-[FAJAR]-
"Fajar! Lo ngapain di sini?!" pekik Zeana menangkap basah aku yang baru saja ketahuan bersembunyi. Ia terus menatapku sengit sambil sibuk membantu Thalia berdiri dengan tegap kembali.Aku berdeham mengalihkan perhatian serta menghilangkan rasa gugupku. Jangan tanya seperti apa rasa gugupku. Merasakan jantungku mendadak berdetak lebih kencang dari pada saat aku berlari beberapa menit yang lalu bersamaan dengan darahku berdesir hebat. Aku menggeleng sambil memaksa otakku untuk berpikir cepat mencari sebuah alasan.
"Trus ditangan lo itu apaan?"
Sontak aku langsung mengangkat barang yang sejak tadi ada ditangan kiriku. Flat shoes milik Thalia yang aku temukan di jalan. Namun sedetik menatap barang milik Thalia ini, membuatku langsung mendapatkan alasan yang logis untuk diperdebatkan.
"Karena ini gue ke sini," jawabku berusaha mengapus kecurigaan Zeana.
"Maksud lo?!"
Sial! Nih cewek ketus banget kalau ngomong!
Batinku berbicara terus karena kesal. Tidak biasanya aku merasa segugup ini. Padahal aku tadi berpikir bahwa tidak masalah mencemaskan Thalia, tapi sekarang aku malah merasa bersalah berada di sini dan mengganggu privasi mereka berdua.
"Jangan bilang lo mungut itu barang di jalan?" tanya Thalia akhirnya membuatku teriris mendengar suara lemahnya.
Mungut? Apa maksudnya?
"Maksud lo?" tanyaku karena tidak mengerti.
"Gue sengaja buang itu barang karena gue nggak suka. Barang itu udah nyiksa kaki gue sampai gue merasa mau mati ketika harus jalan," jelas Thalia sambil mengangkat kakinya rendah serta membuat pradugaku sebelumnya mendapat penjelasan.
"Kok bisa sampek kaya begini sih?" panik Zeana melihat luka di kaki Thalia yang sebenarnya belum aku lihat dengan jelas. Meski begitu aku sedikit merasa ngilu hanya dengan membayang rasa sakitnya saja.
"Jadi, sekarang lo bisa jalan apa enggak?" tanya Zeana lagi.
Thalia hanya tersenyum dan memandang Zeana dengan aura yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Aura ketulusan dan kelembutan seorang perempuan.
Aku pun menggeleng. Berusaha pergi dari lamunanku atas sisi Thalia yang tidak pernah aku lihat.
"Lo duduk dulu di sini! Biar gue cari obat di apotek."
Thalia menangguk dan menuruti perintah Zeana. Aku tersenyum melihat betapa manis senyumnya di atas kacaunya wajahnya. Namun tetap saja, hal itu tidak bisa menghilangkan wajah manis Thalia.
"Fajar! Jagain Thalia. Berani macem-macem. Habis lo di tangan gue!" ancam Zeana sebelum berlalu hilang ditelan malam. Membuatku pergi dari lamunan singkatku. Aku bahkan bergidik ngeri membayangkannya bila aku benar-benar habis di tangan Zeana malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe in Deeply
General FictionBagaimana perasaan Thalia kalau harus menerima takdir bahwa orang yang ia suka malah menjadi saudara tirinya. Bisakah bila Thalia dan orang yang ia suka menolak pernikahan orang tua mereka. Lalu bagaiaman perasaan Zeana saat orang yang ia suka kemba...