10

57 45 15
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit. Itu artinya, sudah hampir dua jam jadwal latihan Zeana berlangsung dan sekarang sudah saatnya latihan selesai.

Pelatih renangnya, Pak Endra pun segera menutup latihan hari ini. Ia pun berlalu meninggalkan semua anak didiknya yang masih berendam dalam kolam dan berlalu masuk ke dalam ruangan yang biasa digunakan untuk para pelatih menyimpan barang atau hanya sekedar duduk mengamati anak didiknya di kolam renang.

"Ze, habis ini makan. Gue yang traktir. Oke," ujar Dicky sambil menepuk bahu Zeana. Membuat Zeana yang merasa terpanggil hanya menganggukkan kepalanya tanpa perlu menatap.

"Lo pingin makan apa nanti?"

"Apa aja gue doyan kok," sahut Zeana asal setelah berhasil menepi dari kolam renang.

"Oke. Gue lagi pingin ramen katsu. Lo maukan?" Zeana mengangguk asal menyetujui kemauan Dicky.

Memang benar. Karena untuk bagian makan adalah hal yang tidak bisa Zeana tolak. Dan untuk masalah Dicky yang selalu membayar itu juga adalah salah satu yang selalu dimanfaatkan Zeana dan Dicky juga tau betul hal itu.

"Ya, udah. Gue ganti bentar. Lo juga gak usah pakek lama."

Zeana berdeham membuat Dicky tersenyum dan berlari kegirangan. Bagi Zeana memang tidak ada yang spesial dari Dicky. Tapi di mata Zeana, Dicky akan sangat menyenangkan jika dalam mode halus seperti ini. Tidak rusuh dan tidak mengacaukan apapun. Termasuk anggota tubuhnya, seperti rambut dan wajahnya.

Setelah Dicky berlalu, Zeana pun juga hendak bilas sebentar. Mengingat ia sangat tidak suka bila rambutnya basah lalu kering tanpa ada aktivitas keramas. Ia tidak bisa membiarkan tubuhnya kering sebelum aktivitas mandi. Dan itulah hal yang membuat Zeana sangat lama berada di kamar mandi usai jadwal latian.

Zeana pun berjalan mengambil beberapa pakaian kering dan handuk kering. Ia juga menenteng tas kecil berisi alat mandi yang ia butuhkan. Ia pun berbalik dan bersiap masuk ke salah satu bilik kamar mandi yang kosong dan melambai ingin dimasuki. Ia hanya ingin mandi dan merilekskan sedikit pikirannya. Kompetisinya sebentar lagi dan ia benar-benar merasa belum cukup. Zeana bemerasa tertekan. Apalagi pelatihnya selalu mengatakan bahwa Zeana bisa saja tergeser kapan saja kalau tidak serius dalam berenangnya. Dan Zeana paham siapa orang yang dimaksud pelatihnya dalam setiap ancamannya. Itu adalah Fafa. Tidak mungkin orang lain.

Lima menit berlalu, Zeana keluar dengan tubuh segarnya. Rambut sebahunya sengaja diurai karena masih basah. Dan handuk warna putih menggantung di leher untuk mengurangi air yang meresap ke bajunya.

Zeana berjalan dan menatap Dicky yang sudah duduk menunggunya sambil menggunakan earphone di telingganya. Menatap sekilas Dicky yang cocok dengan dengan setelan warna putihnya.

Zeana tersenyum sekilas sambil terus berjalan mendekat ke arah Dicky. Dicky pun sama sekali tidak sadar bahwa Zeana sudah berada di belakangnya. Ia pun baru sadar ketika Zeana menepuk punggungnya pelan. Membuat dirinya reflek menoleh ke arah belakang.

"Jadi nggak?"

Dicky pun berbalik sambil melepaskan sebelah earphone dari telinganya. Senyumnya mulai tertarik dan mulai memamerkan gigi gingsulnya.

 Senyumnya mulai tertarik dan mulai memamerkan gigi gingsulnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Breathe in DeeplyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang