Sore itu, ketika akhirnya aku mengungkapkan perasaanku padanya, aku ingat bagaimana kedua bola mata Jimin yang membesar itu memandangiku dengan wajahnya yang merah padam. Aku yang tidak kuat memandang wajahnya pun memilih untuk memutuskan kontak mataku terlebih dahulu dengan menundukkan kepalaku. Bersembunyi di balik kedua tanganku yang memeluk lututku.
Memalukan!!!
Sungguh aku benar-benar malu tapi kemudian aku memberanikan diri untuk mengangkat kepalaku lagi untuk menatap Jimin yang masih memandangiku. Sepertinya dia mematung.
Semilir angin senja menyisir rambut halus Jimin yang membuatnya terlihat makin indah. Ya, bahkan terlampau indah.
Wajahnya yang terperangah dengan bibir tebalnya yang sedikit terbuka, semburat merah di pipinya bercampur dengan cahaya senja, serta matanya yang masih membulat memandangiku. Sungguh Jimin begitu indah.
"Jimin.....wajahmu sangat indah--hmpphh."
Aku melotot ketika Jimin tiba-tiba saja membungkam mulutku dengan kedua tangan mungilnya. Wajahnya makin merah dan dia terlihat panik.
"Kau yang paling manis---"
"Sssh diem!!" Potong Jimin masih membungkam lebih kuat mulutku agar aku tidak bisa bicara lagi.
"Yoongi hyung mau bunuh aku ya? Aku bisa mati tauuu!!" Serunya dengan wajah paniknya yang lucu.
Aku hanya mengerutkan dahiku tak mengerti hingga dia berkata lagi, "Jantungku berdebar tidak wajar, itu semua ka-karena Yoongi hyung!! Sesak rasanya tiap di dekatmu!"
Dalam bekapan tangan Jimin, bibirku melengkung lebar, aku menahan tawa bahagia karena itu artinya aku berhasil, incaranku merasakan hal yang sama. Jimin tahu bahwa aku tersenyum, terlebih lagi mataku pasti sudah menghilang karena senyumanku.
Dia pun memilih melepas kedua tangannya dari mulutku dan mendapatiku yang tersenyum senang. Jimin yang melihat senyumku memilih untuk membuang mukanya dan bahkan hendak beranjak dari tempat piknik kami.
Jimin seperti ingin lari, tapi aku lebih cepat berdiri, menariknya kemudian menangkapnya dan memenjarakannya dalam pelukanku. Malu.... Mungkin Jimin dapat mendengar debaranku juga.
Diam dan hening....
Entah bagaimana lama-lama tubuh kami yang bereaksi tidak karuan, mulai menyamankan diri dalam pelukan. Aku memberanikan diri menyisir rambut halus Jimin kemudian mengecup pucuk kepalanya cukup lama, menyalurkan segala rasa serta menghirup semua segala aroma.
"Aku menyukaimu Jimin. Apa kamu juga menyukaiku?" tanyaku dengan suaraku yang sedikit serak.
Jimin menganggukkan kepalanya di dalam pelukanku. Aku terkekeh senang seraya menciumi pucuk kepala Jimin lagi, menyisir rambutnya penuh sayang.
Tak lama, Jimin berusaha melonggarkan pelukan kami dan memandangiku. Tiba-tiba saja dia tertawa.
"Wae?" tanyaku.
"Wajahmu lucu, hyung. Wajahmu merah sekali!! Hehehehe." Jimin mengepalkan tangannya di depan bibirnya, tertawa malu-malu.
"Kau pikir, hanya kau saja yang ingin mati? Tidak tahu ya, hatiku ini sudah gelar konser akbar tiap ada di dekatmu, tahu!!"
Jimin semakin tertawa sambil berkata dia sangat suka melihatku berbicara. Katanya bibirku terlihat manyun setiap aku berbicara. Sedikit kesal tapi aku menikmati suara Jimin yang senang sekali menertawaiku.
Tak lama aku pun mencuri cium dahi Jimin cepat hingga dia berhenti tertawa. Aku pun tersenyum miring seraya berkata, "Kali ini jidat, yang lain nyusul weeek!"
Jimin hanya menutup wajahnya malu dengan kedua tangannya, sementara aku memilih membereskan barang-barang piknik kami agar kami bisa langsung ke tempat outing.
Hal yang paling tidak kusangka semua jadi berjalan alami saja. Selama di mobil, Jimin kembali berbicara denganku seperti hari kencan kami yang lalu. Bedanya, aku seringkali mengacak-acak rambut halusnya tiap kali ada kesempatan sambil tanganku yang lain fokus menyetir.
"Berantakan, hyung!!" Protesnya lucu. Iya, entah bagaimana Jimin jadi semakin terlihat lucu di mataku.
Aku cuma terkekeh tak menanggapinya. Tak lama Jimin tertidur dan aku pun masih sempat-sempatnya mengelus rambutnya. Bagian lain Jimin yang aku sukai, rambutnya dan tentu saja aromanya.
Masih ingat di kepalaku, kami sampai di tempat outing cukup larut ketika para karyawanku sedang asik menggelar perapian untuk membakar daging. Melihat kedatanganku bersama Jimin, mereka semua menyoraki kami.
"Sudah jadian nih? Ciyeee ciyeee"
Kurang lebih begitulah sorakan mereka. Benar-benar hari yang mendebarkan, wajahku tidak berhenti memerah kala karyawan-karyawanku membocorkan semua gelagatku ketika aku sangat memperhatikan Jimin.
Sialan! Mereka semua tahu aku suka pada Jimin! Dan lihat itu, Jimin malah menikmatinya dan bahkan meminta mereka semua bercerita tentang betapa 'bucin'-nya aku.
Hey! Aku masih ada di sini! Aku bos kalian! Memang karyawan kurang ajar!
Aku pun memilih untuk memanggang daging, menyamarkan wajahku yang memerah dibalik asap sambil memperhatikan betapa indahnya wajah Jimin yang tertawa malu sambil memegang gelas anggurnya.
Misi berhasil!
Park Jimin, incaranku telah jadi milikku..
.
.
.
.
-Bagian kau jadi milikku-
.
.
.
-The Last Page-
KAMU SEDANG MEMBACA
INCARAN | YoonMin vers. ✔️
Fanfiction[END] Diary 'bucin' Yoongi yang isinya sungguh mengapresiasi setiap hal yang ada pada Jimin, incarannya. Check the whole series! - TaeKook vers. - NamJin vers. - Hoseok vers (special version)