14.|Kecupan Ibu Jari

2.8K 215 157
                                    

Setelah kebohongan 'tidak bawa pakaian dalam' ala Anneth, kini Deven maupun Anneth kembali bosan dengan menghabiskan waktu di rumah, wajar saja, karena liburan mereka menghabiskan waktu sekitar 3 bulan.

Sedangkan Charisa, gadis itu sangat jarang tampak lagi di depan keduanya, dan Anneth tak mempermasalahkan hal itu.

"Ven," panggil Anneth disela-sela kegiatannya menonton televisi.

"Apaan?"

"Nyanyiin lagu lagi syantik, dong, tapi pake versi Anneth," Pinta Anneth sambil menidurkan kepalanya di paha Deven.

"Duh, Neth, sekali aja kek, permintaan lo nggak aneh-aneh," Deven mendesah berat.

"Nggak bisa, nyanyiin cepet,"

Deven menghela nafas pasrah. "Hei Anneth-ku, hari ini elo jelek, jelek kayak mimi peri, mimi peri di Khayangan," Deven bernyanyi datar tanpa nada, serta tempo yang sangat cepat, ketara sekali tidak niatnya.

Anneth spontan mendudukkan dirinya, kemudian menampol wajah Deven keras.

"Lo apaan sih! Nggak gitu!" Anneth berteriak sebal.

"Astaga Neth, kena lagi gue," Deven mengelus pipinya yang terkena tampolan maut Anneth.

"Cepet nyanyiin yang bener!"

Deven tampak berpikir sejenak, lalu tanpa aba-aba langsung saja menarik lengan Anneth.

"Woi lo ngapa—" Anneth terdiam, melihat Deven yang membawanya ke ruang musik pribadi keluarga Deven. Karena setahu Anneth, sudah bertahun-tahun Deven tidak pernah kesana lagi.

Deven berjalan menyusuri ruangan itu, kemudian berhenti di depan piano yang sudah berdebu, akibat tidak pernah diurus.

Deven membuka kaosnya, digunakannya kaos itu untuk membersihkan piano tersebut.

Dahi Anneth berkerut bingung, perlu gitu, bajunya dibuka?

Deven memencet satu persatu tuts piano itu, semuanya masih terdengar sempurna.

"Neth, duduk," Deven meminta Anneth untuk duduk, disamping dirinya yang sudah lebih dulu mendudukkan dirinya.

"Dengerin gue ya,"

When I was a young boy I was scared of growing up,

I didn’t understand it but I was terrified of love,

Felt like I had to choose but it was outta my control,

I needed to be saved, I was going crazy on my own,

Took me years to tell my mother, I expected the worst,

I gathered all the courage in the world,

She said, "I love you no matter what
I just want you to be happy and always be who you are,"

She wrapped her arms around me
Said, "Don’t try to be what you’re not
Cause I love you no matter what."

She loves me no matter what.

"Neth, my mom once told me, kalau dia bangga banget sama gue," Deven berbicara setelah Ia selesai dengan permainan piano nya, Anneth tertegun.

"Tapi kalau dia emang bangga, kenapa dia ninggalin gue?" Deven memandang kosong kedepannya, Anneth masih diam, menunggu saat yang tepat untuk berbicara.

"Too long, Neth, gue hidup kayak nggak ada artinya, gue jarang banget ketemu papa, sekali setahun aja udah syukur banget, sekalinya ketemu, gue sama papa kayak orang yang nggak pernah kenal, gue nggak ngerti, Neth, gue cuma nggak ngerti," Deven meluruhkan bahunya, menumpahkan segala sakit yang Ia tahan selama bertahun-tahun lamanya.

About Us [2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang