Part. 5 Bersama

27 11 0
                                    

Setelah perjanjian yang ditujukan Nara, Surya pun menyetujuinya meski dengan terpaksa karena ia hanya tidak mau berhutang budi kepada wanita itu yang telah bersedia mendonorkan darah untuknya.
Keadaan tersebut otomatis membuat Surya harus selalu bersedia ketika Nara mengajaknya kemana pun, ia seakan terikat sebuah janji.

**

Matahari telah bekerja seperti seharusnya. Cahayanya mulai memaparkan ke arah kaca jendela kamar Nara. Ia terbangun dan segera bersiap kembali pada rutinitasnya.

Tiba-tiba saja dering handphonenya berbunyi, pertanda ada notifikasi baru. Ia mulai membaca pesan itu, disana tertera nama Surya Dwi Renzi.

"Hahh ... Untuk apa dia mengirimiku pesan sepagi ini?" Batin Nara dengan wajahnya yang begitu terkejut.

Ia mulai membaca pesan tersebut, bertuliskan,

"Aku sudah di depan rumahmu, cepat keluar!"

Seketika Nara langsung menengok ke bawah memastikan apakah ia tidak salah membaca. Rupanya memang sudah terlihat seorang lelaki dengan motor sportnya, tidak lain lelaki itu adalah Surya.

"Ada apa dengan makhluk ini? Sedang kerasukan setan apa dia?" Batinnya merasa heran.

Nara langsung beranjak dan pergi ke bawah menuruni setiap anak tangga untuk menemui lelaki itu.

"Ada apa?"
"Ayo berangkat, nanti keburu telat!" ketusnya.
"Hah.. Apa tidak salah kamu menjemputku?"
"Sudah jangan banyak bicara. Aku sedang tidak ingin berdebat!"
"Aku tidak mengajakmu berdebat, itu pertanyaan."
"Ya sudah kalau tidak mau, aku pergi duluan!" Ucapnya seketika menyalakan motor.

"Eih tunggu!"
"Apalagi?"
"Dengan sangat terpaksa, aku menerima tawaranmu."
"Hah so jual mahal, cepat naik!"
"Iya, jangan marah marah terus dong."

Aku pun menaiki motornya. Lalu ia memberi ku helm isyarat aku harus memakainya. Dengan kecepatan sedang, tak ada satu kata yang terlontar dari mulutnya. Suasana sangat hening, hanya terdengar suara bising kendaraan. Aku tidak suka suasana ini, percuma saja bersama seseorang tetapi seakan aku sedang sendirian. Dengan berani aku segera mengawali pembicaraan. Terserah saja mau ditanggapi atau pun tidak.

"Surya."
"Hmm?"
"Kenapa tiba-tiba saja kamu menjemputku?"
"Tidak tahu."
"Laahh, pertanyaan kenapa itu seharusnya dijawab dengan karena yang merujuk pada alasan. Lalu alasan mu apa?"
"Aku tidak memiliki alasan apapun."
"Ku kira kamu itu makhluk teraneh yang ada dimuka bumi ini."
"Itu hanya perkiraan, tidak dengan kenyataannya kan?"
"Sudahlah terserahmu saja. Tak ada gunanya juga aku bertanya tetapi hasilnya tidak ada jawaban apa-apa."

Suasana kembali hening, Surya kembali bungkam. Sedikit pun tak bersuara lagi. Hingga setibanya di sekolah, aku mulai turun dari motornya hendak meninggalkan lelaki aneh itu. Tetapi tiba-tiba saja pergelangan tanganku ada yang menarik dengan terpaksa aku pun menghentikan langkah kaki.

"Ishh apaan sih?"
"Tidak ingin bilang terimakasih?"
"Tidak."
"Dasar tidak tahu terimakasih."
"Siapa suruh kamu menjemputku? Kalau tidak ikhlas tidak usah menjemput."
"Ya sudah perjanjian itu dianggap batal."

"Hah dengan beraninya dia mengancamku." batinku kesal sekali dengan perkataannya. Sangat terpaksa aku pun mengucapkan,

"Terimakasih."
"Singkat sekali."
"Lalu mau mu apalagi?"
"Terimakasih Surya tampan." Mendengar perkataannya aku merasa jijik sekali, ia muntah kala itu juga.

"Kalau tidak mau, perjanjiannya batal."
Lagi-lagi ia berusaha mengancam, sangat terpaksa juga aku berkata,
"Terimakasih Surya tampan."

Dia hanya tersenyum lalu berlalu meninggalkanku. Kesal sekali rasanya, harus bertemu makhluk aneh seperti dia. Aku mulai berjalan menyusuri lorong menuju kelas. Sudah terlihat beberapa siswa lainnya, rupanya 5 menit lagi pelajaran akan segera dimulai.
Termasuk Azka yang sedari tadi sedang duduk membaca buku fiksi kesukaannya.

"Selamat pagi, Azka."
"Hey, Ra. Selamat pagi juga."
"Tadi aku dijemput Surya."
"Hah gak salah?" ucapnya terlihat sangat kaget.
"Enggak. Aku juga merasa aneh tiba-tiba saja dia mengirimiku pesan lalu menyuruhku keluar rumah."
"Aku punya firasat, Ra. Kayaknya dia mulai suka sama kamu."
"Tidak mungkin orang sedingin itu memiliki perasaan."
"Menurut buku yang pernah aku baca, terkadang orang yang bersikap dingin itu rasa sayangnya akan melebihi orang normal. Biasanya dia bersikap seakan biasa saja padahal hatinya begitu perasa."
"Apa benar itu bisa terjadi pada Surya?"
"Bisa jadi, Ra. Karena dia juga manusia."
"Tetapi dia aneh."
"Dia aneh itulah sebabnya kamu suka kan?"

Mendengar pertanyaan Azka yang seperti itu, aku hanya bungkam seribu bahasa. Bingung harus menjawab apa. Hanya saja aku tidak bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa aku memang menyukainya. Terkadang perasaan seperti ini bisa jadi hanya sekedar kekaguman yang sifatnya sementara bukan? Terlebih lagi mana mungkin aku menyukai makhluk aneh itu, karena dia berbeda. Tentu saja tidak. Sudahlah aku tidak menyukainya. Ku harap begitu.

**

Setelah pelajaran berlangsung, kini tiba saatnya jam pulang. Saat aku mulai berjalan tiba-tiba saja ada suara seseorang yang memanggilku.

"Kinara, tunggu!"

Aku membalikkan badanku. Rupanya dia adalah Satya, teman sebangku Surya.

"Ada apa?"
"Tadi Surya titip pesan sama aku, katanya kamu disuruh ke tempat parkir sekarang."
"Hah?"
"Iya, dia sudah menunggumu disana."

"Mau apalagi makhluk aneh itu?" batinku.

Aku melihat seorang lelaki yang tengah duduk diatas motor sport yang tadi pagi ku naiki. Benar, lelaki itu adalah Surya. Tanpa basa basi dia mulai berkata,

"Ayo naik!"
"Ini tawaran atau pemaksaan?"
"Pemaksaan."
"Aku tidak suka dipaksa."
"Pilih naik atau perjanjian itu batal?"

Untuk kesekian kalinya, dia mengancamku. Rasanya seperti aku sendiri yang terikat oleh perjanjian itu. Tidak ada pilihan yang lebih baik selain mengikuti kemauannya. Sangat terpaksa, untuk yang kedua kali kembali lagi dibonceng makhluk aneh itu. Semoga tidak ada yang ketiga kalinya.

Saat diperjalanan aku mulai menyadari bahwa ini bukan jalan pulang yang biasa aku lalui.

"Kita mau kemana?"
"Kemana saja, jangan banyak tanya!"
"Huhh dasar penculik."
"Kamu senang?"
"Tidak."
"Sudahlah jangan berbohong. Aku tahu kamu senang berlama-lama denganku."

Dengan mudahnya dia menyimpulkan keadaanku saat ini. Padahal kenyataannya tidak begitu. Aku tidak senang.

"Semesta bantu aku. Aku tidak ingin terjebak dalam keadaan seperti ini."

**

'Ada pertanyaan tentang sebab suatu hal terjadi. Terkadang rencana manusia hanyalah sepintas jalan cerita. Tetapi rencanaNya adalah ketetapan dari segala jawaban.'

--Kinara Ashqia

Hingga Batas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang