[1]

65 10 0
                                    

Maaf kalo terbelit-belit. Karena aku masih nyoba buat inget-inget lebih detail.

Happy reading!!

❄❄❄

Hari yang membosankan bagiku. Dimana banyak orang disini, jujur aku lebih suka ketenangan. Mengapa? Karena aku tidak suka berurusan dengan apapun yang menurutku tidak penting. Rasanya inginku musnahkan semua cowok yang katanya "cogan" itu.

Setelah cukup lama aku melamun, tiba-tiba seseorang berkata "Dera, kamu jadi Bendahara OSIS. Lalu Tiwi kamu jadi Sekretaris OSIS ya." aku pun tersadar dari lamunanku dan seketika membulatkan mataku.

"Sa..saya bu?" kataku sedikit syok.

"Iya. Kamu jadi bendahara OSIS." Akupun hanya bisa pasrah, mengingat seseorang yang berbicara denganku adalah guru kesiswaan yang terkenal sangat killer. Dalam hatiku Ya tuhan, apa aku akan sanggup? Semoga saja.

"Dan untuk Ketua OSIS dan Wakil OSIS sudah diputuskan yaitu Sagara Allardo sebagai Ketua dan David Seloka sebagai Wakilnya. Adakah yang merasa keberatan?" tanya ibu Suti, guru kesiswaan. Ia berdiri didepan yang disampingnya ada si Ketua OSIS itu dan Wakilnya. Oh tuhan, melihatnya saja aku tidak suka.

Setelah beberapa lama, rapat pun selesai dan semua siswa dipersilakan kembali ke kelas masing-masing. Aku menuju kelas bersama David karena ia dan aku memang satu kelas.

***

Hari-hari berjalan seperti biasanya. Hanya saja aku lebih sibuk dari biasanya, ya karena jabatanku sebagai bendahara OSIS, harus ada disetiap rapat apapun yang berhubungan dengan OSIS. Melelahkan memang, apalagi terkadang harus meninggalkan jam pembelajaran. Terkadang aku juga senang kalau memang mata pelajarannya tidak aku sukai, tapi kalau sebaliknya rasanya berat, namun aku harus terima resiko itu.

Bukan itu yang menjadi masalahku, yang paling aku tidak suka jika harus sering bertemunya. Entah mengapa sejak pertama kali bertemunya aku sangat tidak suka padanya. Ada semacam perasaan yang membuatku benci dia. Atau mungkin karena sikap sok cool-nya? Ah, aku tidak peduli itu. Yang ada dipikiranku hanya menyelesaikan tugasku dengan baik dan keluar dari jeratan yang menyiksa batinku ini, dan tak bertemunya lagi. Itu saja.

❄❄❄

Pagi yang cerah. Matahari yang mulai terbit memancarkan cahaya yang menembus jendela kamarku hingga sampai di tempat tidurku. Aku pun terbangun dan mulai membersihkan diri. Setelah itu aku bersiap-siap ke sekolah. Dengan memakai baju kebanggaan biru-putih, aku pun mulai berangkat menggunakan angkot menuju sekolahku.

Sampai di sekolah, aku menuju ruang kelasku. Sudah biasa jika bertemu dengan adik bahkan kakak kelas saat akan masuk kelasku, namun aku hanya tetap diam saja kecuali jika aku akrab dengan mereka.

Rutinitasku jika aku sedang "gabut" biasanya aku akan membaca novel dikelas. Karena biasanya aku akan pergi ke perpustakaan sekolah. Mengingat ini masih pagi, aku pasti menduga kalau pintu perpustakaan masih tutup. Setelah beberapa menit bel pun berbunyi, menampakan sosok gadis yang sebaya denganku duduk disampingku " Pagi, Der!" sapanya.

"Hm. Pagi, Na." balasku dengan senyum simpul. Setelah beberapa saat munculah sesosok wanita paruh baya yang mulai mengisi pada jam pertama hari itu.

***

Istirahat pertama, aku dan Rena juga yang lain sedang bercengkerama di kelas. Saat kami tengah asyik tertawa, bercerita, tiba-tiba Aldo, teman satu kelas menghampiriku.

"Ra, tuh dicari atasan elo." katanya seraya bola matanya tertuju ke arah pintu kelas.

