[8] Menutup Mata

63 6 0
                                    

Waktu yang kamu habiskan tak lebih dari kesia-siaan. Berlagak mengejar sesuatu yang tak ada artinya sama sekali, sebuah kesia-siaan nyata di depan mata yang kau buat buta.

Yang kau lakukan hanyalah berlari menghindar dari masalah yang mestinya kau hadapi dengan berani, mengejek realita yang telah membuatmu dipecundangi, yang mana justru menempatkan dirimu pada titik yang lebih menyedihkan lagi.

Kamu hanya tak mau membuka mata, enggan mengakui kekalahan akibat pongahmu sendiri, tak sudi turun kasta tapi tak lagi mampu menjadi kesatria.

Kau adalah pecundang yang mempencundangi diri sendiri dengan lari dan menolak realita.

Maka teruslah berlari hingga kau tak bisa kembali, teruslah menutup mata hingga benar-benar buta, jangan menoleh barang sekejap saja, kalau perlu jangan bernafas juga.

Biar kau mati dari dunia, biar enyah segala masalah, hingga kau tak perlu lari lagi, tak perlu membohongi diri, tak perlu bersusah hati.

Pergi!

Pergilah hingga lupa jalan kembali.

Tapi ingatlah aku!

Doa-doa yang pernah kau panjatkan dengan tulus hati, harap yang dulunya kau lambungkan tinggi, tangis yang telah tumpah pergi, caci yang menggores hati.

Akankah kau sudi mengingat aku? atau memilih abai dengan berbagai alibi?

Terserah, aku tak peduli.

Jalan manapun yang kau pijak, ada getah yang harus kau cecap. Perihal gatal dan iritasi, kau yang akan menanggungnya sendiri. Apakah cukup dengan mandi atau perlu merujuk resep alergi, itu adalah resikonya nanti.

Jadi apa yang kau tunggu?
Lekas pergi atau sekalian mati, bukankah sudah lelah ditekan sana sini?

Jah! Kau hanya ditekan ilusi!

Ilusi yang kau buat sendiri, target yang tak mampu kau lampaui berkat rencana yang lekong di penghujung hari.

Sudut CiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang