Kimia dan Fisika

137 23 9
                                    

Follow dulu sebelum baca:)

Aurel terdiam. Matanya memandang lurus ke arah punggung Dhirga yang mulai menjauh. Yang dikatakan cowok itu benar, seharusnya Aurel tidak perlu menangis, apalagi menangisi cowok lain yang sudah tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya.

Aurel mencoba untuk tidak egois, tapi ia tidak bisa. Hatinya menginginkan Dhirga dan Aldo disaat bersamaan. Aurel tidak tau siapa sebenarnya orang yang ia cintai, karna kedua cowok itu mempunyai tempat tersendiri di hatinya.

Aurel sering meyakinkan dirinya kalau ia mencintai Aldo dan membutuhkan cowok itu. tapi Aurel juga tidak bisa menyangkal kalau perasaannya ke Dhirga biasa saja.

Aurel mencintai keduanya? Atau Aurel mencintai salah satu dan membutuhkan yang satunya?

Sungguh, Aurel tidak mengerti apa yang diinginkan oleh hatinya.

Aurel tersentak saat merasakan benda dingin menyentuh pipinya. Gadis itu menolehkan kepala dengan gerakan cepat untuk melihat siapa pelakunya. "Aldo?"

Aldo menurunkan botol minuman dingin itu dari pipi Aurel, kemudian memberikannya kepada gadis itu. "Nih, buat lo."

Aurel tersenyum tipis. "Tumben? Dalam rangka apa nih ngasih gue minuman?" tanya Aurel seraya menerima minuman itu dengan senang hati. "Pasti ada maunya kan?"

Gadis itu melebarkan senyumannya hingga memperlihatkan gigi-giginya yang tersusun rapi.

Aurel berusaha untuk menutupi kesedihan yang ia alami.

Aldo memutar bola mata malas. Dan itu sangat lucu menurut Aurel. "Jangan bawel."

Aurel mengerucutkan bibirnya. "Ih, gue nggak bawel tau."

Aldo menghela napas kemudian berdehem.

"Al, bel masuk jam berapa bunyi?" tanya Aurel. Gadis itu meneguk minuman yang diberikan Aldo. Kemudian meletakkannya di atas meja.  "Masih lama, nggak?"

"Setengah delapan, kenapa?"

Aurel melihat jam di pergelangan tangannya, lalu gadis itu nyengir lebar. "Ini masih jam setengah tujuh. Lama lagi dong berarti."

"Iya, lo yang kecepetan dateng," jawab Aldo cuek.

Sungguh menyebalkan.

Aurel memperhatikan Aldo yang berdiri di depannya, cowok itu memakai seragam hitam-putih serta jas yang sama seperti miliknya. Itu adalah seragam khusus untuk hari rabu dan kamis. Tapi Aurel lebih suka mengikat jasnya di pinggang dari pada memakainya seperti yang Aldo lakukan.

Aurel tidak berhenti menatap Aldo, apalagi sekarang rambut cowok itu sudah mulai panjang. Membuat ketampanannya menjadi berkali-kali lipat. "Nggak nyangka banget, tunangan gue ini ganteng ternyata."

Aldo mendengus. "Selama ini kemana aja?"

"Ih, sok banget." Aurel terkekeh kecil. "Tumben mau ke warung Bude? Biasanya denger gue mau ke sini aja langsung marah."

Aldo berdecak sebal. "Dhirga tadi ngechat , katanya lo nangis. Makanya gue dateng." Aldo melangkahkan kakinya mendekati Aurel, kemudian membungkukkan badannya. Tangannya mengikat tali sepatu Aurel yang terlepas, setelah itu menegakkan kembali tubuhnya. "Masih belom bisa lupain Dhirga, hm?"

Aurel menggeleng. "Nggak semudah yang lo bayangin."

Aldo mengangkat dagu Aurel, memberikan kecupan di bibir gadis itu. "Nanti gue bantuin."

Aurel mengangguk seraya tersenyum tipis. "Makasih, Al."

Sudut bibir Aldo sedikit terangkat. "Gue mau pergi sebelum ada yang liat." Aldo mengecup bibir Aurel lagi. "Gue nggak maksa lo buat dateng pagi. Tapi kalo boleh jujur, gue seneng ngeliat lo kek gini." Aldo memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana, lalu tersenyum tipis. "Jangan bolos terus, gue nggak mau ibu dari anak-anak gue bodoh nantinya."

My Cool Fiance [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang