Playgirl Kelas Kakap

88 6 0
                                    

Aurel menyelipkan untaian rambutnya yang berwarna pink ke belakang telinga. Gadis yang memakai seragam ketat berwarna coklat itu menatap jengah pada guru BK yang sedang menceramahinya dari tiga puluh menit lalu.

Tetesan keringat mengaliri pelipis Aurel, baju seragam yang gadis itu kenakan pun sudah basah oleh keringat. Walaupun begitu, sang guru BK tetap tidak peduli, bahkan guru itu tak berhenti memberikan siraman rohani kepada Aurel yang jelas-jelas menampilkan wajah bosan.

Intan Astuti, itu namanya. Guru sejarah yang merangkap sebagai guru BK. Wajahnya ramah, berbanding terbalik dengan sifatnya yang galak. Bu Intan termasuk salah satu dari guru-guru Grand Elite High School yang tidak menyukai Aurel. Terlebih, di setiap pelajaran Bu Intan, Aurel tidak pernah hadir.

"Kamu jangan diam saja! Dengar nggak sama yang saya omongin tadi?"

Aurel mengangguk malas.

Melihat respon Aurel membuat Bu Intan semakin kesal. "Kamu tau apa saja kesalahan kamu?"

Aurel menaikkan sebelah alisnya, kemudian menggeleng.

Bu Intan menarik napas panjang. Astaga, kekesalannya sudah mencapai ubun-ubun. "Dengarkan saya baik-baik, biar saya kasih tau apa saja kesalahan kamu hari ini."

Aurel kembali mengangguk.

Bu Intan berjalan mendekati Aurel, lalu menatap sengit gadis itu. "Kamu nggak pakai dasi, baju ketat, rok kependekan, nggak pakai tali pinggang, sepatu warna navy, talinya warna putih, kaos kaki warna abu-abu, rambut di cat warna-warni, kuku tangan panjang, pakai aksesoris berlebihan dan yang terakhir kamu datang ke sekolah di saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan."

Aurel tersenyum tipis. "Lalu?"

"Lalu kamu bilang?" pekik Bu Intan emosi. "Kamu pikir ini sekolah nenek moyang kamu, hah?"

Aurel mengusap keringat di keningnya, kemudian terkekeh kecil. "Memang bukan sekolah nenek moyang aku, sih. Tapi kalo nggak salah Mama aku donatur terbesar di sini," ujar Aurel dengan nada mengejak. "Ibu lupa atau gimana?"

Selesai bicara, Aurel melihat wajah guru BK itu langsung berubah pucat dengan raut begitu ketakutan yang membuat tawa Aurel tak bisa berhenti.

Aurel menepuk bahu Bu Intan pelan, lalu berkata, "Dan satu hal lagi yang harus Ibu ketahui. Aku bukan cuma anak donatur di sini, tapi aku juga calon istri anak pemilik sekolah ini." Setelah mengatakan itu, Aurel langsung pergi meninggalkan Bu Intan yang terdiam di tengah lapangan. Sendirian.

* * *

"Abis diceramahin mak lampir kan lo?"

Aurel mendelik sebal ke arah Distia yang saat ini sedang menampilkan cengirannya. "Udah tau nanya," jawab Aurel sembari membanting tas sekolahnya ke atas meja. Saat ini kelas mereka sedang sepi karna bel istirahat telah berbunyi tiga menit yang lalu.

Dini melirik Aurel sekilas. "Lo emang nggak ada niat sekolah," ujarnya ketus. Bagaimana tidak, disaat jam istirahat Aurel baru masuk ke kelas. "Lo tadi berangkat jam berapa?"

Aurel yang sedang mengelap wajahnya dengan tisu menatap Dini kesal. "Jam sembilan, puas lo."

Distia terkekeh sedangkan Dini hanya mendengus. Aurel memang tidak berubah dari awal mereka kenal. Sifatnya benar-benar menjengkelkan.

"Mau?" Distia menyodorkan botol air minumnya ke arah Aurel yang dibalas gadis itu dengan gelengan. "Gak haus."

"Dikasih hukuman apa aja lo?" tanya Distia sembari meletakkan kembali botol minumnya.

Aurel tersenyum masam. "Cuma diceramahin doang."

"Lain kali jangan diulang. Terlambat boleh asal jangan disengaja," ujar Dini yang membuat Aurel memutar bola matanya.

My Cool Fiance [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang