keluarga Surya. Rumahnya saja ia pun tak tahu. Beberapa menit kemudian dokter keluar dari ruangan itu.

"Bagaimana keadaannya dok?"
"Maaf mbak keluarganya?"
"Bukan dok, saya temannya. Mmm keluarganya masih berusaha saya hubungi."
"Oh iya, untung saja pasien segera dibawa ke rumah sakit. Tetapi dia kekurangan darah. Stok darah di rumah sakit ini sedang kosong."
"Memangnya golongan darahnya apa dok?"
"Golongan darahnya AB."

Seketika Nara berniat menyumbangkan darahnya pada Surya. Kebetulan golongan darah mereka sama.

"Ambil darah saya saja dok." ucapnya.

Setelah dilakukan transfusi darah, Surya telah dipindahkan ke ruangan melati. Tiba-tiba saja ia mulai sadarkan diri.

"Aku dimana?"
"Di rumah sakit. Tadi kamu kecelakaan untung saja tidak terjadi apa-apa hanya kekurangan darah. Aku yang membawa mu kesini, tetapi maaf aku tidak memberitahu keluargamu karena aku tidak tahu nomernya."
"Makasih." ucap Surya begitu singkat yang membuat Nara menggerutu kesal.
"Singkat banget, emang gak mau tahu tentang darah yang saat ini ada ditubuh mu?"
"Persediaan darah dari rumah sakit ini kan?"
"Bukan! itu darahku."
"Oh oke makasih."
"Ihh gak tahu diuntung banget sih jadi orang!"
"Terus apalagi? Kamu mau apa dari aku?"

Seketika Nara teringat akan syarat yang ditujukkan oleh Ibunya, ia pun mulai mencoba membicarakan itu pada Surya.

"Mmm gampang kok, aku mau kamu temenin aku cari ayah."
"Hah.. permintaan macam apa ini?"
"Ya sudah kalau kamu tidak mau, selamanya kamu akan merasa berhutang budi padaku." ancam Nara.
"Okee aku pikir-pikir dulu."
"Aku tunggu!"

Nara mulai beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan Surya sendiri.

"Euhh cewek apaan!" ketus Surya.

**

"Temani aku, saat dunia seakan mematahkan harapanku---saat waktu tak menyetujui inginku,
Aku percaya, kamu adalah malaikat baik yang dikirimkan Tuhan untukku."

--Kinara Ashqia.

Hingga Batas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang