Meringis abu-abu tak berbau
Kuncup kembang mekar tak bilang
Dan seretet pertanyaan-pertanyaan kalbu mengantri dalam gerbong-gerbong bisuKepada Sang langit diajukan tanya
Bijakkah membencana pada peradilan tanpa daya?
Menuntut kebenaran pada raja yang betul buta, bukankah sebentuk bodoh tanpa kira-kira?Lalu di pasar nanas-nanas bicara tentang duri-duri salak
Soal mereka yang diam-diam menyalak dengan galak, atau ringis ngeri sasaran gertak
Tapi semuanya payah, semuanya lemahSebotol bohong dikalengkan tuan sarden
Teralamat tengkulak kayu selingkuhan Ratu
Suratnya tak banyak bicara, cuma membincang salah-salah yang dipenggal atau keputusan yang diambil asalSiapa nyana rangkaian bohong tuan sarden justru tiba di emper si hakim tuli
Dibaca huruf-huruf amis itu hingga si hakim menangis sejadi-jadi
Teringat dia putusannya tempo hari cuma hasil lakon fiksi
Rekayasa 'ayah' dari negeri yang tak pernah dicintaiPada akhirnya kawanan kijang menolak paham
Penat digiring pada benar sana sini
Percaya satu jadi roti, percaya dia digantung mati
Maka biar ilalangnya hangus, biar saja kami dijerang haus
Toh bernyawa tak menjadikan raga kami punya harga
Hanya bidak-bidak dari raja picak juga ratu yang tak bijakKemudian di ujung jalan kawanan kami diberi oase
Sayang betul bukan dahaga yang hilang, justru percaya kami melayang
Sebab jejeran tolong yang ditawarkan bukan opsi menyenangkanTak perlu kaget kami berakhir bungkam
Sajian yang kami beri tak lain hanyalah keengganan
Buah muak dari kepalsuan
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Cipta
Poetry[Puisi] Segala bentuk gagas yang meranggas pada lembar-lembar maya. Cover by : Pinterest