Not one but Two (PART 1)

180 5 0
                                    

Diary of Gilbert & His Pets

Inspiration from Depraved Eros's vlog at youtube.

DANIEL POV

Bulir keringat kembali mengucur deras dari dahiku. Tanganku mulai berkeringat. Hari ini adalah hari wawancaraku sebagai seketaris di perusahaan Dominert, perusahaan cabang Prancis yang bergerak dibidang pendistribusian. Satu persatu calon karyawan keluar dengan wajah tak terdefinisikan, senang yang enggak, sedih yang enggak. Datar saja. Satu karyawan disampingku dipanggil masuk, tanganku kembali berkeringat dingin. Detak jantungku tak bisa dikendalikan kembali. Aku terlalu grogi untuk berdiri dihadapan CEO—ya, kali ini yang menginterview karyawan adalah CEOnya sendiri. Aku tak tahu, kenapa CEO yang turun tangan lansung menginterview, biasanya pihak HRD atau sumber daya manusia yang akan mengatasi masalah perekrutan karyawan seperti ini.

"Daniel Rahardjo." Suara wanita berambut pirang mengagetkanku. Aku segera bangkit berdiri, merapikan setelan jasku dan dengan berani melangkah mengikuti kemana wanita rambut pirang itu melangkah. Pemandangan serba putih menyapaku, ketika aku melangkah masukinya. Semuanya tertata rapi, perabotan, berkas-berkas dan ruangan itu memiliki ruang tamu yang tidak dibatasi oleh tembok penghalang.

"Mr. Dominert, ini karyawan terakhir untuk hari ini."

Pria itu hanya mengangguk, kemudian menyuruh wanita pirang meninggalkan kami berdua. Sepeninggalan wanita itu, jantungku semakin tak karuan. Aku takut, hawa disekitarku mengintimidasiku seolah memojokkanku akan sesuatu masalah yang sudah kuperbuat. Pria itu menyodorkan map coklat dan sebuah bolpen.

"Selesaikan dalam waktu tiga puluh menit." Aku mengangguk, mengambil kedua barang tersebut dan beranjak menuju tempat yang ditunjuk oleh pria tersebut. Kedua tanganku mulai membuka map, mengeluarkan tiga lembar kertas. Apa ini seperti psikotest? Tapi jika ini psikotest harusnya sudah berlalu bukan? Aku membolak balik lembar demi lembar, men-scan secara acak pertanyaan yang dilampirkan disana. Tanpa berlama-lama aku mengerjakannya dengan serius tentunya, aku mengingkan pekerjaan ini.

Tiga puluh menit tak terasa, otakku rasanya lelah memikirkan semua jawaban atas pertanyaan pada kertas tersebut. Sudah banyak bayangan restaurant atau kedai makanan yang terpampang mengelilingi kepalaku. Nasi goreng, es campur, cendol, gudeg, apapun itulah membuatku semakin lapar jika membayangkannya. Kakiku sudah melangkah keluar meninggalkan lobby kantor tersebut. Melangkah dengan pasti menuju kedai angkringan yang tak jauh dai lokasi kantor. Langkahku berhenti ketika banyak orang mengerumuni sesuatu dipinggir jalan.

"Permisi." Aku tak tahu kenapa kaki-kakiku membawaku mendekati kerumunan tersebut bahkan menebrobos kerumanan tersebut, seolah diriku memiliki kaitannya dengan kejadian tersebut, padahal dirinya sangat membenci untuk ikut campur urusan orang lain. Mau itu membahayakan ataupun tidak, aku tidak peduli. Kedua mataku terbelalak, seorang anak muda—kira-kira masih duduk dibangku kuliahan—tersandar tak sadarkan diri. Disekujur tubuhnya banyak luka, wajahnya pun lebam akibat pukulan yang menimpanya.

"Kamu kenal?"

Lagi-lagi mulutku tidak bisa mengerem untuk mengatakan, "Iya aku kenal. Dia temanku." Sebuah kebohongan yang tak terpikirkan terlontar begitu saja dari mulutku. Sial. Apalagi yang bakal menimpaku. Perlahan aku memapah tubuh lelaki itu menuju ke rumah kontrakanku, mendudukannya terlebih dahuli di kursi taman, selagi aku menunggu taksi online datang menjemput.

"Bertahanlah. Sebentar lagi datang taksinya."

Tak selang lama, aku kembali memapah lelaki itu masuk kedalam mobil dan kami segera pulang untuk mengobati luka-lukanya. Mungkin setelah dia sadar dan baikan, aku akan meminta alamat serta nomer telepon keluarganya untuk menjemputnya. Mungkin juga aku bakal memberikan nasihat—ya, ampun aku harus menjaga diriku untuk enggak ikut terkait masalahnya lebih jauh. Entah hatiku menjadi gelisah setelah menolongnya, seakan aku akan ikut terjebak seperti lelaki itu.

Diary of MenWhere stories live. Discover now