Aku pun mengikuti arah bola matanya, kembali menatap Aldo mengernyitkan dahi karena memang di depan tidak ada siapapun.

"Siapa?" tanyaku masih dalam posisi duduk berkumpul dengan gerombolan tadi. Mereka yang sedari tadi tertawa lepas seketika diam, ikut terfokus Aldo dan Aku.

"Ck. Noh ketua OSIS nyariin elo." jelasnya.

Aku membulatkan bola mataku seketika,

"Ngapain dia nyuruh elo manggil gue. Dia kelas D kan? Kelas dia sebelahan sama kelas kita?! Ngapain juga nggak dateng sendiri kesini! Pake nyuruh elo lagi. Dasar cowok sombong." makiku.

"Nggak tau." jawabnya santai.

"Daripada elo emosi sendiri disini. Mending elo temuin deh si Gara. Daripada ntar tambah riwet?!" Rena menyahut.

Malas sekali rasanya bertemunya. Bayangkan, aku masuk kelasnya sendirian! Dilihat banyak orang membuatku risih apalagi kelas itu terkenal tak bisa diam. Setelah aku masuk orang pertama yang aku lihat yaitu orang yang kucari. Aku melihat ia duduk di kursi paling depan, terlihat sedang bicara dengan sebelahnya, aku pun menghampirinya.

"Ada apa?" kataku datar. Tak lupa melipat kedua tanganku di dada.

"Oh, elo. Mulai sekarang tugas elo gue ubah jadi sekertaris OSIS." katanya to the point. Datar, sangat datar.

"Apa?" mataku membulat sempurna.

"Tapi kalo resmi, elo masih jadi bendahara OSIS. Cuma elo sama Tiwi tukeran tugas. Kasian Tiwi capek gara-gara tugasnya banyak banget. Yaudah, dia milih ngurusin duit aja."

Itu udah tugasnya dia Bambang! Itu udah resiko jabatannya! Lagian elo gak mikir gue hah?! Oh tuhan, manusia macam apa yang ada didepanku ini. Tanpa minta maaf, masih dengan muka sok cool-nya itu main seenak jidatnya ganti-ganti jabatan orang. Iya, gue tau elo ketua OSIS, bukan berarti elo bisa main seenaknya, apalagi cuma masalah pribadi. Seharusnya elo bisa berpikir bijak, ngarahi bawahan elo yang bener bukan kaya ketos abal-abal kaya gini. Ya tuhan, kenapa kau ciptakan manusia tanpa hati dan otak seperti ini. Apa saat lahir hati dan otaknya ketinggalan di rahim ibunya?! Kalo iya kasian sekali ibunya,

"Oh." jawabku. Entah kalimat kata hatiku yang sudah tersusun rapi-rapi dan sudah siap untuk diledakkan, hanya terlontarkan dengan dua huruf itu saja. Hanya aku memutar bola mataku malas.

Baru aku sadari, dari tadi seseorang yang berada disamping si ketos itu adalah Tiwi. Oh tuhan, dia ternyata sama saja, hanya diam tak mengeluarkan sepatah katapun, tanpa menunjukkan rasa minta maaf hanya memandangiku dengan pandangan tak terbaca. Oh tuhan, andaikan yang namanya peraturan sekolah itu tidak pernah lahir, aku pasti sudah menendang tepat di muka mereka secara bersamaan.

"Udah selesai ngomongnya? Kalo gitu gue mau balik ke kelas." rasanya aku tak akan tahan jika terus berlama-lama disini.

Ia pun mengangkat sebelah alisnya. Namun setelah itu kembali ke sikap datarnya.

"Udah."

"Bagus deh." aku melangkahkan kaki menuju kelasku dengan hati yang sangat memanas. Tanpa aku sadari, salah satu ujung bibir seseorang terangkat karenaku.

❄❄❄

~Pemimpin yang benar adalah ia yang mampu bersikap adil, tidak egois, ataupun menggunakan gelarnya hanya untuk sekedar FORMALITAS dan mengejar ke-FAMOUSE-an semata~

❄❄❄

#Thanks for Reading
#Dont forget vote, okay? For next part💙
#Always support me

shireputri.

My Shield Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang