Apa yang pantas dibanggakan dari sesuatu yang sifatnya sementara?
Pertanyaan di atas itu selalu muncul di dalam benakku. Padahal tanpa sadar kita sering melakukannya. Terutama berbangga pada diri sendiri. Sampai lupa ada hal yang harus perlu kita cari.
Dulu, aku punya segalanya seperti memiliki banyak teman, kekasih hingga popularitas. Tetapi dengan sekejap semua lenyap. Ternyata di jatuhkan sejatuh- jatuhnya berhasil melukiskan perih.
Aku tak punya apa- apa lagi dan sekarang kertas merah bertuliskan angka di amplop cokelat hanya tinggal berisikan 40 lembar. Malah yang lebih heran di kondisi seperti ini ibuku bersikeras memaksaku untuk sekolah di tempat tersebut. Akan tetapi, aku menolaknya.
Siap tidak siap? Kecewa atau tidak? Aku akan tetap memilih untuk terus kembali ke tujuan awal. Sesuai apa yang telah di rancang sebelumnya. Bukankah memiliki perjalanan hidup yang berbeda merupakan suatu pengalaman?
