8. [재용] Panik

597 75 7
                                    

Siapa yang tidak menanti kehadiran buah hati dalam sebuah pernikahan? Semua orang pasti menginginkannya. Begitu juga pasangan Jung Jaehyun dan Lee Taeyong. Dua tahun menikah, akhirnya mereka dikaruniai dua putra menggemaskan nan tampan untuk melengkapi hari-hari mereka.

Tapi, jika ditilik ke belakang, semua hal tentang si kembar tidak selalu menyenangkan.

Ini cerita ketika kandungan Taeyong memasuki usia lima bulan. Perubahan hormon yang dua kali lipat lebih pesat karena ada dua janin dalam tubuhnya, memaksa Taeyong untuk bisa mengontrol emosinya akibat mood swing dan morning sickness yang luar biasa parah. Belum lagi, berat badannya tergolong ringan untuk ibu hamil dengan bayi kembar.

Bukan berarti Jaehyun tidak memperhatikan pasangannya, tapi kondisi tubuh Taeyong sendiri yang terlalu ringkih untuk menopang bayi-bayinya. Beragam cara telah dilakukan Jaehyun untuk menjaga Taeyong. Mulai dari mengatur jadwal menu makan supaya Taeyong tidak berakhir mual dan muntah, pemeriksaan rutin ke dokter, atau mengikuti saran dari Ibu serta kakak iparnya yang lebih berpengalaman.

Sungguh, Jaehyun tidak keberatan melakukan apapun asalkan Taeyong dan bayinya sehat.

Malam itu, Jaehyun menyetir mobilnya dengan brutal membelah jalanan Los Angeles yang padat seusai menerima telepon dari Taeyong yang merintih sakit. Masa bodoh dengan kamera pengawas yang terpasang di jalan dan membuatnya terkena tilang, Taeyong yang sedang menunggunya di rumah jauh lebih penting daripada apapun.

Pintu apartemen mereka terbuka cepat, Jaehyun bahkan nyaris menjatuhkan gantungan mantel dan menabrak rak sepatu di koridor. Ia buru-buru menghampiri Taeyong yang masih merintih dengan wajah payah, butir keringat, dan desah napas putus-putusnya.

"Sayang, mananya yang sakit hmm? Aku telepon dokter ya biar meriksa kamu?" Taeyong menggeleng lemah, digenggamnya dengan erat tangan Jaehyun untuk meredakan sakitnya.

"Mereka bergerak terlalu aktif hari ini, rasanya perutku diaduk-aduk, pinggangku juga mau patah, Jae—" Taeyong menitikkan air mata, rasa sakit yang timbul-tenggelam membuatnya nyaris hilang kesadaran.

Jaehyun kemudian menumpuk bantal-bantal di atas ranjang mereka untuk menopang pinggang Taeyong, lalu ia memijat sisi pinggul pasangannya dan menimbulkan desah nyaman dari celah bibir Taeyong.

"Sekarang mau gimana? Aku telepon Mama atau Kak Hakyeon ya? Aku bingung kalau kamu ngga mau aku panggilin dokter gini, Sayang."

Taeyong hanya mengangguk lemah, ia menyandarkan kepalanya bada bahu kokoh Jaehyun yang kini sibuk berkutat dengan ponselnya untuk melakukan panggilan. Sebenarnya, alasan Taeyong tidak mau diperiksa dokter karena ia khawatir dengan pengeluaran Jaehyun untuk dirinya bulan ini sudah mencapai batas. Ia tidak enak hati terus menerus menyusahkan Jaehyun untuk mengantarnya ke klinik, menghabiskan banyak uang untuk vitamin dan suplemen, dan menyebabkan Jaehyun dimarahi habis-habisan oleh atasannya karena jadwal siarannya yang selalu berantakan.

"Halo, Kak?"

"Iya, Jaehyun? Ada apa?" Jaehyun mendesah lega karena Hakyeon mengangkat teleponnya dengan cepat—bahkan sebelum dering kedua. Perbedaan waktu tujuh belas jam seakan bukan hal berarti bagi keduanya menjalin komunikasi, toh di Seoul juga pagi. Semoga saja, ia tidak mengganggu kegiatan kakak iparnya mengurus keluarga.

"Gini Kak, Taeyong ngeluh pinggangnya sakit..terus perutnya kayak diaduk-aduk gitu. Di kasih apa ya Kak supaya mendingan? Ngga mungkin kan Taeyong harus minum pain-killer?"

"Oh, bayinya gerak aktif tapi kan?"

"Nah itu Kak, karena mereka geraknya terlalu aktif makanya Taeyong kewalahan," jelas Jaehyun.

"Coba posisi badannya Taeyong dibuat lebih tegap Jae, habis itu ambil minyak zaitun atau minyak aromaterapi lainnya buat mijat sekitar pinggul sampai bawah perut. Biar otot-otot di sekitarnya lemas, ngga tegang gara-gara harus mengimbangi gerakan bayi kalian."

"Sebentar Kak," Jaehyun meletakkan ponselnya di atas nakas, perlahan-lahan beringsut dari sisi Taeyong untuk mengambil minyak zaitun di atas meja rias sesuai saran Hakyeon, "terus Kak?"

"Nyalakan lilin aromaterapi, nyanyikan lagu buat bayi kalian, terus kalau sempat buatkan Taeyong teh jahe supaya makin rileks dan bisa cepet tidur. Mungkin bayi kalian kangen Ayahnya, makanya berulah sampai bikin Mamanya repot." Hakyeon terdengar tertawa pelan, dan samar-samar jaehyun mendengar suara Taekwoon yang bertanya 'siapa?' dari seberang line telepon.

"Siap, Kak! Laksanakan! Makasih sarannya ya Kak...oh, mau ngomong sama Taeyong ngga?"

"Boleh," Jaehyun memberikan ponselnya kepada Taeyong, sementara ia sudah membuka tutup botol minyak zaitun dan menuangkan ke atas telapak tangannya, "halo Taeyong?" sapa Hakyeon.

"Halo, Kak...Maaf ya ngerepotin Kakak pagi-pagi gini, pasti lagi sibuk ngurusin Wonshik sama Kak Taekwoon yang mau pergi kerja."

"Ngga kok, semuanya udah siap. Oh ya, Taeyong mau dengerin saran Kakak?"

"Apa Kak?"

"Ngga, Kakak cuma mau bilang buat ngga sungkan minta tolong sama Jaehyun, Kakak, ataupun Mama. Kita selalu siap dan ngga keberatan sama sekali buat bantu Taeyong, malah kalau bisa Kakak pengen bantu kalian di Los Angeles. Kita semua sayang Taeyong, jangan berpikiran kalo Taeyong minta tolong kita bakal kerepotan." Taeyong mengulum senyum begitu mendengar nasihat dari Hakyeon.

Memang benar, selama ini dia selalu berpikir terlalu jauh ketika mengalami kesulitan dan menginginkan bantuan. Ia terbiasa hidup mandiri tanpa menyusahkan orang lain, jadi ia berpikir jika meminta tolong—sekalipun itu kepada Jaehyun—maka ia akan merepotkan.

"Iya, Kak...makasih udah ngingetin Taeyong."

"Sama-sama," Hakyeon menyahut dengan lembut, "semoga cepet sembuh, babies dan Mommy-nya sehat selalu. Besok Kakak kirimkan teh herbal, sama jeruk halabong ya?"

Telepon kemudian ditutup setelah keduanya mengucapkan salam dan Taeyong yang menyamankan diri untuk bersandar sepenuhnya kepada Jaehyun.

"Udah mendingan?" Taeyong mengangguk ringan, tangannya kemudian diraih oleh Jaehyun dan dikecupi berulang-ulang, "Coba sakitnya bisa pindah ke aku."

"Ngga apa kok, ini salah satu nikmatnya jadi Ibu," kelakar Taeyong. Ia mengusap sisi wajah Jaehyun yang masih terlihat khawatir dengan keadaannya, "babies cuma kangen kok sama Daddy, tuh sekarang udah tenang habis diusap, hehehe..."

Jaehyun menghembuskan napas lega, ia mengecup puncak kepala Taeyong yang terasa lembab karena berkeringat, "Aku bikinin teh jahe ya? Biar makin rileks..."

Taeyong hanya mengangguk pelan, membiarkan punggung lebar Jaehyun menghilang di balik pintu yang tertutup. Ia kemudian menatap perutnya yang semakin besar hari ke hari, dielusnya penuh sayang permukaan perut yang terlapisi fabrik kain lembut itu sembari bermonolog, "Jangan nakal Bambi, Simba...jangan bikin Mommy sakit ya, Nak? Mommy sama Daddy sayang kalian."

(Caption pinjem dari mbak Raisa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Caption pinjem dari mbak Raisa.)

x f i n x

[Parenting Ship] One Way to YouWhere stories live. Discover now