Story 09 || Pupus

48 6 0
                                    

Terinspirasi dari lagu
Pupus - cover Hanin Dhiya

***

Selamat membaca..

***

Perkenalkan, namaku Ileana. Orang-orang memanggilku Ana. Sekarang kelas 12 di SMA Putra Nusantara.

Hidupku sama seperti cewek-cewek biasa pada umumnya. Berangkat sekolah, belajar, pulang, ngerjain PR, istirahat tidur. Monoton seperti itu terus setiap hari.

Jika ditanya apakah aku bosan dengan kegiatan seperti itu, maka jawabannya tidak. Selain karena belajar memang adalah kewajiban kita sebagai penerus bangsa, ada satu hal lain yang membuatku tambah semangat menjalani hari-hari.

Dia selalu ada di setiap saat. Selalu memberiku semangat saat aku mendadak malas, dan selalu membantuku jika ada tugas-tugas sekolah. Dia, juga selalu menemani hari-hariku dengan senyumannya yang manis.

Dia, Ghali. Cowok jangkung dengan senyum manis, baik hati dan tidak sombong, serta ganteng dan perhatian. Siapa yang tidak baper jika diberi perhatian oleh seorang seperti Ghali?

Aku akui kalau aku baper dengan sikapnya kepadaku. Kalau ada yang tanya apakah aku suka dengannya? Maka jawabannya adalah iya ditambah dengan kata cinta.

Iya, aku mencintai Ghali.

Ileana mencintai seorang Ghali.

Kebetulan, aku dan Ghali berada dalam kelas yang sama. Hal itu menjadikan kami menjadi lebih sering bertemu dan menjadi tambah dekat. Karena itu pula perasaan ku berubah menjadi cinta padanya.

Hari ini seperti biasanya, aku berjalan menuju kelas yang berada di lantai dua sendirian. Kedua teman dekatku biasanya akan datang lebih siang di hari Sabtu.

Saat sedang asyik asyiknya berjalan, tiba-tiba ada yang mencolek pundakku. Saat aku menengok, orang yang menyentuhku tengah tersenyum lebar menatapku. Sebuah awal hari yang menyenangkan.

"Kok sendirian? Jomblo ya??" Ghali menggoda dengan senyuman lebar yang masih setia berada di bibirnya. "Biar nggak kelihatan jomblonya, mending lo jalan bareng sama gue. Kalau gitu kan gue juga jadi nggak kelihatan jomblo." Lanjutnya sambil menaik turunkan alisnya.

"Serah lo. Asal lo happy."

"An, besok kan ada tugas bahasa Indonesia, lo mau nggak sekelompok sama gue? Nanti lo yang nulis, gue yang nyari materi." Ucap Ghali saat kami masih dalam perjalanan menuju kelas yang masih setengah jalan lagi.

"Gue tanya ke Sandra sama Tika dulu." jawabku.

"Usahakan sama gue, An. Lo kan pinter bahasa Indonesia, jadi nilainya otomatis bakal bagus. Kan lumayan, iya nggak?" Ghali berkata sambil menyenggol bahuku dengan bahunya.

"Serah. Penting lo happy."

"Itu aja mulu sampai sukses."

"Amiin, semoga sukses beneran."

"Yee... Malah diaminin."

Kita pun melanjutkan perjalanan menuju kelas dengan diselingi oleh guyonan. Semoga saja, hati ini masih kuat untuk tetap berada di tempatnya.

***

"An, nanti pulang sekolah, mampir ke rumah gue dulu bisa nggak? Gue anter deh dari sekolah sampai rumah lo. Tapi mampir dulu. Mau ya?!!" Ghali membujukku.

"Emang ngapain mampir segala?" tanyaku.

Di kelas, tinggal ada aku, Ghali, Sandra, dan Tika. Kita berempat memang jarang keluar kelas saat jam istirahat. Aku, Tika, Sandra membawa bekal, sedangkan Ghali akan meminta makanan dari kami bertiga.

"Mau dikenalin ke ortunya kali, An." celetuk Tika yang sekarang sedang makan di depanku.

Karena gemas, aku melempar penghapus kecil hingga tepat mengenai kepalanya. Tika mengaduh pelan.

"Nggak apa-apa, biar lo tau rumah gue aja." alasan yang kurang memuaskan menurutku. "Mau ya, An!"

"Udah lah, An mau aja. Kapan coba dianterin cowok sampe rumah?" Sandra yang sedari tadi diam, ikut menanggapi.

