Senin?

257 150 75
                                    

Seluruh siswa dan siswi Grand Elite High School telah berbaris di lapangan untuk melaksanakan upacara bendera. Sinar matahari begitu terik, membuat para siswa dan siswi yang mengikuti upacara tak henti-hentinya mengeluh.

Di tengah lapangan, Aldo Pratama Alexander yang menjabat sebagai ketua OSIS sekaligus tunangan dari Aurellia Putri Shalsabila itu telah berdiri tegap menjadi pemimpin upacara. Tatapan tajam dan keringat yang menetes dari keningnya membuat beberapa cewek menjerit di dalam hati.

Aurel berusaha menahan pegal dan panasnya sinar matahari yang menerpa wajahnya. Di belakangnya ada Dini, yang tampak biasa saja, padahal sudah mati-matian menahan panas. Sedangkan Distia, gadis itu ada di UKS, katanya kepalanya pusing, tapi Aurel yakin itu hanya pura-pura.

Aurel menghembuskan napas kasar, saat kepala sekolah mulai memberikan amanat. "Bakalan satu abad nih kelarnya," dumel Aurel kesal.

Aurel ingin membuka dasinya yang terasa mencekik, tapi suara kepala sekolah yang terdengar marah membuat Aurel menghentikan aksinya dan mulai menghadap ke depan saat dilihatnya semua orang melakukan itu.

"Jangan pernah mencontoh mereka!" kata kepala sekolah, tegas dan tidak terbantahkan, ditambah lagi amarah yang terpancar dari kedua matanya.

Dari sebelah kanan, muncullah Dhirga, Brian, Steve, Wibu, Lucky, Vernand, dan Lima orang anggota Tiger lainnya yang Aurel tidak tahu namanya, diawasi oleh Pak Taufiq selaku guru Bp dari belakang.

Mereka semua berdiri tepat di tengah lapangan, di hadapkan ke seluruh siswa dan siswi Grand Elite High School yang berjumlah lima ribu lebih.

Aurel memejamkan mata dan meringis saat melihat pacarnya itu lagi-lagi tertangkap guru Bp.

"Mereka inilah generasi perusak bangsa! Disaat yang lainnya melaksanakan upacara bendera, mereka malah asik nongkrong dan merokok di warung belakang!" Akhirnya kepala sekolah berhasil mengeluarkan amarahnya, ketika melihat Dhirga, anak sang pemilik sekolah itu lagi-lagi kedapatan berbuat ulah.

Aurel terus memperhatikan Dhirga yang berdiri santai dengan kedua tangan yang di masukkan ke dalam saku celana. Lalu tatapannya beralih ke arah Aldo yang berdiri tegap dengan kedua tangan yang dikepal disamping paha.

Aurel berharap Dhirga mau menatapnya, tapi sepertinya cowok itu tidak peka, buktinya saja ia terus-terusan melihat ke arah bawah. Berpura-pura seakan takut dengan kepala sekolah.

"Jangan nunduk terus dong, Ga." Seakan mendengar apa yang batin Aurel katakan, Dhirga langsung menaikkan tatapannya dan matanya tepat bertemu dengan manik mata Aurel. Hanya dua detik karna Dhirga memutuskan tatapannya lebih dulu.

Aurel tersenyum masam. "Kok gue dicuekin sih," gerutunya sebal.

* * *

Sial.

Mungkin kata itulah yang tepat menggambarkan keadaan Aurel sekarang. Sudah dicuekin Aldo, sekarang ia malah dicuekin Dhirga juga.

Sebagai seorang tunangan ataupun pacar, gadis itu benar-benar tidak terima jika terus-terusan dicuekin.

Aurel berniat menemui Aldo, berharap tunangannya itu bisa membantu Dhirga agar tidak mendapat hukuman dari kepala sekolah.

"Liat Aldo?" tanya Aurel kepada Rexa --- teman sebangku Aldo yang kebetulan lewat di depannya.

Cowok bername tag Rexa Wiralayudha itu berhenti, menatap Aurel heran. "Lo nanya gue?" ujar Rexa seraya mengarahkan jari telunjuk ke wajahnya.

Aurel mendengus sebal. "Kan cuma lo yang ada di sini, jadi siapa lagi?"

Rexa menatap Aurel datar. "Pacar lo bukannya Dhirga ya? Ngapain malah nyariin Aldo?"

Aurel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian berdehem pelan. "Gue ada perlu sama dia."

"Oh, nggak liat." Setelah mengatakan kalimat itu Rexa pun melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Meninggalkan Aurel yang menatapnya kesal.

"Belagu banget tuh cowok," batin Aurel.

* * *

Warung Bude yang terletak di belakang sekolah itu penuh dengan bau asap rokok. Ulah para anak geng motor Tiger, geng motor yang dipimpin oleh Dhirga. Geng motor itu beranggotakan seratus dua puluh lebih anggota, dan hanya ada enam puluh orang yang bersekolah di sini. Sisanya bersekolah di tempat lain, bahkan ada juga anak jalanan yang tidak sekolah sama sekali. Dhirga tidak memandang latar belakang mereka, mau kaya atau pun miskin. Jika ingin menjadi anggota, maka harus bisa diatur dan yang lebih penting lagi harus siap untuk dihajar, karena Dhirga bukanlah orang yang mudah untuk mengendalikan amarah.

Adhirga Pratama Alexander yang kerap disapa Dhirga itu mematikan puntung rokoknya lalu bangkit berdiri, dan menatap tajam ke arah semua anggotanya yang menundukkan kepala. Takut. Kata itulah yang mewakili perasaan mereka saat ditatap begitu tajam oleh sang ketua. "Hari ini kalian jangan ada yang bolos," perintah Dhirga tegas dan tak terbantahkan. "Kalau gue sampai liat salah satu aja dari kalian ada yang bolos, jangan salahin gue kalau gue hajar kalian semua!"

Semua yang ada di sana mengangguk mengerti dengan apa yang ketua mereka katakan.

"Sekarang kalian boleh bubar."

Mereka semua pun pergi meninggalkan warung Bude tanpa berani bertanya apa alasan sang ketua tidak mengizinkan mereka untuk bolos hari ini.

Dhirga tersenyum. Ternyata tidak terlalu sulit menjadi pemimpin geng motor. Ia sudah dua tahun lebih menjadi pemimpin dan selama masa kepimpinannya semuanya baik-baik saja, tidak ada masalah besar ataupun kekacauan yang terjadi.

"Gue denger dari anak-anak, katanya lo ngelarang mereka bolos. Apa itu bener?"

Dhirga tersentak kaget, lantas menoleh ke belakang. Kemudian tersenyum tipis setelah mengetahui bahwa ternyata itu adalah suara sang pujaan hati. "Duduk dulu, Rell." Dhirga menepuk bangku di sampingnya yang kosong.

Aurel menuruti perkataan Dhirga dengan duduk di samping cowok itu. "Alhamdulillah nggak dicuekin," batin Aurel senang.

"Iya, bener." Dhirga membuka bungkus permen kiss, lalu menyerahkannya kepada Aurel. "Mau?"

Aurel menggeleng. "Ada masalah?" tanya Aurel penasaran. Karena biasanya Dhirga tidak pernah  melarang anggotanya untuk bolos sekolah.

Dhirga meletakkan kembali bungkus permen kiss itu ke atas meja setelah memakannya satu. "Papa yang nyuruh." Dhirga menghela napas gusar. "Katanya dia mau dateng. Kalau sampai dia liat ada salah satu anak geng motor Tiger yang bolos, maka geng motor Tiger bakal dibubarin sama Papa."

Aurel terbahak. "Lo takut sama anceman bokap lo? Haha bikin ngakak aja deh, Ga."

"Papa nggak akan cuma ngancem, Rell. Gue kenal dia udah lama," ujar Dhirga disertai dengan dengusan sebal.

"Bagus sih, gue juga setuju sama bokap lo." Aurel tersenyum penuh arti. "Hidung lo udah mendingan?" tanya Aurel seraya memegang hidung Dhirga yang di tempel plester.

Dhirga mengangguk. "Luka gini mah kecil," ujarnya angkuh. Lalu mengecup tangan Aurel.

"Hubungan lo sama Aldo gimana? Udah baikan?"

Wajah Dhirga berubah masam setelah mendengar pertanyaan Aurel, atau lebih tepatnya nama seseorang yang disebut Aurel membuat reaksinya menjadi seperti itu.

Tanpa menjawab pertanyaan Aurel, Dhirga bangkit berdiri, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, lalu pergi meninggalkan Aurel tanpa berniat mengajaknya.

"Gue salah bicara ya?"

Hallo:)
Gimana ceritanya guys? Kasih saran dong buat cerita ini😄 Jangan lupa vote nya ya:) Dan sampai jumpa di cerita selanjutnya😘 Byebye...

Salam kenal
Queensha_Amara

My Cool Fiance [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang