Arjuna, pemuda itu tengah melukis rupa sayu di depan para sohibnya. Entah apa yang terjadi padanya, Saptapana jua heran dibuatnya. Pasalnya, pemuda itu selalu ceria, jarang bergalau ria. Apa dan siapa yang berhasil nembuat pemuda milik Surabaya kita yang cerah ceria itu jadi murung seketika?
"Muka lo hari ini sepuluh kali lebih jelek Jun, kenapa?" tanya Narendra sembari memegang rupa Arjuna.
"Gue. . . nggak papa Ren," jawabnya sembari menepis lengan Narendra yang bertengker di rupanya.
"Kalau ada masalah itu cerita Jun. Siapa tau kita punya solusinya," ucap Catra yang diangguki seluruh anggota.
Bukannya bercerita, Arjuna malah menggigit pigura. Sepertinya, ada sesuatu yang mengahalanginya untuk menumpahkan segala keluh kesahnya.
Kemudian, pemuda itu menghela napas, terdengar berat begitu terhempas. "Nanti kalo cerita, lo semua pada ngetawain gue."
Heru menyauti. "Emangnya lo mau ngelawak Jun?"
"Ya nggak juga. Tapi, gue yakin kalian pasti bakal ketawa kalau denger ini."
"Kita nggak bakal ketawa kok. Ya kali teman lagi kesusahan malah kita ketawain," begitulah pernyataan dari Sajakyata.
Kelimanya mengangguk, berusaha meyakinkan pemuda milik Surabaya yang tengah menimang-nimang keputusannya.
"Jadi. . . . kemarin gue lihat Aksa pulang bareng sama Dipta. Padahal sebelum-sebelumnya, gue ajak pulang bareng nggak mau."
"Memangnya kenapa kalau Aksa pulang bareng Dipta?" tanya Heru yang membuat emosi Arjuna memburu.
"YA GUE CEMBURU LAH."
Keenamnya yang tadi sibuk dengan pikiran itu kini sadar, lagi-lagi ini perihal percintaan.
"JADI SELAMA INI LO SUKA SAMA AKSA? SAMA CEWEK TOA ITU? KOK BISA?" semprot Jingga dengan tak santainya.
Sajakyata dan lainnya ricuh menyebur tawa. Arjuna kesal setengah mati dibuatnya. Bukan apa, hanya saja tadi mereka berjanji untuk tidak menertawai. Tapi lihat, mereka malah mengingkari.
"Ketawa aja terus sampai mampus," cibirnya. Lantas tawa keenamnya reda, meski masih ada sisa.
"Ya abis kocak. Bukannya lo sama dia tuh kaya Tom And Jerry ya? Nggak bisa akur. Kok lo malah suka sama Aksa?"
"Gue juga nggak tau. Tiba-tiba aja gitu, gue suka sama si mulut mercon."
"Kayaknya emang cuma tinggal gue sama Heru yang belum nemu cewek yang bisa buat dipikirin dan digalauin," ucap Jingga antara bangga dan galau jua.
Sebenarnya jangan tanya seberapa banyak baris pemudi Tritamapa yang akan mencalonkan diri sebagai kekasih si pembenci senja. Hanya saja, belum ada yang bisa membuat lindu di dada.
"Lah, emang Gilang sama Catra udah?" tanya Narendra.
Sajakyata yang mengerti akan ucapan Jingga menarik lengkungan kurva di pigura. "Si cewek gila sama Risya itu, ternyata sudah berhasil menyita pikiran milik Gilang dan Catra, sobatku tercinta."
Heru tampak berfikir terlebih dahulu sebelum menyeru. Agar tak tampak buru-buru. "Kalau gitu, Jing ayo cepat-cepatan dapat cewek. Satu minggu. Kalau lo kalah nanti lo harus minjamin kamera lo, dan gue bebas mau foto senja berapa cekrek."
Jingga terkekeh dibuatnya. Meski ada rasa kesal karena Heru baru saja menyebut senja, tetapi pemuda itu malah menggodanya. "Yah si katro, dikira nyari cewek gampang kalo muka pas-pasan? Kalo muka lo kaya Sajak sih masih mending mau nantangin gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
SEWU FRASA (TERBIT)
Ficção Adolescente⚝ pls 。 / OO ❝ persahabatan itu, bukan sekedar pembaitan. maknanya memang sesempit rakit di lautan. tapi kalau untuk sekedar diucapkan dengan lisan, ...