"APAAN NIH?"
Mataku mnegerjap ketika tangan Ami merebut paksa sticky note dari tanganku.
Kurang ajar sih dia, malah cengengesan gitu lagi!
"Kak Filo jarang senyum, padahal kalau senyum kamu makin cantik lho Kak."
Aku mendengus, merengut kesal dan berusaha menggapai-gapai kertas sticky note dari tangan Ami karena itu milikku!
"Ami! Balikin nggak?!"
Dia malah semakin menjadi, "Kenapa sih patner nge co-ass nya sama kak Aska mulu? Kalian emang pacaran ya?"
Aku meloncat meraih ujung tangan Ami yang sialnya lebih tinggi dariku. Butuh hingga tiga loncatan hingga akhirnya tangannya dapat kuraih sebelum aku meremas sticky notes yang isinya barusan dia baca tadi, lalu melemparnya asal ke sudut kamar sambil memasang wajah jutek.
"HAHAHAHAHAHA."
Melihat Ami tertawa selebar itu di atas kekesalanku, aku mendengus, membuang setumpuk laporan praktikum mahasiswa semester lima yang harusnya sudah selesai aku koreksi, ke atas meja hingga menciptakan suara gedebuk yang keras.
"Sumpah, gue bisa bayangin gimana juteknya lo tiap nge co-ass mereka pas praktikum." Mataku seketika melotot pada Ami. "Pede banget ya mereka nyelipin stiky notes gini di tengah-tengah laporan praktikum? Blak-blakan lagi pesannya. Hahahahaha!"
"Ami....."
"Hem? Kenapa, Beb?"
"Jangan bikin gue makin kesel terus akhirnya ngasih mereka nilai 60 ya."
"Loh loh loh." Dia melotot sambil menahan tawa. "Kok lo jadi main victim gitu? Ngasih nilai yang adil dong Beb, nggak boleh gitu ya."
"Bodoamat. Udah ah, capek gue, jereng juga nih mata bacain tulisan mereka yang kayak cacing gitu. Ada juga laporan punya kakak tingkat yang jelas-jelas salah, malah disalin. Otaknya dimana ya? Udah tau salah, masih aja dicontek. Bego banget." Aku membuang napas, mahasiswa tuh sudah dikasih waktu satu minggu ya buat ngerjain laporan praktikum satu acara doang. "Gue capek, Mi. Mau nikah ajalah sama Pamungkas."
"Punya Abigail Cantika itu, bisa dicakar lo sama ceweknya. Lagian nih ya, harus banget ya sama si Pam?"
"Iyalah! Dia itu sexy banget ya nggak sih?"
Ami mengelus pipiku. "Sadar ya Fil ya, ngimpinya nggak usah ketinggian. Rampungin dulu tuh S2 lo!"
Holy shit.
S2 sialan. Kalau bukan karena Mama yang pasti bakalan mengoceh lebar kali panjang jika aku mentok dengan gelar sarjana, aku nggak bakalan sudi nerusin kuliah lagi. Buat apa sih? Lagian kerjaanku sudah mapan lho, maksudku, jadi guru tetap biarpun bukan PNS di salah satu SMP swasta sudah bisa disebut great achievement kan? Maksudnya gini, jika dibandingkan dengan upah minimal regional di kota pelajar ini, gaji yang aku terima setiap bulan dari yayasan sudah jauh lebih besar. Ditambah aku masih laku dipanggil mantan dosen-dosenku buat jadi co-ass praktikum mahasiswanya.
Dipikir meras otak buat kuliah sambil nyari duit itu gampang apa? Tapi mama tetaplah mama, yang akan punya segala cara untuk menempatkan gelar master di belakang namaku, salah satunya membuat aku kehilangan pekerjaan sebagai guru. Sudah pernah kejadian dua tahun yang lalu, ketika aku ketahuan bolos mengikuti tes masuk gelombang pertama. Mama langsung ngamuk datang ke sekolah tempat aku ngajar dan mengancamku akan mencoretku dari kartu keluarga jika aku masih saja ngeyel. Seketika aku menjadi bahan tontonan. Sumpah, malunya itu loh!
"Eh Fil, ini abang lo pulang ya?"
Ami, yang entah dari kapan sudah asyik dengan ponselnya dan mengikutiku rebahan di atas kasur, tiba-tiba berteriak heboh sambil memukul-mukul lenganku menunjukkan layar smartphone nya yang tengah menayangkan story abangku di bandara.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
General Fictionhe's the one who gives me pink, red, yellow, and green in my life.