Copyright © 2019 AraNada. All rights reserved.
This book or any portion thereof may not be reproduced or used in any manner whatsoever without the express written permission of the author except for the use of brief quotation in a book review.
This is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events, locales, and incidents are either the products of the author’s imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events is purely coincidental.
*********
Bayangkan jika kau bisa duduk di samping kaca sambil membaca buku kesukaanmu dengan lagu folks atau akustik, lagu-lagu beraliran teduh dan mellow yang mengalun ditemani dengan segelas cokelat panas di dalam loteng sambil mendengarkan suara hujan yang jatuh membasahi bumi. Terdengar dengan deras dan nyaringnya ketika menyentuh atap rumah.
Aku menyukai saat-saat ini. Ketika kau tidak memikirkan apa-apa dan hanya menikmati waktumu dengan santai, rileks dan nyaman. Aku tidak membutuhkan dunia luar jika aku setiap hari bisa menikmati ini.
Aku menutup buku setelah membatasi halaman yang terakhir kubaca dengan pembatas halamannya lalu menaruh buku itu di atas meja kecil. Aku meraih gelas berisi cokelat yang sudah setengah diminum itu sambil menatap ke luar yang saat ini sedang hujan.
Senyuman lebar tidak bisa kusembunyikan karena saat ini adalah satu saat terbahagiaku di dalam hidup.Aku tidak akan pernah mau menggantikan saat-saat ini dengan apa pun juga.
Sepertinya hujan akan lama hari ini, sempurna. Biarkan aku menikmatinya seperti biasa.Sedang bahagianya aku memandangi hujan mataku menangkap sosok seorang laki-laki di bawah sana yang sedang berjalan sambil tertunduk dengan membiarkan dirinya dibasahi hujan.
Menyesap cokelatku sambil terus memerhatikannya yang terlihat jelas sedang murung dan frustasi dari gesture tubuhnya.
Banyak sekali orang sepertinya yang sering aku lihat senang berjalan di bawah hujan, membiarkan dirinya basah karena hujan dan menunduk murung seperti laki-laki itu.
Aku masih tidak mengerti alasan dari mereka yang melakukan itu. Alasan yang kudengar dari salah satu temanku yaitu untuk menyembunyikan airmata mereka dan membiarkan dinginnya air hujan menusuk kulit mereka agar mereka sadar dan lega karenanya. Sungguh aku masih tidak mengerti, apa maksudnya.
Laki-laki itu mengangkat kepalanya dan membiarkan wajahnya dihujani dengan air langit. Aku sering melakukan itu tapi karena aku bahagia bukan karena sedih atau murung sepertinya. Ia mengusap rambutnya dan wajahnya yang basah.
Aku tidak dapat melihat dengan jelas wajahnya karena hujan.
Jangan sedih begitu, aku tidak tahan melihat orang-orang yang sedih ketika hujan seperti ini. Harusnya mereka senang karena air dari langit jatuh membasahi bumi yang membutuhkan banyak air dan membuat mereka tidak merasakan padatnya pekerjaan seharian. Ketika kau berada di tempat kerjamu cukup nikmati hujan dengan secangkir minuman hangat di sela-sela padatnya pekerjaan. Atau di sekolah duduk di kursimu atau berdiri di samping jendela sembari menatap berjuta bahkan bermilyar tetesan-tetesan air hujan. Menikmati udaranya yang sejukdan lembabnya.Karena asik memerhatikan laki-laki itu yang sudah menghilang di sudut jalan, cokelat yang berada di tanganku juga ikut habis. Aku menatap ke dalam gelas lalu tersenyum. Aku turun dari kursi sambil membawa gelas ini menuju dapur yang berada di lantai satu untuk kucuci.
"Menatap hujan lagi huh?" Suara ibu dari arah ruang keluarga, sedang duduk bersandar pada ayah di sofa sambil menonton tv.
"Kayak mama tidak tahu saja kebiasaan anak gadis kita itu." Ayah menyahuti pertanyaan ibu itu lalu keduanya terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose Rain Over You [Completed]
Teen FictionJangan mengharapkan cerita yang penuh intrik dan konflik di dalam cerita ini karena kalian tidak akan menemukannya. Cerita cinta, seperti biasa antara sepasang remaja. Kisah ini memiliki dua Point of View yaitu si perempuan dan si laki-laki. Kalau t...