"Bukan masalah itunya."

"Lo takut kalau ortu lo marah? Atau karena lo malu?" Tika juga ikut-ikutan.

"Nggak dua-duanya."

"Terus apa?" Tika, Sandra, dan ghali bertanya secara bersamaan.

"Gue nggak mau ngerepotin lo." jawabku sambil menatap Ghali. "Lo udah bantu gue banyak hal, masa gue harus ngerepotin lo lagi sih?"

"Gue nggak merasa direpotin kok. Malah kalau lo nolak, berarti lo nggak mengahargai gue." jawab Ghali serius.

"Tuh, An." Tika dan Sandra berucap bersamaan. "Wiih, samaan." Setelah mengucapkan itu, Sandra dan Tika tertawa, lantas ber tos.

"Gimana ya?"

"Iya, Ghal. Ana mau kok." dengan lancangnya Tika berucap seperti itu.

"Oke siap." Setelahnya Ghali pergi keluar kelas.

"Lo gimana sih, Ka?" aku mencoba protes pada Tika.

"Halah, nggak apa-apa kali, An. Sekalian dijadiin pengalaman aja." Sandra menimpali.

"Ish.."

***

"Lo ikhlas kan, An gue anterin pulang?" tanya Ghali.

Sekarang, aku dan Ghali sedang berada di tempat parkir. Aku menunggu Ghali mengeluarkan sepeda motornya untuk mengantarku pulang. Sebenarnya, ada sedikit rasa mengganjal di hati, tapi mau gimana lagi? Mau nggak mau aku harus ikut.

"Ikhlas kok." Jawabku sambil tersenyum.

"Hehehe.." Ghali terkekeh. "Oke oke."

Kami telah keluar dari area sekolah. Belum ada pembicaraan di antara kami hingga sampai di perempatan lampu merah dekat rumah Ghali. Karena lampu sedang menyala merah, kita berdua pun mengobrol ringan. Hal-hal yang tidak penting yang kami obrolkan.

"Masuk yuk, An." ajak Ghali saat kami telah sampai di depan rumahnya. Perasaan gugup tiba-tiba menyerangku.

Dengan ragu, aku mengikuti Ghali memasuki rumahnya. Rumah Ghali lumayan besar. Perabotannya tertata rapi. Aku masih setia mengikuti Ghali menuju ruang keluarga sepertinya.

"Loh, Naura? Kamu kok bisa ada di sini?"

Aku mendongakkan kepala saat mendengar Ghali tiba-tiba bersuara. Jantungku tambah berdegup kencang saat mataku melihat seorang perempuan cantik sedang duduk manis di sofa ruang kelaurga Ghali. Lalu aku beralih menatap Ghali yang kini sedang tersenyum manis, lantas kulihat dia berjalan menghampiri perempuan yang dipanggilanya Naura itu sembari merentangkan tangan.

"Aku kangen banget sama kamu!" ucap Ghali lirih. Namun, aku masih dapat mendengarnya.

"Aku juga."

"Oh iya." Ghali melepaskan pelukannya dengan Naura. Kemudian dia menatapku dan Naura bergantian. "Ana, kenalkan, ini Naura, pacar gue." ucap Ghali. Dan Naura, ini Ana, temanku."

Aku memaksakan senyuman. Kubalas jabatan tangan Naura. Jangan tanya bagaimana perasaanku! Kalian pasti sudah tahu jawabannya.

"Kamu jangan cemburu ya, Nau! Ana itu udah aku anggap sebagai adik aku."

"Ih.. Ngapain juga aku cemburu."

Sepasang kekasih itu tertawa bahagia. Melupakan aku yang masih berdiri mematung di sana.

Andai saja aku punya jurus menghilang. Mungkin, aku akan mengihilang dari ruangan yang membuatku sesak ini sejak tadi. Agar hatiku tidak terlalu remuk seperti selarang ini. Aku sudah pernah bilang kan, kalau aku mencintai Ghali? Tapi mulai detik ini, aku akan berusaha untuk melupakan perasaan itu, karena bagi Ghali aku hanya saudaranya, tidak lebih. Dan tidak akan lernah mungkin untukku menjadi miliknya.

***

Hai!!

Aku kembali...

Semoga kalian suka dengan cerita Ana dan Ghali! Jangan lupa Vote dan Comment ya...

Tertanda,
Doyuna_

Today's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang