O1 : JIWA KORSA

16.3K 1K 162
                                    

kau tahu nusantara?

persahabatan itu, bukan sekedar pembaitan. maknanya memang sesempit rakit di lautan. tapi kalau untuk sekedar diucapkan dengan lisan, akan terasa seperti imajian.

yang kalian, sebenarnya pernah rasakan. tapi mungkin selalu teracuhkan. jadi, jangan pernah merasa sendirian.

—sajakyata.

2016

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2016

   "Naren, mana topi kamu?"

    Narendra, pemuda bernetra segaris itu dengan kalem turut berbaris. Bukannya apatis, walaupun memang beda tipis. Ia hanya mencoba bersigap naturalis. Hingga akhirnya lontaran tanda tanya membuatnya meringis.

    "Ketinggalan Pak. Hehe."

    Sudewo menggelengkan sirah. Hampir saja dirinya menyerah mendidik sang pemuda asli Jawa Tengah.

    "Cepat, baris di barisan tidak disiplin, sekarang!" amuknya. Beliau guru yang tiap-tiap Dina Senin memeriksa kelengkapan seragam Tritamapa. Ya, wajar saja.

    Naren terangguk, raganya lekas merayap ke barisan utara. Petak paling kolor kalau harus ritual penghormatan bendera.

    Rentangan lengan terangkat.
Membuat para netra menatap lekat. Huft, dasar adat masyarakat.

    "Pak, saya juga nggak pakai dasi," ucap pemuda dari kelas seberang. Sajakyata asmanya.

    Tuturannya jelas menata keheranan sang teman yang tengah bertumpu di pinggir kanan.

    "Bukannya tadi lo pake da—AWH," pemuda itu lantas membarut suku. Ah benar-benar pemuda itu.

    Sajakyata melirik sekilas, senyumnya sedikit terulas. Sebaiknya, pemuda itu minta maaf, karena khilaf.

    Beruntunglah pemuda di pinggirnya peka dengan suasana yang tengah tercipta. Sajak ingin berpisah dengan saffnya, mau mengawani sahabatnya.

    Tak ada sahutan. Entah sepersekian sekon kemudian, lima pemuda turut menjulurkan lengan. Apa-apaan?

    "Pak, saya nggak pakai sabuk lho," ucap Catra seraya menunjuk tempatnya.

    "Saya kaos kakinya pendek, Pak."

    "Sepatu saya ada warna putihnya, Pak."

    "Rambut saya panjang, Pak."

    "Saya tadi telat 30 detik, Pak."

    Nusantara, kumohon jangan heran pada mereka. Tritamapa sudah biasa. Mereka, Saptapana. Tujuh pemuda yang diperbudak oleh kata sahabat yang entah sejak kapan melekat erat. Ck, begitu katanya.

    "Kebiasaan. Satu yang dihukum, enamnya ngikut nimbrung. Nggak satu angkatan sekalian? Terserah kalian lah, monggo."

    Tentu saja, bukan rahasia kalau ke tujuh pemuda itu satu raga. Meski hanya satu sama, mereka tak begitu peduli akan kata berbeda. Tentu saja, ada korsa dan lain di dalamnya.

SEWU FRASA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang