Always About You

9.6K 2.1K 149
                                    

Chapter 11

Aku pulang agak terlambat.

Jangan bawa apa-apa. 

Max.

Salahku sendiri, aku nggak bilang ke dia hari ini ulang tahunku. Aku malu mengajaknya, lagi pula dia harus pergi bekerja. Mungkin setidaknya kalau aku bilang, dia bisa meluangkan waktu, bukannya malah pulang lambat.

Bagus memasuki ruang khusus karyawan sambil mengurai tali celemek dan menyelipkan melewati kepala saat aku tengah membaca pesan singkat dari ponsel Lidia yang dikirim beberapa jam lalu. Kusimpan ponsel ke saku celanaku.

"So nggak ada acara apa-apa malam ini sama si dia?" tanyanya asal.

Aku mencebik pura-pura tak peduli, kuambil sisa barangku dari loker. Aku baru bersiap meninggalkannya saat Riko menyusul masuk.

"Sudah mau pulang?"

Aku dan Bagus agak terkejut melihatnya, kami serempak saling melempar tatapan bingung. Riko punya ruang sendiri bersama Maya, dan dia hampir tak pernah memasuki ruang karyawan biasa. Sebelum aku menjawab, Bagus lebih dulu menyeringai jahil. Aku langsung tahu apa yang ada di benaknya. "Belum, nih, kenapa? Mau nraktir?"

Riko meringis, dia melirikku. "Memangnya nggak akan ada yang nraktir malam ini?"

Sebagai orang yang sedang berulang tahun, aku merasa itu pertanyaan buatku, jadi aku menggeleng. Aku sudah membawa makanan kecil yang jumlahnya cukup untuk semua orang seperti layaknya karyawan lain jika berulangtahun. Aku tak punya kewajiban lebih, apalagi terhadap orang yang dibayar jauh lebih tinggi dibanding siapapun di sini.

"Sayang sekali, kirain bakal ada acara susulan. Aku nggak lembur malam ini, kuserahkan ke Clara." Riko menatap lurus padaku, seolah Bagus tak ada di antara kami. "Kalau gitu, gimana kalau kita makan malam? Aku yang traktir."

Refleks, aku menoleh pada Bagus.

"Ayolah," Riko membujuk. "Kamu udah jadi asistenku dua tahun lebih, aku nggak pernah nraktir kamu makan malam. Terlebih, ini hari ulang tahunmu."

Bagus mengangguk samar padaku.

"Kecuali kamu ada acara sama ...."

"Dia nggak ada acara sama Max," sambar Bagus. "Dia kerja malam ini. Iya, kan?"

Aku hanya bisa menghela napas, Bagus memang ada benarnya. Aku tak pernah merayakan hari ulang tahun, tapi aku tak harus cepat pulang ke rumah di mana tak seorang pun menantiku di sana. Akhirnya, kupikir, kenapa tidak?

"Bagus!" seru Bagus setelah aku mengangguk. "Aku ganti baju dulu."

Riko mengernyit.

"Apa?" kata cowok itu. "Kamu pikir aku nggak akan ikut setelah dengar kalian mau makan malam? Aku juga sudah kerja denganmu tiga tahun, Booos, lebih malah."

Aku dan Riko tertawa. Apapun maksud awalnya mengajakku makan malam, dia tak mungkin bersikeras menolak Bagus yang jelas tak menunggu persetujuan siapapun. Dia melempar celemeknya begitu saja ke keranjang pakaian kotor dan menghilang ke ruang ganti. Beberapa menit kemudian, kami sudah duduk di mobil Riko, Bagus meninggalkan motornya di garasi restoran.

Dan aku melewatkan malam yang menyenangkan bersama mereka. Seperti yang kuduga, Riko tak mungkin membawa kami ke tempat makan biasa. Dia mengajak kami makan di restoran masakan Korea mewah yang harga setiap porsinya jauh lebih mahal daripada menu-menu di restoran Maya, kemudian dengan perut kenyang dia menyewa satu room di sebuah karaoke keluarga dan kami bernyanyi dengan riang gembira. Sesekali, kami berbincang serius tentang pekerjaan, masa depan, dan bisnis restoran. Kalau tak salah, aku menangkap kesan Riko ingin membuka sendiri restorannya. Itu tidak mustahil, dia berasal dari keluarga kaya, dia punya ilmu dan pengalaman yang cukup untuk mulai berdiri sendiri.

Max and Anna (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang