15.|Panik

3.1K 214 61
                                    

A month later...

"Astaga..." Deven bergumam tak percaya melihat penampakan di depannya ini. Anneth datang kerumahnya menggunakan helm.

"Anneth, 2019 ini kok lo makin nggak waras sih?!" Anneth mengangkat kedua jarinya, membentuk simbol peace.

"Gue malu," jelas Anneth.

"Malu kenapa?" Deven mengernyitkan dahinya bingung.

"Ini noh, ada jerawat! Ihhhh, ngeselin tauk!" Anneth menggerutu sebal, Deven terkekeh pelan.

"Masih ada malu juga ternyata." Ucap Deven yang dihadiahi tonjokan keras di bahu Deven. Namun sedetik kemudian Anneth tersadar akan bahu Deven yang patah beberapa waktu lalu.

"Astaga, Depen! Maap! Gue nggak sengaja, masih sakit nggak?" Anneth heboh sendiri.

Deven kembali terkekeh, "nggak kok."

Anneth membulatkan bibirnya,"Ooo, jadi lo udah bisa renang lagi?"

Deven mengangkat bahunya. "Belum, dokter ngelarang, nggak tau kapan bolehnya," jawab Deven.

"Yahh, padahal kan lo harusnya ikut lomba renang nasional bulan ini.." Anneth menundukkan kepalanya ikut sedih, manis sekali.

"Nggak apa-apa kok, oh iya, tangan gue udah bisa ngelus rambut lho," Deven mengangkat sebelah alisnya.

Anneth mengangkat kepalanya yang semula tertunduk. "Mau gue elus nggak rambut lo?" Tanya Deven.

Anneth mengangguk cepat, kemudian berjalan mendekat kearah Deven.

"Tapi lepas dulu helmnya, gimana mau ngelus."

Anneth mengangguk lagi, kemudian melepaskan helm yang Ia pakai.

Deven tersenyum, melihat gadis aneh di depannya.

Deven menarik Anneth kepelukannya, mengelus-elus puncak kepalanya.

"Don't worry," Deven berucap.

"Ven, gue pengen nonton jodoh wasiat bapak,"

Dan, lagi-lagi Deven terbengong dibuatnya.

Anneth sangat serius menonton Film Jodoh Wasiat Bapak yang di minta nya tadi, sedangkan Deven yang tidak tertarik sama sekali memilih untuk memainkan handphone-nya.

"ASTRALALAGANALA!!!!!" Anneth teriak begitu kencang saat melihat sosok hantu. Setelah kejadian Film The Nun silam, Anneth berkomitmen untuk melatih dirinya melihat Film Horor, agar terbiasa.

"Huhu, kok serem!" Deven melirik tak peduli pada Anneth, baginya itu sudah biasa.

Deven mematikan layar hapenya saat mendengar ketokan pintu, berniat membukanya, Anneth masih fokus menonton.

Deven membeku untuk sesaat, sebelum memeluk sosok yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.

"Mama," ucap Deven berulang kali sambil menangis dalam diam.

Anneth yang melihatnya terdiam, tak percaya, semua jadi satu.

Sedangkan yang dipanggil mama hanya diam, membalas pelukan Deven.

Cukup lama berpelukan, Deven mengajak mamanya ke rumah, Anneth menyingkir, ingin memberi waktu.

"Deven.." Panggil Mama Deven.

About Us [2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang