WS 8

2.8K 236 4
                                    

Hallo..., maaf ya cerita sebelumnya di unpub, 😁😁

Selamat baca, kalo ceritanya berbelit belit, bodo amat.

****
Kenapa terasa tidak adil
Kenapa terasa tidak benar
Dan kenapa rasanya seperti aku yang menjadi penjahat disini.

Seandainya saja aku tidak pernah berjanji, seandainya saja aku tidak terikat sumpah. Mungkin sudah sejak dari dulu aku angkat kaki dari hadapan Arlan. Bukan bertahan seperti  seorang wanita yang haus belaian seperti ini. Menutup telinga rapat rapat saat semua orang menghujatku, menghinaku, seolah aku seorang pendosa sementara mereka sangat suci.

Seandainya saja aku tidak ingin memberi contoh baik bagi Bisma, mungkin sejak dulu aku mengikuti egoku memporak porandakan pernikahan pria itu. Membuat Kinan berlutut di hadapanku memohon ampun di bawah kaki Bisma.

Tapi aku bisa apa? Aku tidak ingin membuat keadaan makin rumit, menempatkan Bisma harus memilih antar aku dan Arlan. Dan jelas keluarga mereka pemenangnya. Sama seperti 7 tahun lalu...

Naya memejamkan matanya sesaat, berusaha menekan rasa marah yang perlahan mulai tersulut tiap detik. Rasa sesak itu kian menyata menghimpit paru parunya hingga terasa merampas napasnya.

Bisa-bisanya pria di depannya ini menawarkan solusi mengambil Bisma dan mencampakan dirinya seperti sampah. Apa memang di fikiran Banyu dia tidak lebih seperti sampah yang tidak berguna.

Dia kira dirinya siapa menghakimi Naya seperti itu? Banyu hanya adik dari seorang Arlan. Bukan tuhan.

Nay, berjanjilah. Sebenci apapun kamu dengan wanita itu, jangan pernah. Jangan pernah sekalipun menghancurkan pernikahan mereka.

Dan suara itu mulai berdengung di memorinya. Suara yang mampu membuat Naya menekan segala kebenciannya pada keluarga Pradipta, menghapus ke inginannya menghancurkan pernikahan pria itu. Namun masih terlalu sakit jika mengingat apa yang di lakukan Kinan pada hidupnya.

Naya menarik napas beberapa kali, mengeluarkan lewat hidung. Mengisi rongga dada yang masih terasa menyesakan. Hidungnya bahkan masih terasa nyeri berusaha menahan laju air mata agar tidak mengalir. Naya semakin meremas lengannya kuat, menekan amarah yang masih saja belum mereda. Belum lagi denyut nyeri masih dia rasakan mencubit jantungnya.

Dia harus kembali normal, dia harus bisa menekan segala emosinya. Menghadapi Banyu tidak bisa dengan emosi.

Perlahan Naya membuka matanya, menampilkan wajah datar, tanpa niat ingin membalas ucapan orang depannya. Namun eratan pada lengannya tidak sedikitpun mengendur.

Sedikit, Naya butuh sedikit saja fikiran normalnya, namun sepertinya sangat sulit ketika pria didepannya ini lagi-lagi mengeluarkan kata-kata layaknya anak panah yang terlepas dari busur, tidak jatuh langsung menghujam jantungnya.

"Apa susahnya. Kamu bisa dapat lebih baik dari Arlan. Tidak perlu mengemis perhatian pada pria beristri"

Apa Naya terlihat seperti itu, terlihat seperti wanita yang mengemis sedikit perhatian dari Arlan. Bukan kah selama ini Arlan sendiri yang datang menemui Naya. Naya tidak pernah memohon agar pria itu menemuinya.

Bukankah itu artinya, pria itu tidak nyaman bersama istrinya.

Lalu kenapa sekarang dia yang di persalahkan.

Naya masih diam menatap mata Banyu. Tubuhnya masih bergetar. Entah getar takut atau getar marah, dia sama sekali tidak perduli.

"Kenapa kamu hanya diam menatapku. Bukankah tadi kamu katakan tidak punya banyak waktu"

Remasan di kedua lengannya perlahan mengendur. Dia membutukan sedikit. Maka dia mendapat sedikit. Hanya sedikit sebelum kembali membalas ucapan Banyu.

Jantungnya berpacu begitu menyakitkan. Naya membuat napasnya pelan Sebelum kembali membuka mulutnya.

"apa seperti itu cara kerja di keluarga kalian?"

Banyu mulai menautkan alisnya bingung.

"Apa syarat menjadi bagian dari Prdipta harus seperti itu. Kalian akan menekan, menjatuhkan, menyingkirkan dengan cara teramat menjijikan" Banyu hanya diam tidak ingin membalas menunggu pembelaan apa lagi yang akan Naya ucapkan. Naya mulai mengangguk kepalanya "Kau dan Kinan benar-benar pasangan yang serasi. Kenapa tidak kamu saja yang dulu menikah dengan kinan, sehingga wanita itu tidak perlu menghancurkan 1 keluarga"

"Jaga ucapanmu" Banyu sedikit meninggikan suaranya. Bahkan pria itu tidak perduli ketika beberapa kepala secara cepat menoleh ke meja mereka di ikuti suara bisik bisik.

Kenapa Naya seolah mempersalahkan Kinan yang menjadi korban? Menghancurkan? Bukan kah Naya sendiri memjadi orang ketiga kenapa malah wanita ini yang menyalahkan Kinan.

"Kau yang seharusnya jaga ucapanmu" Naya membalas dengan nada tenang, namun belum menurunkan tangannya. "Kau dan wanita itu benar-benar sama. Kalian tidak tau, kehancuran apa yang terjadi demi perjodohan menjijikan itu. Fine. Kamu meminta aku mundurkan!" Naya kembali mengangguk kepalanya"Tapi sayangnya aku tidak berniat mundur. Biarkan saja. Sama sama sakit, sama sama terluka. Sama sama menderita. Impaskan"

Naya lalu berdiri dan langsung menarik tas yang dia letakan di kursi samping. Tak lupa mengelurkan uang pecahan 50000 dan meletakannya diatas meja sebelum berlalu di hadapan Banyu. Dia sudah tidak tahan berlama lama harus berhadapan dengan salah satu anggota inti keluarga Pradipta.

Banyu langsung memijit pangkal hidungnya, begitu Naya sudah berlalu. Kepalanya terasa berdenyut menyakitkan. Dia semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

Ini sebenarnya ada apa? Kenapa dia malah menyinggung tentang perjodohan 7 tahun lalu. Apa yang tidak dia ketahui masalah 7 tahun lalu? Bukankah seharusnya tidak ada masalah apapun selain pernikahan paksa itu?

Berbagai pertanyaan mulai berputar di kepala Banyu.

Memang seharusnya pernikahan itu tidak pernah terjadi. Banyu benar-benar ingat bagaimana Arlan menolak perjodohan itu mati-matian. Bahkan abangnya itu rela keluar dari rumah hanya untuk menghindari pernihakan itu. Dan dia makin tidak mengerti saat tiba-tiba Arlan datang dan menyetujui perjodohan itu. Ada yang salah. Dia yakin ada puzzle yang di letakkan tidak pada tempatnya.

Ini seperti domino jatuh. Satu masalah membuat masalah baru.

Dari mana dia harus mulai? Arlan. Jelas abangnya itu akan tutup mulut. Atau Kinan?

Kepala Banyu kian merasa nyeri. Dia semakin menekan nekan pangkal hidungnya. Dan dia sedikit menyesal. Kenapa juga dia harus berjanji memastikan kebahagian wanita itu.

***
Tbc.

Oh... Iya cerita Beauty obsession udah publis lagi. Makasih yang udah tanya itu cerita. Sampe lupa ada hutang publis setelah selesai.

PREJUDICE (Slow update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang